NovelToon NovelToon
Terpaksa Menjebaknya Karena Cinta

Terpaksa Menjebaknya Karena Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / CEO / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: Cengzz

"Aku nggak punya pilihan lain." ucap adel
"Jadi kamu memang sengaja menjebakku?" tanya bima dengan nada meninggi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cengzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

17

Adel tak menyahut panggilan ayahnya, ia terus berjalan dengan kedua tangannya, menutup wajahnya, membiarkan air mata terus mengalir deras membasahi pipi mulusnya, tetesan air mata, mengenai telapak tangannya terasa hangat. Bahunya tampak gemetar, menahan isak tangis yang ingin pecah saat ini juga.

"Del!" Bima mengejarnya, tangannya mencekal pergelangan tangan Adel.

"Lepasin ayah!" Teriak Adel, tangisnya pecah seketika.

"Del kamu kenapa nangis? HM?" Tanya bima kemudian membawanya kedalam pelukan, tak memperdulikan Adel yang terus memberontak dan mengigit dadanya, kuat-kuat.

Bima mengatupkan bibirnya, menahan rasa sakit yang diberikan anaknya itu.

"Del! Sakit! Jangan gigit ayah!" Lirih bima lama-lama tak sanggup lagi menahannya.

Adel melepaskannya, tangisnya semakin pecah ketika ayahnya memeluknya erat, mengusap kepalanya lemah lembut, penuh kasih sayang. Hati Adel berguncang hebat, jemarinya meremas kaos bima, melampiaskan amarahnya yang memuncak-muncak dan perasaan cemburu yang tak bisa lagi ia pendam.

"Del, jangan pergi dari rumah del! Nanti gak ada yang masak lagi buat ayah" bima menjeda ucapannya. "Gak ada yang nyuci baju ayah, bersihin rumah, nyetrikain ayah, bangunin ayah dan gak ada lagi yang ngomelin ayah!" Lanjutnya serius, namun terdengar seperti candaan untuk Adel.

Tangis Adel berhenti, ia mendorong dada bima pelan, mendongak menatapnya dengan raut wajah memberengut.

"Ayah! Bisa gak sih jangan bercanda dulu! Gak lucu tau gak!" Omelnya mengusap air matanya, rasa sedihnya berganti dengan rasa kesal. Ada-ada saja bima ini, pikir Adel.

"Ayah gak bercanda del, serius. Nah gitu dong! Jangan nangis lagi!" Sahut bima agak senang melihat Adel yang kesal, dia terkekeh sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Tawa lagi! Gak lucu yah! Orang sedih bukannya dibujuk atau apa kek! Malah dibercandain!" Omelnya lagi bersedekap dada, membuang mukanya kesamping.

Tawa bima terhenti, "iya iya, ayah minta maaf! Tapi ayah tadi gak bercanda del, ayah seriusan tau. Misal kamu minggat dari rumah nih, nggak ada lagi dong yang urus rumah, ngurusin ayah lagi! Tinggal sendiri deh ayah!" Jelas bima mengeluh.

Ale menatap bima sinis, "jadi ayah manfaatin Adel doang selama ini? HM? Kalo gak Adel ayah bakalan kesusahan gitu? Oh paham! Paham! Kenapa gak biarin Adel pergi aja, nyari pembantu atau apa gitu! Kan ayah gak tinggal sendiri tuh, apa perlu Adel anterin ayah kepanti jompo? Biar ada yang ngurus?" Tanya Adel kesal.

Bima terbelalak, deru nafasnya memburu. "Kamu tega banget sih Del! Masa ayah di Anter ke panti jompo? Apa kata orang nanti? Masa orang setampan dan tidak memiliki riwayat apapun dibawa kepanti jompo! Emangnya ayah ini apaan? Orang lansia gitu?" Bima mencubit pipi anaknya gemas.

"Gak usah nyubit-nyubit sakit!" Keluh Adel mengerucutkan bibirnya.

"Makanya jangan marah sama ngambek lagi! Ayah kewalahan tau ngadepin kamu kalo lagi gitu, misalnya kalo gak ayah bujuk, pastinya kamu bakalan ngambek seharian dan musuhin ayah! Seolah ayah ini melakukan kesalahan terbesar!" Kata bima, Adel terdiam, ucapan bima memang begitu kenyataannya.

Adel mendongakkan kepalanya, ditatap lekat-lekat mata sang ayah, "yah!"

"Apa?"

Adel mengatur nafasnya sejenak, tangannya meremas rok berwarna abu-abu, mengumpulkan keberaniannya, "ayah beneran pacaran sama Tante Lesa? Jujur yah!"

Bima terdiam.

"Yah, kok diem? Jawab gak!" Paksa Adel mencodongkan dadanya.

Bima mendesah pelan dan mengganguk-nganggukan kepalanya.

Adel mengepalkan kedua tangannya, "yah! Dia itu bukan orang baik!" Ucapnya dengan nafas tertahan.

"Del! Stop! Tante Lesa itu baik, gak seburuk yang kamu pikirkan!" Protes Bima tak terima.

"Cih! Ayah lebih ngebela orang lain dibanding anak sendiri?" Tanya Adel nanar.

"Wajar ngebela del, dia itu pacarnya ayah, sekaligus ibu sambung kamu nanti!"

"Pacar?" Tanya Adel dengan dada bergemuruh. "Putusin dia! Cepet! Cepet! Pokoknya putusin dia, detik ini juga!" Pintanya, nada tinggi, tak ingin dibantah.

"Del! Jangan mengekang ayah nak! Berilah kebahagiaan untuk ayahmu ini yang duda!" Canda bima, bagi Adel tak lucu.

"Putusin dia! Sekarang! Jangan mengalihkan pembicaraan!"

"Del! Ta-"

"Aku bilang putusin ya putusin! Kemarin katanya gak pacaran! Inilah, itulah! Terus kenapa sekarang pacaran? CK! Buruan putusin! Adel gak suka sama dia! Gak mau punya ibu sambung modelan dia!" Cerocosnya menekankan.

"Emang kenapa del? Dia baik, bisa Nerima ayah sama kamu. Kurang apa lagi Tante Lesa?"

"Dibilang putusin ya putusin! Susah banget sih disuruhnya!"

"Del!" Bima mencoba untuk menebalkan kesabarannya yang kini mulai diuji.

"Putusin! Atau aku pergi dari rumah ayah! Detik ini juga!" Ancam Adel serius, tak main-main.

Bima mengusap wajahnya kasar, otaknya mendadak pusing menghadapi sikap anaknya ini yang sering mengatur-aturnya dari segi apapun. Jika dibantah, maka akan ngancem. Benar-benar menjengkelkan tapi bima tak punya pilihan lain, kecuali berpikir dan menimbang-nimbang tindakan apa yang akan ia lakukan kedepannya.

"Beri ayah waktu!" Kata bima akhirnya.

"Aku mau detik ini juga yah!" Tegas Adel.

"Del!" Bima memegang kedua pundaknya, "beri ayah waktu buat mutusin Tante Lesa, del, mutusin cewek itu gak segampang yang kamu pikirin!"

"Gak gampang apa sih yah? Sisa ngomong putus doang! Clear!" Kata Adel enteng.

"Ngomong gitu doang mah enak del, coba kamu diposisi ayah, pasti kamu bakalan keberatan. Putusin itu emang gampang, tapi ayah mikirin perasaan dianya pas ayah putusin! Kita gak tahu perasaan orang yang tiba-tiba diputusin, apalagi putusnya tanpa sebab, pasti dia bertanya-tanya tuh, letak masalahnya dimana? Dan banyak lagi lah, kalo dijelasin bisa sampe 200 halaman." Cerocos bima menghela nafas panjang, ini sesuatu yang berat baginya, mempertahankan hubungannya, atau mempertahankan Adel dari sisinya. Bima kesulitan dalam hal ini, satu sisi dia ingin menikah dengan wanita yang dia cintai, namun disisi lain, ada Adel yang selalu mengacukan semuanya. Sampai dimana dia kesulitan untuk jatuh cinta pada wanita, sulit juga memahami perasaan wanita dan kini dia ada ditahap tidak pekaan.

"Yah! Ngapain sih mikirin Perasaan orang lain? Orang lain aja belum tentu mikirin perasaan kita loh, jangan pernah ngerasa jadi orang gak enakan dong. Jadi orang gak enakan itu cuman ngepersulit hidup doang yah, contohnya ayah, kebanyakan mikirin perasaan orang. Gak seharusnya ayah mikirin hal gak penting kayak gitu. Putus ya putus! Udah cukup sampe situ aja! Kalo misalnya dia nanya, apa masalahnya? Bilang aja kita gak cocok! Simple! Hidup jangan dibikin ribet yah!" Adel mengeluarkan jurusnya, berharap pikiran bima terbuka dan siap mengambil keputusan.

Bima tampak berpikir sejenak, matanya memejam perlahan terbuka, "del! Masalahnya ayah pernah bilang kalo kita berdua ini cocok ke dia, masalah gak ada, apa gak ada. Mau mutusin gimana! Bahkan ayah udah komitmen untuk nikahin dia, ayah bingung del! Ayah bingung! Permintaan kamu ini loh! Selalu aja gitu! Kenapa sih posesif banget jadi anak? Gak bisa apa ngeliat ayah sendiri bahagia? Hah?' nada bicara bima yang tadinya pelan, kini mulai meninggi.

"Ayah marah sama aku? Ayah ngebentak aku? Ayah gak sayang lagi sama aku?" Tanya Adel tak percaya dengan gelengan kepala. Ia tak menyangka bima berkata seperti itu.

Bima terdiam tak menjawab, tatapannya marah, wajahnya memerah, seakan ingin berteriak-teriak dan mengamuk disini, namun niatnya ia urungkan didepan Adel.

Keduanya saling bertatapan, terdiam dengan ketenangan yang mulai menyelimuti lantai ini, hanya mereka berdua disini. Tidak ada karyawan yang boleh datang kesini, tanpa seizinnya.

"Bim! Del!" Suara Bastian terdengar membuat keduanya menoleh.

Bima memasang raut wajahnya ke semula, begitupun dengan Adel. Anak dan ayah itu tidak mau masalahnya diketahui oleh orang lain.

"Ke kantin yuk! Gas lah! Mumpung istirahat nih!" Ajak Bastian pada keduanya.

"Ngapain kekantin bas?" Tanya bima.

"Makan lah! Masa ngepet!" Balas Bastian ngegas.

Biasanya bima akan tertawa jika Bastian ngegas, namun kali ini tidak.

"Yuk om! Kita kekantin aja, ayah lagi nungguin ceweknya kali!" Ajak Adel dan Bastian pun setuju, segera keduanya pergi meninggalkan bima yang menatap punggung keduanya dengan nafas memburu.

"Argggghhhh!" Bima mengusap wajahnya frustasi.

Dengan langkah tergesa-gesa, ia menyusul Bastian dan adel, masuk kedalam lift. Bima tak mengobrol sedikit pun didalam, hanya memerhatikan percakapan Adel dan Bastian yang random seperti tidak ada masalah apapun. Beda dengan dirinya, sibuk memikirkan permintaan Adel yang diluar nalarnya.

Di Antara Dua Pilihan

Lift terbuka dengan bunyi ding yang khas. Bima melangkah keluar lebih dulu, diikuti oleh Adel dan Bastian. Mereka bertiga berjalan menuju kantin, masing-masing tenggelam dalam pikirannya.

Sesampainya di kantin, Adel dan Bastian langsung mengambil tempat duduk, sementara Bima hanya berdiri sejenak, menatap kosong ke arah meja sebelum akhirnya duduk tanpa berkata-kata.

Bastian menyendok makanannya dengan lahap, lalu menatap Adel yang tampak lebih kalem. "Kamu nggak lapar, Del?" tanyanya sambil mengunyah.

Adel menggeleng. "Laper om, ini lagi Makan, kok." Ia melirik ke arah Bima yang sejak tadi diam. "Ayah nggak makan?" tanyanya, suaranya lembut tapi penuh perhatian.

Bima tersentak dari lamunannya dan menghela napas. "Lagi Nggak selera," jawabnya singkat.

Bastian menatapnya dengan heran. "Lah, kenapa, Bro? Lo lagi galau tah? Mikirin apa? Cicilan hutang??" Tebak Bastian menahan tawa.

Adel menatap Bima dengan ekspresi penuh harap, sementara Bima hanya mengusap wajahnya, jelas ada beban yang menghantui pikirannya.

"Bim—" Adel menahan kata-katanya, lalu meralat, "yah, udah kepikiran?" Tanya Adel, reflek bima langsung paham maksud Adel.

Bima tak langsung menjawab. Ia hanya menatap piring kosong di depannya, lalu menghela napas berat. "Adel, ini nggak gampang..."

Adel mengatupkan bibirnya. Ia tahu ini bukan permintaan kecil. Meminta Bima untuk memutuskan Lesa bukan hal sepele, tapi... ia juga tak bisa mengabaikan perasaannya sendiri. Baginya tidak ada yang boleh mendekati bima, kecuali dirinya sendiri. Egois? Ya memang begitulah Adel.

"Emang masalahnya apa sih del? Kok ayah kamu keliatannya murung terus?" Tanya Bastian mulai kepo.

"Aku nyuruh ayah buat mutusin Tante Lesa om, tapi ayahnya, kebanyakan mikir! Padahal mah putus ya sisa putusin doang! Bener kan om?" Kata Adel akhirnya. Menceritakan masalahnya pada Bastian.

'nih orang kayaknya beneran suka sama sibima deh? Apa perasaan gue doang ya? Aaaaaa, bodo amat lah! Ngapain juga gue mikirin hal gak penting!' teriak Bastian membatin.

"Oh itu masalahnya ya Bim?" Tanya Bastian, menyesap minumannya.

Bima pun pada akhirnya, mengganguk pelan.

"Tuh, bener kan om! Emang ayah tuh egois! Susah banget diaturnya! Udah dibilang putusin aja! Dia itu cewek gak bener! Aku gak nyaman punya ibu sambung modelan dia, om!" Kesal Adel membuat bima terpancing emosi. Tatapannya menajam ditujukan pada Adel, tetapi ia tidak mengatakan apapun. Mencoba tetap tidak meluapkan emosinya yang mulai memuncak-muncak didalam hatinya.

Bastian, yang biasanya santai, merasa suasana mulai berat. "Eh, gini deh, bim. Kalau emang masih bingung, jangan dipaksa sekarang. Tapi kalau kelamaan juga, makin ribet," katanya.

Bima mengangkat alis. "Maksud lu gimana?" Tanya bima tak mengerti.

Bastian mengangkat bahu. "Ya, makin lu lama mikir, makin susah milihnya. Adel jelas nggak nyaman, tapi Lesa juga nggak tahu apa-apa. Kalau nggak tegas dari sekarang, ujung-ujungnya dua-duanya bisa kecewa. Yang satu kecewa gak bisa Nerima! Yang satu kecewa karena ya gak diterima juga sih!" Jelas Bastian serius.

Bima menatapnya, lalu mengalihkan pandangannya ke Adel yang kini menunduk, memainkan sendoknya tanpa minat.

"Ayah......." Suara Adel terdengar nyaris berbisik. "Aku cuman gak mau kehilangan ayah, jangan sampai gara-gara cewek itu, Adel gak diperhatiin lagi, Adel gak mau yah! Adel gak mau ayah sampai salah memilih wanita untuk jadi pasangan ayah! Adel cuman gak mau ayah tersakiti suatu saat nanti gara-gara dia" lirih Adel.

Bima merasakan dadanya menghangat. Ada sesuatu dalam cara Adel mengatakannya yang membuatnya merasa bersalah. Bastian benar, ia harus segera mengambil keputusan. Tapi apakah ia siap dengan konsekuensinya?

'wah! Gak beres nih!' batin Bastian, memandang adel dengan beribu-ribu pertanyaan.

Suasana di meja mereka semakin sunyi. Hanya terdengar suara orang-orang di kantin yang asyik dengan obrolan masing-masing, sementara ketiga orang itu tenggelam dalam dilema yang tak mudah.

"Bim! Bim!" Panggil Bastian memecahkan keheningan yang sempat terlintas tadi.

"HM!" Bima berdehem.

"Kita ada jadwal meeting siang ini!" Kata Bastian.

"Sama pak Harto ya?" Tanya Bima yang diangguki Bastian.

Keduanya mulai mengobrol, membahas tentang pekerjaan. Hingga suara seseorang yang tak asing terdengar, sontak mereka menoleh, disana ada pria paruh baya berjalan bersama perempuan cantik (asistennya).

"Pak Harto!" Bastian dan bima bangkit dari duduknya, segera menyalimi pak Harto.

"Duduk dulu pak!" Titah bima ramah, pak Harto duduk kemudian asistennya duduk disampingnya.

"I-ini siapa Bim?" Tanya Harto melirik Adel.

Bima tersenyum. "Ini anak saya pak!" Balasnya.

Pak Harto menggangukan kepalanya, menyunggingkan senyum ramah pada Adel. "Boleh kita kenalan dek?" Ia menggulurkan tangannya.

"Adel, om!" Adel menjabatnya.

"Pak Harto, bisa panggil om saj......." Ucapannya terhenti. tatapan Pak Harto tiba-tiba terhenti pada liontin kecil yang menggantung di leher Adel. Matanya membulat, ekspresinya berubah dari ramah menjadi dingin.

Sejenak, ia terdiam. Napasnya sedikit tertahan, seolah liontin itu membangkitkan sesuatu dari masa lalu. Tatapannya berpindah ke wajah Adel, kini dipenuhi sorot yang sulit ditebak antara terkejut, ragu, memendam sesuatu, takut atau mungkin......?

'liontin ini kan, gak mungkin, gak mungkin, aku kan......' batin Harto, menggelengkan kepalanya cepat.

"Bapak kenapa geleng-geleng kepala pak? Ada yang salah dengan Adel?" Tanya bima membuat pak Harto tersentak.

"Eh, maaf gak papa! Saya lagi kepikiran sesuatu tadi!" Ujarnya lalu duduk.

Bima mengganguk, mereka kini kembali makan dan mengobrol dengan pak Harto, membahas tentang pekerjaan. Sejak tadi tatapan pak Harto, mencuri-curi pandang kearah liontin itu.

1
kalea rizuky
lanjut nanti Q kasih hadiah
kalea rizuky
pergi aja del kayaknya alex keluarga mu
Rana Syifa
/Heart/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!