Berdalih Child Free, Aiden menutupi fakta dirinya yang mengalami hipogonadisme.
Namun pada malam itu, gairah seksualnya tiba-tiba memuncak ketika dirinya mencoba sebuah obat perangsang yang ia buat sendiri.
Aiden menarik Gryas, dokter yang tengah dekat dengannya.
"Tenang saja, kau tidak akan hamil. Karena aku tidak ingin punya anak. Jadi ku mohon bantu aku."
Namun yang namanya kuasa Tuhan tidak ada yang tahu. Gryas, ternyata hamil setelah melewatkan malam panas dengan Aiden beberapa kali. Ia pun pergi meninggalkan Aiden karena tahu kalau Aiden tak menginginkan anak.
4 tahun berlalu, Anak itu tumbuh menjadi bocah yang cerdas namun tengah sakit.
"Mom, apa Allo tida atan hidup lama."
"Tidak sayang, Arlo akan hidup panjang. Mommy akan berusaha mencari donor yang sesuai. Mommy janji."
Akankah Arlo selamat dari penyakitnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Membawa Benih 02
Setelah hari itu, Gryas dan Aiden beberapa kali melakukannya. Tentu saja Aiden tetap menggunakan bantuan obat yang dia buat tapi yang kedua dan ketiga kalinya tidak diketahui oleh Gryas.
Aiden tidak ingin Gryas tahu kalau saat berhubungan dengannya, ia menggunakan bantuan obat itu.
"Aku sepetinya untuk satu bulan ke depan tidak bisa kesini, Aiden."
"Kenapa?"
"Aku akan pergi ke desa sebelahnya. Di sana ditemukan kasus warga yang sembuh tanpa perawatan intensif. Dan bahkan desanya juga tak banyak yang terkena wabah."
Aiden bangkit dari posisi tidurnya, pun dengan Gryas. Mereka segera kembali mengenakan pakaian masing-masing.
"Baiklah kalau begitu, tapi aku harap kamu segera kembali. Gry, aku tak bisa lama-lama jauh dari mu."
"Iya aku tahu. Aku usahakan tak lama. Semua tergantung situasi dan kondisi."
Gryas menyisir rambut Aiden dengan jari-jarinya. Pria itu sekarang tengah menggelayut manja, memeluk Gryas yang seolah tak ingin dilepaskannya.
Mendadak Aiden memiliki perasaan tidak enak sekarang.
"Bisakah bukan kamu yang pergi?"
"Tidak bisa Aiden, harus aku. Karena aku yang paling tahu."
Huft
Aiden membuang nafasnya kasar. Dia tidak tahu apa yang dirasakannya sekarang.Tapi yang pasti ada rasa gelisah disana. Aiden merasa seolah begitu berat untuk melepaskan pelukannya dari Gryas.
"Baiklah, aku harus pergi. Apa semua yang aku minta sudah kamu siapkan?"
"Sudah, sesuai dengan keinginan nyonya ku."
"Terimakasih Aiden, selama aku pergi jangan kembali menjadi gila. Kamu harus beristirahat dengan cukup.Jang tidur di lab dan makan lah dengan benar."
Ck!
Aiden berdecak kecil berpura-pura kesal dengan apa yang dikatakan oleh Gryas. Namun setelah itu dia pun tersenyum lebar.
"Iya nyonya ku, aku akan melakukan semua yang kamu katakan itu. Tenang saja, aku hanya gila ke kamu saja. Aku gila karena terlalu mencintaimu."
"Aishhh, gombal. Kamu itu lebih mencintai obat-obat mu itu dari pada aku."
Hahaha
Aiden tertawa terbahak-bahak. Dia lalu memeluk erat Gryas.
"Tidak, aku lebih mencintaimu sungguh aku tidak bohong."
Sebuah ciuman kembali dilabuhkan oleh Aiden ke bibir Gryas. Untuk sesaat mereka kembali larut. Namun dengan cepat Gryas memutus semuanya itu karena dia harus segera kembali.
"Aku pergi dulu ya."
"Ya hati-hati, jangan lupa beri aku kabar jika sempat. Tidak, harus sempat."
Anggukan kecil dilakukan oleh Gryas, dia pun kemudian melenggang pergi.
Aiden mengantar Gryas hingga ke mobil. Dia juga melambaikan tangannya sampai mobil yang dinaiki oleh Gryas tidak terlihat.
"Kenapa rasanya aku seperti akan kehilangan dia? Ah tidak semua pasti hanya perasaanku saja. Jadi, mari kita kembali bekerja. Semangat!!!!"
Siapa yang mengira dan siapa yang tahu jika perasaan tidak enak Aiden itu merupakan sebuah tanda.
Tiga minggu berada di desa yang menjadi tujuan kunjungannya, Gryas merasa ada yang aneh dalam tubuhnya.
Dia merasa kepalanya begitu berat dan juga perutnya bergejolak. Bahkan dia sendiri tidak lagi bisa menghitung sudah berapa kali dirinya mengalami muntah.
"Kenapa rasnya begini sih. Duuuh apa janga-jangan aku tertular wabah? tapi kan disini malah tidak banyak yang sakit?"
Gryas memijit kepalanya yang berdenyut. Rasa pusingnya semakin bertambah hebat.
"Sebaiknya Dokter hari ini istirahat saja. Tidak perlu berkeliling lagi. Sudah sejak tiga minggu Dokter Gry di sini, Dokter sama sekali tidak beristirahat. Jadi hari ini Dokter di rumah saja istrahat."
Wajah Gry yang pucat membuat kepala desa setempat khawatir. Ya selama di desa ini Gry berada di rumah kepala desa.
"Kalau begitu maaf ya Pak saya tidak bisa keliling."
"Tidak masalah Dokter. Pergunakan waktu istirahat Anda dengan sebaik-baiknya."
Akhirnya Gry meletakkan kembali semua perlengkapannya. Dia lalu merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Tapi ternyata gejolak dalam perutnya semakin hebat sehingga membuatnya tidak bisa tidur.
Gry berkali-kali menuju ke toilet untuk mengeluarkan isi perut yang sebenarnya sudah tidak ada.
"Dokter, Ya Tuhan. Anda sampai lemas begini. Mari saya bantu."
Istri dari kepala Desa tadi sedikit terkejut melihat Gry yang terduduk di toilet. Ia pun dibantu untuk masuk ke dalam kamar lagi. Si ibu juga mengambilkan sebuah ember dan kain agar Gry tak perlu ke toilet jika ingin muntah lagi.
"Silakan minum dulu, Dokter."
"Terimakasih Ibu."
Si ibu menatap curiga ke arah Gry. Tapi dia tidak segera berbicara. Gry yang peka pun memilih bertanya lebih dulu.
"Ada apa Bu? Sepertinya ada yang mau Ibu sampaikan kepada saya."
"Maaf Dokter kalau saya lancang, tapi apa mungkin sekarang Dokter sedang mengandung? Dari apa yang saya lihat, Dokter sepeti sedang mengalami tanda-tanda awal kehamilan. Maaf, kalau saya lancang. Saya mungkin bukan dokter, tapi saya adalah ibu dari 3 orang anak. Dan ketika hamil ketiga anak saya, saya mengalami hal serupa."
Degh!
Gry seolah diingatkan akan sesuatu. Jadwal haid nya, ya dia ternyata sudah melewatkan jadwal haid nya selama beberapa hari. Tidak, dia sudah melewatkannya selama satu minggu lebih.
"Sial, aku lupa akan hal itu,"gumamnya lirih.
Gry kemudian bangkit dari duduknya. Tapi tubuhnya terllau lemah untuk berdiri dan berjalan. Akhirnya dia memilih untuk kembali duduk di atas tempat tidur.
"Saya tahu apa yang mau Dokter cari. Saya akan membantu untuk membelikannya."
"Terimakasih Ibu, maaf sudah merepotkan."
"Tidak Dok, Anda sudah banyak membantu kami. Ini bukan lah apa-apa dibanding bantuan Dokter."
Gry bersukur bahwa dia bertemu dengan orang-orang baik meskipun tengah jauh dari negeri sendiri. Tapi saat ini yang paling dia pikirkan adalah tentang dirinya.
"Hamil, masa iya sih? Emang sih aku telat haid. Sial, aku berhubungan sama Aiden pas banget setelah haid. Tapi bukannya katanya dia yakin kalau aku nggak akan hamil. Si brengsek itu. Kalau benar aku hamil, terus bagaimana? Dia juga tidak mau punya anak? Sialan emang. Tapi, ya bukan salahnya dia juga. Lagian kan kita melakukannya tanpa paksaan. Haaah."
Gry membuang nafasnya kasar. Sambil menunggu alat tes kehamilan yang dia butuhkan, ia pun memikirkan kemungkian dan apa yang akan dilakukan setelahnya.
"Ini Dok."
"Terimakasih Bu."
Istri kepala desa itu segera pergi dari kamar. Dan Gry segera melakukan apa yang harus dilakukannya.
Dengan mata terpejam Gry harap-harap cemas melihat hasil dari alat tes itu. Jujur dia tidak berharap garis satu ataupun garis dua. Saat ini apapun hasilnya Gry akan siap.
Perlahan wanita itu membuka matanya. Dia hanya menghela nafasnya ketika melihat dua garis merah yang jelas dari alat tes kehamilan yang digunakan.
"Baiklah, ini adalah jawabannya. Aku harus segera resign dari pekerjaan relawan ini. Dan aku juga harus segera pergi. Aiden, dia tak mau punya anak. Jadi dia pun tak perlu tahu kalau aku hamil. Selamat tinggal semuanya."
TBC
eh kok ada Brisia disini, Brisia apa Gryas kak? hehe
Arlo masih cadek jadi makin gemesin