Tentang sebuah ruang yang ku sebut bahagia.
Sebuah kisah tentang persahabatan di sebuah GC di mana canda dan tawa di tuangkan dalam tulisan menjadi sebuah karya dan bisa di nikmati banyak orang.
Yang tanpa bertatap ataupun berjabat tapi saling bersahabat.
This is The Random Zodiak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Indri Diandra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 17: Cinta itu, menguatkan sekaligus melemahkan.
Apa, gue bunuh aja ya?" tangannya berpindah tempat dari tangan naik ke leher lalu mencekik Ayako.
Ayako tak bergeming sedikit pun. Ia enggan bangun. Padahal masa kritis nya telah lewat. Wajah polos tanpa riasan tak mengurangi sedikit pun kecantikan nya. Bibir nya pucat tanpa polesan lipstik. Bulu matanya masih lentik walaupun tanpa memakai maskara. Orang yang melihat nya pasti akan kagum dengan kecantikan Ayako.
"Saat lo, hilang pun. Brandon masih aja setia. Kalau saja kita bukan saudara jauh, sudah gue bunuh dari lama. Gue tinggal dulu, semoga ada kabar kematian lo," Ucap orang tersebut berbisik di telinga Ayako.
...----------------...
Tubuh tegap Putra melangkah tanpa ragu memasuki sebuah rumah megah bergaya Eropa. Setelah dari tempat pak Jamal ia tak langsung pulang ke rumah Brandon. Tapi, ia pergi ke rumah kakek nya. Putra butuh bantuan sang kakek untuk membantu mencari keberadaan Ayako. Tentu saja semua atas petunjuk ibu Kia.
Saat masuk ke dalam ruang tamu beberapa pelayan menyambut kedatangan nya. "Selamat datang, tuan muda!"
Putra hanya mengangguk tanpa membalas dengan ucapan para pelayan tersebut. Ia langsung menuju ke taman belakang di sebuah rumah kaca di mana sang kakek sering menghabiskan waktu membaca buku serta melihat ikan-ikan peliharaan nya serta beberapa tanaman favorit nya.
"Permisi, kakek ada di dalam kan!" Seru Putra.
"Hemm," sautan dari dalam.
Putra langsung duduk di hadapan sang kakek. Ia melipat kedua kaki nya, lalu melepas kaca mata.
"Kek, Putra mau minta tolong." Ucap nya.
"Apa?" Kakek berbalik bertanya.
Dua orang beda usia ini, sekarang sedang duduk berhadapan. Kakek meletakkan buku nya lalu melepas kaca mata.
"Mau minta tolong apa?" ulang nya.
"Ini tentang kak Brandon, dia terlihat terpuruk karena kehilangan kak Ayako. Putra minta bantuan kakek," ucap Putra.
"Oh, kakak mu berubah? Iya, kah? Cinta itu menguatkan sekaligus melemahkan. Sekarang sudah kehabisan cara, belum ketemu juga. Baru minta tolong kakek ya! Ku pikir kalian sudah lupa dengan si tua ini," kakek berucap dengan tegas.
"Bukan begitu kek, mereka kan tinggal di Jepang. Sedangkan kota di Indonesia. Pengaruh keluarga Wijaya tidak sebesar di sini. Kakek kan paham akan hal itu. Oh, iya ada pesan dari seseorang, dan ini untuk kakek," Putra mengucapkan kalimat yang di ucapkan ibu Kia. Lalu ia menyerahkan satu kartu pada sang kakek.
" Oh, ini ya," kakek membaca simbol kartu tersebut. Karena dia juga ahli tarot, tapi tak banyak yang tahu. Bahkan Putra sendiri pun tak tahu akan hal itu.
"Hem, baik lah. Kakek akan turun tangan," Kakek Putra mengambil benda pipih milik nya.
"Tolong, cari cucu menantu ku di semua rumah sakit di sana! Aku kirim kan foto nya padamu segera!" perintah sang kakek kepada seseorang yang kini sedang melakukan panggilan suara dengan nya.
"Sudah, tunggu satu minggu paling lama. Paling cepat besok sudah tahu jawabannya." Ucap Kakek penuh percaya diri.
"Kakek yakin?" tanya Putra memastikan. Bulan ia ragu dengan kekuatan keluarga Wijaya. Tapi, hampir satu tahun polisi dan detektif di bayar papa Brandon tak membuahkan hasil.
"Lawan kalian pasti lah, bukan orang sembarangan. Tapi, tidak apa-apa. Berdamai lah itu lebih baik, jika tidak bisa berdamai, perang lah! Dan jangan sampai keluarga Wijaya kalah. Kau paham, maksud ku Putra?"
Putra beberapa menit mencerna ucapan sang kakek. Saat di rasa ia sudah paham, lalu mengangguk." Iya kek, "
Pantas saja Brandon tak bisa menemukan Ayako. Karena sebenarnya sang pelaku berasal dari keluarga Ayako sendiri. Putra memang tak tahu banyak mengenai kehidupan keluarga Brandon di Jepang karena mereka pulang ke Indonesia setahun hanya dua atau tiga kali saja, itupun saat acara tertentu. Simpul benang yang rumit mulai sedikit demi sedikit terurai. Setidaknya masih ada harapan bisa bertemu dengan Ayako.
"Kau mau tidur di sini, atau pulang?" tanya Kakek.
"Pulang aja, kakak pasti udah nungguin kek,"
"Iya, pulang lah, ke sana dulu! Dia butuh sandaran untuk saat ini. Jangan lupa besok ajak ke mari. Cucu ku yang satu itu seolah lupa punya aku di dunia ini,"
"Ngga lupa kek, tapi kak Brandon sedang tidak baik-baik saja. Bukankah, saat Om dan tante ke Jakarta kalian sudah bertemu?"
"Iya, tapi kan beda. Sudah, sana pulang!" usir sang kakek.
"Ck, kakek tua ngusir cucu kesayangan nya ya?"
"Sudah tahu di usir ngga pulang, juga. Sudah, pulang sana!"
"Kakek, makasih ya!" Putra ber hambur memeluk sang kakek.
"Iya, sama-sama. Salam buat kakak mu. Aku punya tiga cucu tapi sibuk semua nya sendiri. Belum lagi yang satu malah sudah lama ngga berkunjung."
"Manda sedang sibuk sekolah kek. Kami pasti akan sering berkunjung."
"Iya, nenek masak tadi, mau makan dulu, atau mau di bawakan buat makan bersama Brandon."
"Di bungkus saja,"
Mereka berdua berjalan beriringan masuk ke dalam rumah. Sesekali terdengar gelak tawa dari keduanya. Pria beda generasi itu sangat kompak sekali.
"Ini, tuan muda makanan nya," seorang asisten rumah tangga menyerahkan paper bag warna hitam kepada Putra.
"Makasih," jawab nya mengambil paper bag itu.
"Sudah, kalian ngobrol nya?" tanya nenek yang melihat suami dan cucu nya masuk ke ruang keluarga.
"Sudah, nek. Putra pulang dulu, ya!" Pamit Putra pada sang nenek. Tak lupa ia mencium tangan nenek dan kakek nya.
"Hati-hati, di jalan! Salam untuk Brandon ya!" pinta sang nenek.
"Siap nek,"
Putra segera pulang ke rumah Brandon dengan membawa kabar gembira untuk sang kaka. Ia tak henti nya tersenyum karena sedang. Inilah seorang Putra Wijaya, selalu dingin terhadap orang-orang tapi hangat di dalam. Karena ia menunjukkan sikap bukan hanya kata.
Di lain tempat Alisya gelisah, seharian mengirim pesan kepada Putra belum ada balasan satu pun. Ini tak biasanya terjadi. Putra akan cuek dengan semua perempuan, tapi tidak pada Alisya. Laki-laki itu tidak akan mengabaikan nya. Tapi, hari ini entah kenapa Putra tak membalas pesannya.
"Duh, kemana aja sih, Putra. Ngga balas pesan ku dari pagi. Mau ngirim lagi, ogah. Harus nya dia lah, yang balas dulu." Ucap Alisya pada dirinya sendiri. Ia mondar-mandir di dalam kamar sambil menunggu pesan dari Putra.
Terkadang seperti itu, mau memulai tapi gengsi dan malu. Itulah yang di rasakan Alisya saat ini.
" Udah, lah. Gue tidur aja," Alisya meletakkan ponsel nya di meja kecil samping tempat tidur, dengan perasaan yang jengkel ia segera berbaring di ranjang empuk nya.
tenang aja, aku masih setia menunggu kok./Facepalm//Facepalm/
Perempuan yg tidak pernah marah, sekalinya dia marah konahan pun akan hancur🙂
tidak ada kata toxic di antara kalian
wish you all the best wat kalian