NovelToon NovelToon
ANTARA CINTA DAN DENDAM

ANTARA CINTA DAN DENDAM

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Balas Dendam / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Sania, seorang dokter spesialis forensik, merasakan hancur saat calon suaminya, Adam, seorang aktor terkenal, meninggal misterius sebelum pernikahan mereka. Polisi menyatakan Adam tewas karena jatuh dari apartemen dalam keadaan mabuk, namun Sania tidak percaya. Setelah melakukan otopsi, ia menemukan bukti suntikan narkotika dan bekas operasi di perut Adam. Menyadari ini adalah pembunuhan, Sania menelusuri jejak pelaku hingga menemukan mafia kejam bernama Salvatore. Untuk menghadapi Salvatore, Sania harus mengoperasi wajahnya dan setelah itu ia berpura-pura lemah dan pingsan di depan mobilnya, membuat Salvatore membawanya ke apartemen. Namun lama-kelamaan Salvatore justru jatuh hati pada Sania, tanpa mengetahui kecerdikan dan tekadnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 16

Papa Erwin memanggil Bima yang baru saja memberikan obat kepada Sania.

"Iya, Pak. Ada apa?" tanya Bima.

"Bim, lebih baik kamu nikahi Sania. Dan setelah itu pergilah yang jauh." jawab Papa Erwin.

Bima terdiam sejenak saat mendengar perkataan dari Papa Erwin.

Sania yang ikut mendengarnya, langsung bangkit dari tempat tidur.

Bima bangkit dari duduknya dan memapah Sania yang masih lemas.

"Kita akan melakukannya, San. Demi keselamatanmu,” ucap Bima dengan nada tenang.

Sania mengangguk pelan, matanya masih berkaca-kaca, namun ada secercah harapan di dalamnya.

Papa Erwin menatap kedua anak muda itu, wajahnya campur aduk antara lega dan cemas.

Malam itu juga mereka melakukan pernikahan sederhana.

Penghulu kepercayaan Papa Erwin telah datang dan duduk di hadapan mereka.

"Sania, apakah kamu sudah siap?" tanya Bima.

Sania menganggukkan kepalanya sambil tangannya menggenggam tangan Bima.

Bima menghela nafas panjang dan langsung menjabat tangan Penghulu.

"Saya terima nikahnya Sania Erwin binti Erwin dengan mas kawin berupa uang sebesar sepuluh juta dibayar tunai." ucap Bima dengan sekali tarikan nafasnya.

"Bagaimana saksi?"

"SAH!"

Papa Erwin memberikan doa restu untuk mereka berdua.

Setelah acara selesai, Papa meminta agar lekas pergi jauh.

Bima menganggukkan kepalanya dan sebelum ia pergi.

Ia mengirimkan email kepada Salvatore dimana ia mengundurkan diri sebagai dokter di laboratorium miliknya.

Subjek: Pengunduran Diri dari Laboratorium

Tuan Salvatore yang terhormat,

Dengan ini saya, Dr. Bima, mengundurkan diri dari posisi saya di laboratorium milik Anda, terhitung mulai hari ini. Alasan pengunduran diri ini bersifat pribadi dan tidak dapat ditunda. Saya telah menyelesaikan semua tanggung jawab medis dan administrasi yang ada, dan memastikan semua data yang menjadi tanggung jawab saya telah diamankan.

Saya harap keputusan ini dipahami, karena ini demi keselamatan dan kebaikan pribadi saya, serta orang-orang yang saya lindungi. Tidak ada hal lain yang ingin saya sampaikan, selain bahwa hubungan profesional kita berakhir di sini.

Terima kasih atas kesempatan dan kepercayaan yang pernah diberikan.

Hormat saya,

Dr. Bima

Setelah mengirim email tersebut, Bima menarik napas panjang.

Ia menatap Sania yang duduk di sampingnya dengan mata yang masih sedikit berkaca-kaca.

“Kita harus pergi sekarang, San. Jauh dari semua ini. Tidak ada yang boleh menemukan kita,” ucap Bima.

Sania mengangguk pelan, menahan rasa cemas yang masih tersisa, tapi ada secercah harapan di hatinya.

Mereka berdua keluar dari rumah rahasia itu, melangkah ke mobil yang telah Bima siapkan.

Mobil hitam itu menyelinap di jalanan kota malam hari, jauh dari pandangan siapapun.

Di sepanjang perjalanan, Sania memejamkan mata, mencoba melepaskan trauma yang masih menghantuinya, sementara Bima fokus mengemudi, menatap jalan dan menjaga ketenangan istrinya.

“Bim, aku takut,” bisik Sania pelan.

“Tidak usah takut, San. Ada aku disini." ucap Bima.

Mereka menuju sebuah tempat terpencil, rumah kecil yang telah Bima siapkan.

Sementara itu di tempat lain, Salvatore sedang duduk sambil menikmati cerutu nya.

Ia duduk menunggu kabar dari anak buah mereka yang belum bisa menemukan keberadaan Sania.

"Shelena, dimana kamu?" gumam Salvatore sambil memejamkan matanya.

Salvatore membuka laptopnya dan ia membuka kotak masuk email nya.

Di kotak masuk, sebuah email baru muncul dari Bima. Salvatore membuka email itu, membaca setiap kata dengan perlahan, napasnya memburu, matanya menyipit:

Subjek: Pengunduran Diri dari Laboratorium

Tuan Salvatore yang terhormat,

Dengan ini saya, Dr. Bima, mengundurkan diri dari posisi saya di laboratorium milik Anda, terhitung mulai hari ini. Alasan pengunduran diri ini bersifat pribadi dan tidak dapat ditunda. Saya telah menyelesaikan semua tanggung jawab medis dan administrasi yang ada, dan memastikan semua data yang menjadi tanggung jawab saya telah diamankan.

Saya harap keputusan ini dipahami, karena ini demi keselamatan dan kebaikan pribadi saya, serta orang-orang yang saya lindungi. Tidak ada hal lain yang ingin saya sampaikan, selain bahwa hubungan profesional kita berakhir di sini.

Terima kasih atas kesempatan dan kepercayaan yang pernah diberikan.

Hormat saya,

Dr. Bima

Salvatore menekan ujung jarinya ke meja dengan keras, suara dentingannya terdengar jelas di ruangannya yang sepi.

“Dia berani meninggalkanku,” gumamnya pelan, suara rendah dan dingin seperti es.

Ia menutup laptop dengan satu gerakan kasar, lalu menatap ke arah kota yang gemerlap dari jendela besar kantornya.

Lampu-lampu kota tampak kecil dan tak berdaya di bawah kekuasaannya, tapi untuk pertama kalinya, rasa frustrasi dan kehilangan menyelimuti hatinya.

"Shelena pergi dan Bima mengundurkan diri. Sepertinya ada yang tidak kebetulan." gumam Salvatore sambil tersenyum sinis.

Ia mengambil ponselnya dan meminta mereka untuk mencari keberadaan Bima.

"Jika kamu mengkhianati ku, Shelena. Aku janji akan membuat hidupmu seperti neraka." ucap Salvatore.

Salvatore menutup ponselnya dan bangkit dari tempat duduknya.

Disisi lain dimana Mobil berhenti di depan rumah kecil dan sederhana yang tersembunyi di balik pepohonan.

Lampu kuning redup dari teras membuat tempat itu terlihat hangat.

Bima mematikan mesin mobil, lalu bergegas keluar.

Ia membuka pintu depan dan menunduk ke arah Sania yang sudah sangat lemas.

“San, kita sudah sampai,” ucapnya lembut.

Sania membuka mata perlahan, wajahnya pucat karena kelelahan dan tekanan batin yang belum juga mereda.

Melihat kondisi itu, Bima langsung mengangkat tubuh Sania tanpa ragu.

Ia membopongnya dengan hati-hati, seolah Sania adalah sesuatu yang sangat rapuh dan berharga.

“Aku bisa jalan sendiri, Bim…” bisik Sania lirih.

“Tidak apa-apa. Kamu butuh istirahat,” jawab Bima pelan.

Dengan langkah hati-hati, ia membawa Sania melewati ruang tamu kecil yang penuh barang-barang sederhana yang menandakan rumah itu sudah ia persiapkan jauh sebelum hari ini, mungkin tanpa sadar menyiapkan pelarian untuk mereka berdua.

Bima mendorong pintu kamar yang sudah ia rapikan sebelumnya.

Sprei sudah terhampar rapi, udara kamar berbau lembut sabun dan kayu pinus.

Ia meletakkan Sania di atas ranjang, membenarkan posisi bantal di bawah kepalanya.

“Bim…”

Sania memegang pergelangan tangannya, mencegah Bima menjauh.

Bima menatapnya lembut. “Aku di sini, San. Aku nggak ke mana-mana.”

“Aku, masih takut,” suara Sania bergetar, matanya penuh trauma yang belum padam.

Bima duduk di sisi tempat tidur dan menggenggam tangan Sania erat.

“Kamu aman sekarang. Tidak ada yang bisa menyentuhmu. Tidak ada yang bisa menemukanmu… selama aku ada di sini.”

Sania menarik napas pelan.

Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, ia merasa bisa sedikit bernapas.

“Aku janji, akan jaga kamu. Apa pun yang terjadi.”

Bima duduk setia di samping ranjang, memastikan Sania tidur dengan tenang.

Tangannya tidak pernah melepas genggaman Sania, seolah itu satu-satunya cara untuk memastikan ia tetap aman dari bayang-bayang Salvatore.

Di luar, angin malam menggesekkan dedaunan, namun tidak lagi terdengar mengancam.

Karena untuk sementara, dunia mereka jauh dari kejaran siapa pun.

1
kalea rizuky
buat pergi jauh lahh sejauh jauhnya
kalea rizuky
biadap
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!