NovelToon NovelToon
Cinta Yang Sederhana

Cinta Yang Sederhana

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / Cinta setelah menikah / Istri ideal / Slice of Life
Popularitas:6.5k
Nilai: 5
Nama Author: De Shandivara

Aditya patah hati berat sebab Claudia—kekasihnya— memilih untuk menikah dengan pria lain, ia lantas ditawari ibunya untuk menikah dengan perempuan muda anak dari bi Ijah, mantan pembantunya.

Ternyata, Nadia bukan gadis desa biasa seperti yang dia bayangkan sebelumnya. Sayangnya, perempuan itu ternyata sudah dilamar oleh pria lain lebih dulu.

Bagaimana kisah mereka? Ikuti kisahnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon De Shandivara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 16. Bagaimana Jika Hamil?

“Kamu hamil kali, Nad?”

“Enggak, Mbak!” sentak Nadia seketika pada rekan kerjanya.

Ia yang sepanjang hari itu terlihat pucat dan sangat lemas, teman-teman di kantornya mengira ada yang salah dengan kondisi tubuh Nadia.

Ia terlihat sangat lesu sejak datang dan berulang kali berlari kecil menuju toilet hanya untuk membuang isi perutnya.

Semua rekan kerja satu ruangan berbisik membicarakan kondisi Nadia yang tidak fit seperti biasanya. Ada kalanya, Nadia harus kembali berlari bahkan sebelum dia sempat mendudukan diri di kursinya.

Ia terlihat sangat letih dan kehabisan energi. Di waktu makan siang semua teman kerja mendekat dan bertanya tentang keadaannya. Nadia hanya bisa merebahkan diri di atas meja dengan berantalkan lengan.

Semakin siang mualnya sudah berkurang. Namun, ia sudah terlalu lemas terkuras habis energinya, sedangkan masih banyak pekerjaan yang harus dia kerjakan.

“Sudah cek kandungan? Tespek minimal,” tanya salah satu rekan perempuannya, Diba.

“Soalnya aku juga begitu dulu pas awal hamil anakku. Mual, enek, gak bisa ngapa-ngapain. Coba beli tespek, Nad. Aku order-in di apotek by online, ya?”

Nadia hanya mengangguk dan mengiyakan saran itu, bukan benar-benar akan menjalankan saran itu. Akan tetapi daripada semua orang menyangka dirinya hamil, dia tidak mau mendengar hal itu.

Ia menolak kemungkinan itu. Nadia tidak mau jika benar rasa mual-mual yang menyiksa sejak subuh tadi adalah karena dia sedang hamil karena ia takut jika ia hamil berarti kejadian pada malam itu berarti benar adanya.

Tangannya terkepal di bawah meja. Dia ingin marah! Sangat marah, mengingat kejadian terakhir sebelum ia tak sadarkan diri, saat itu ia dipukul hingga pingsan saat di dalam hotel itu, itu sungguh sudah termasuk penghinaan terhadap seorang perempuan apalagi kalau benar sampai dile-cehkan.

Bibirnya bergerak dan bergetar, ia ingin menangis sebab hatinya teriris begitu mengingat kejadian itu. Ia takkan pernah bisa melupakan kejadian dan kebengisan Bisma di hari itu.

Andai waktu bisa diputar, ia tidak pernah mau menuruti perintah Bisma yang memintanya datang ke kafe, lalu menyuruhnya berganti tempat pertemuan di dalam hotel.

.

.

Waktu pulang tiba, Aditya rupanya sudah berada di halaman parkir kantornya.

Dari kejauhan, Nadia melihat suaminya yang sedang berdiri di depan pos penjaga dan tengah berbincang dengan satpam kantor sambil keduanya beradu asap rokok.

Hatinya berbisik, bahkan pria yang kini menjadi suaminya adalah orang yang seharusnya tidak bertanggung jawab atas apa yang menimpanya.

Ia merasa bersalah, sangat bersalah.

“Nad, di sini!” teriak Aditya yang terlanjur melihatnya yang berdiri di dekat pintu.

Pria itu melambai padanya, Nadia lantas mengangkat tangan tak begitu tinggi untuk membalas lambaian tangannya. Tersenyum sekilas sambil mengusap satu tetes air mata dan berjalan cepat mendekat pada Aditya.

“Yuk, Pak, saya pulang dulu. Istri saya sudah keluar,” ujar Aditya berpamit pada satpam yang diajaknya bercerita. Lantas langsung mematikan rokoknya, lalu membuang putungnya ke tempat sampah.

Dia membukakan pintu mobilnya untuk Nadia.

“Muhun, A Adit. Mari saya bantu parkirkan, ... terus, terus. Ya, kiri. Hup.” Satpam itu membantu memarkirkan mobil Aditya supaya bisa keluar ke jalan raya dengan aman.

Aditya merogoh loker, lalau memberikan uang kepada satpam itu. Meski si satpam mengatakan bahwa aturan dari di kantor satpam tidak boleh menerima uang parkir karyawan atau pun tamu yang datang. Namun, Aditya tetap memberikan selembar uang pecahan seratus ribuan kepada satpam itu.

“Buat ganti beli rokok, A. Makasih tadi rokoknya,” kata Aditya di dekat jendela mobilnya sebelum ditutup.

"Makasih, A Adit!"

Nadia lantas menyodorkan tangan, Aditya langsung merogoh sakunya, di sisi samping kanan, kiri, dan belakang.

Dia tidak membawa dompet. Dia mencari di lubang-lubang dan sela sekitar pintu mobil, juga di loker dashbord, tidak ada uang.

“Gak ada cash, Nad. Nanti, ya.”

Nadia mengernyit. “Nadia gak lagi minta uang, A.”

“Lah terus, itu apa? Kenapa tangannya begitu?”

“Ini? Nadia mau salim, A.”

Setelah ber-oh, Aditya langsung memberikan tangan kanannya, membiarkan Nadia mencium punggung tangannya. Semula yang Aditya pikir, sebab ia memberikan uang ke pada satpam tadi, lantas Nadia iri ingin minta dikasih uang juga.

Dia terkikik di dalam hati.

“Dan tumben-tumbennya, dia minta salim?” Dalam hatinya bertanya-tanya.

“Ngapain tadi berdiri lama di depan pintu?” tanya Aditya di tengah kebisuan mereka.

Nadia menjawabnya dengan gelengan kepala.

Lama perempuan itu hanya menunduk tanpa berbicara.

Aditya yang tak mengerti, dia mengusap belakang kepala istrinya. Nadia menghindar. Ia bukan tidak ingin, hanya saja tidak merasa tidak pantas mendapat perlakukan seperti itu dari pria mana pun lagi saat ini.

“Kenapa? Aku ada salah?”

Nadia menggeleng. “A, menurutmu wanita sepertiku masih pantas hidup atau tidak?”

Seketika Aditya menoleh kepada perempuan di sampingnya yang sudah berkaca-kaca saat menatapnya dan suara yang bergetar saat berbicara.

“Maksudnya apa, Nad?”

“Nadia sudah gak suci lagi, A. Kamu tahu itu. Aku merasa gak pantas untuk dicintai oleh pria manapun lagi. Aku hina dan aku kotor, A,” ujarnya sambil tersedu sedan.

Nadia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, membiarkan air matanya mengalir dalam sunyi.

Hatinya semakin teriris, mengingat betapa dia selama ini mencoba menjaga dirinya dari sentuhan pria mana pun, tetapi kini dia sudah ternoda oleh pria yang bahkan seharusnya tidak berhak menyentuhnya.

“A Adit pasti juga mikir kalau seorang Nadia yang ini. Perempuan yang berpenampilan tertutup ini terlalu munafik, kan, A? Di matamu, aku ini menjijikan, kan, A? Aa yang bahkan sudah menjadi suami Nadia pun tidak mau tidur sekamar. Aa jijik, kan sama aku?”

“Nad, bukan begitu. Dengar.”

“Aku wanita yang kotor, A. Meski kamu telah menikahiku, aku tetap merasa tidak pantas untuk dicintai siapa pun lagi karena sekarang aku tengah hamil. Hamil anak hasil perbuatan kotor yang aku lakukan yang tidak kuketahui bagaimana mungkin ini bisa terjadi di hidupku.”

“Apa, Nad?! Kamu hamil?!”

Aditya menepikan mobilnya. Jantungnya seakan terlepas dari tempatnya begitu perempuan di sisinya mengatakan jika dirinya tengah hamil.

Aditya tahu, sejak lama ia sudah menyangka jika kejadian ini bisa saja terjadi. Ia tidak bisa menolak atas kehendak takdir karena apa yang saat itu dilihatnya jelas nyata, bukan mimpi belaka.

Namun, ia pun tidak bisa menyalahkan Nadia sepenuhnya jika benar wanita itu sedang hamil sebab peristiwa itu bukan murni salahnya.

Aditya menutup wajahnya, lalu menyugar rambutnya. Seperti ia tangah memikul beban yang sangat berat di pundaknya saat ini.

"Sabar, kamu harus bersabar, Aditya." Hatinya terus berbisik, menuntunnya untuk tetap tenang dan mengambil napas dalam-dalam.

Ia memukul-mukul dahinya yang pening. Dia menyandarkan punggungnya dan memejamkan matanya.

Cukup lama Aditya berdiam di posisi seperti itu, ingin mencoba menenangkan pikiran.

Nadia menyentuh lengannya, bertanya untuk memastikan.

“A?” tanya Nadia seraya sedikit menggoyangkan lengan Aditya untuk memastikan jika pria itu masih tersadar, tidak sedang pingsan.

Aditya bergerak. Dia membuka matanya yang memarah, dia menutup wajahnya kembali dan menggosoknya kuat-kuat.

"Argggh!"

“A? Kamu gapapa, A?”

Brak! Aditya memukul setir kemudi.

“Gapapa apanya, Nad?! Aku gak melakukan apapun ke kamu, tapi kenapa aku yang harus menanggung semua ini, Nad! Kenapa aku?! Sekarang aku juga yang harus menanggung bayi yang kamu kandung itu?” sentaknya di depan wajah Nadia.

Perempuan itu sontak bergetar tubuhnya. Ia tersentak, lalu menutup mulutnya, dan air mata tidak bisa lagi ditangguhkan untuk tidak jatuh.

1
Niar Zahniar
novel selalu rumit thor
darsih
Nadia ayok suami nya nyusul ke kampung
Ayu
di tunggu up nya lagi yaa

semangat /Determined/
hello shandi: Makasih, Kak Ayu🥰
total 1 replies
darsih
aditilya ada2 aja takut SM kecoa
hello shandi: Hehehe....
total 1 replies
darsih
kasihan Aditya nada
darsih
Aditya kasihan bngt
hello shandi: Hehehe. Kata Nadia : rasain deh
total 1 replies
Ayu
kalau berhenti setidaknya bikin ending yang melegakan hati yah Thor /Ok/
ayuk Up lagiih hehee
Ayu
bagus kok , terusin up nya saya tunggu
hello shandi: makasih kak😊
total 1 replies
darsih
Claudia pinter bngt kmaren aja ninggalin Adit
darsih
pasti Claudia yg dteng tuh
darsih
s Bisma eror suami istri pelukan malah ngajaknribuk SM Aditia
darsih
aduh JD penasaran siapa ya
darsih
GC juga Aditia d sofa pun jadi
hello shandi: wkwkwk 😅😅
total 1 replies
Niar Zahniar
ampun deh si aditia, , dlu elham irit bicara imi aditia ngoceh aja kerja nya
hello shandi: iya kebalikannya nih
total 1 replies
darsih
wkwkwkwwkwk
aditi Aditia kocak beud masak masih amatiran
Indah Lestari
jgn2 kamu bkn is3 k2 Nad...bs jadi is3 k10 atw 20....
darsih
Aditya ternyata playboy Nadia baru tau kelakuan Aditya
darsih
Nadia. masih perawan Adit JD kudu sabar
darsih
modus s Aditia 😀😀
Agnes Gulo
semangat kk utk UP, nih cerita gak kalah seru dr kisah elham dan dita 😍
hello shandi: Hehehe, okey👍🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!