Fenomena pernikahan tidak selalu berjalan sesuai harapan. Pengkhianatan pasangan menjadi salah satu penyebab utama keretakan rumah tangga. Dalam banyak kasus, perempuan sering menjadi pihak yang dirugikan. Namun, di tengah luka dan kekecewaan, tak sedikit perempuan yang mampu bangkit dan membuka hati terhadap masa depan, termasuk menerima pinangan dari seorang pria.
Pertemuan yang tak terduga namun justru membawa kebahagiaan dan penyembuhan emosional.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cumi kecil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 16 KEJUTAN UNTUK SOFIA.
Setibanya di rumah, suasana terasa aneh. Sepi, lampu teras menyala seperti biasa, namun pintu depan tidak dikunci. Sofia mendorong pintu pelan, masuk perlahan. Jantungnya mulai berdetak lebih cepat.
Begitu kakinya melangkah ke ruang tengah, dunia seakan berhenti.
Di lantai ruang tamu, tergeletak pakaian. bukan miliknya. Bra berenda merah muda. Blus tipis dengan parfum menyengat yang tidak ia kenali. Sepasang sepatu hak tinggi tergeletak miring, tergesa-gesa seperti ditanggalkan dalam buru-buru.
Darah Sofia seakan menguap dari tubuhnya.
Tubuhnya membeku. Napasnya tercekat.
Dengan langkah berat, ia berjalan menuju kamar. Pintu sedikit terbuka. Dari celah kecil itu, terdengar suara tawa… lirih, manja, dan bukan suaranya.
Sofia menutup mata sejenak, menggenggam erat gagang pintu.
Saat itu, dia tahu. semua mimpi yang dibangunnya bersama Ilham… telah runtuh.
Bukan hanya dugaan. Bukan hanya kecurigaan.
Tapi nyata.
Terlalu nyata.
Dengan tangan gemetar, ia melepaskan genggaman dari pintu. Ia tidak ingin melihat lebih banyak lagi. Ia tidak perlu bukti tambahan. Semua ini sudah cukup.
Sofia mundur perlahan, mengambil tasnya, dan melangkah keluar.
Air mata jatuh, tapi tidak lagi karena lemah.
Hari ini… adalah hari terakhir ia diam. Hari terakhir ia berpura-pura kuat untuk orang lain, sambil menunda menyelamatkan dirinya sendiri.
Esok, ia tahu. harus ada yang berubah.
Dan Sofia… siap untuk itu.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Umi menoleh ke arah jendela. “Siapa malam-malam begini?”
Abi bangkit, ikut melihat. Dan saat pintu terbuka, tubuh Sofia muncul di ambang pintu. wajahnya pucat, mata merah, dan langkahnya seperti orang yang kehilangan arah.
“Ya Allah… Sofia?” Umi buru-buru menghampiri.
Abi langsung berdiri penuh waspada. Bang Dafi, yang turun karena mendengar suara pintu, berhenti di anak tangga dengan napas tertahan.
Sofia berdiri mematung di ruang tengah. Ia masih mengenakan pakaian yang sama seperti sore tadi, tapi kini kusut. Mata sembabnya berbicara lebih banyak dari kata-kata.
“Kenapa, Nak? Kamu kenapa balik malam-malam begini?” tanya Umi, menyentuh pipi Sofia yang dingin.
Sofia menelan ludah, mencoba bicara, tapi suaranya tercekat. Ia hanya memandang satu per satu wajah keluarganya, lalu akhirnya berkata lirih:
“Dia bawa perempuan itu… ke rumah.”
Seisi ruang tiba-tiba membeku.
Abi terdiam, rahangnya mengeras.
Umi perlahan menurunkan tangannya dari pipi Sofia, seakan tubuhnya kehilangan tenaga.
Bang Dafi langsung turun dari tangga, menghampiri adiknya. “Apa maksud kamu?” suaranya rendah, bergetar menahan marah.
Sofia menahan isak. “Aku pulang lebih awal… karena nggak tenang. Dan… pas aku buka pintu rumah… aku lihat pakaian wanita berserakan di lantai. Blus, bra, sepatu. Aku dengar suara desahan dari kamar. Aku nggak perlu lihat lebih dari itu.”
Ia terisak, tubuhnya mulai gemetar. “Rumah yang aku jaga, tempat aku bangun pagi-pagi masakin dia, tempat aku shalat… tempat itu dipakai buat ngelakuin hal sehina itu…”
Umi menutup mulut, menangis. Abi berdiri kaku dengan tatapan menunduk, napas berat keluar perlahan dari hidungnya.
Sementara Dafi mengepalkan tangan. “Kurang ajar… laki-laki itu keterlaluan!”
“Bang…,” Sofia cepat menahan, “Jangan sekarang. Aku belum kuat ngelihat dia. Aku belum siap… Tapi aku nggak akan diam. Aku cuma butuh semalam aja… buat istirahat. Di sini.”
Dafi menatapnya lama. Ia ingin pergi malam itu juga, menuntaskan amarahnya. Tapi tatapan Sofia memintanya untuk menahan diri.
Abi akhirnya berkata pelan, tapi tegas, “Kamu nggak perlu kembali ke rumah itu, Nak. Malam ini kamu di sini. Besok kita bicara lagi. Tapi satu hal kamu harus tahu… kamu sudah cukup berjuang. Kamu nggak salah.”
Sofia menangis lagi. Tapi kali ini bukan karena lemah, melainkan karena ia merasa aman.
Di tengah reruntuhan hidupnya, setidaknya satu hal masih utuh: keluarganya. Dan itu… cukup untuk membuatnya berdiri kembali esok hari.
lanjutkan Thor 🙏🙏🙏