NovelToon NovelToon
Renkarnasi Letnan Wanita

Renkarnasi Letnan Wanita

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Balas Dendam
Popularitas:5.7k
Nilai: 5
Nama Author: kegelapan malam

Ketika seorang jenderal militer yang legendaris menghembuskan napas terakhirnya di medan perang, takdir membawanya ke dalam tubuh seorang wanita polos yang dikhianati. Citra sang jenderal, kini menjadi Leticia, seorang gadis yang tenggelam di kolam renang berkat rencana jahat kembarannya. Dengan ingatan yang mulai terkuak dan seorang tunangan setia di sisinya.

Pertempuran sesungguhnya dimulai, bukan dengan senjata, melainkan dengan strategi, intrik, dan perjuangan untuk memperjuangkan keadilan untuk dirinya...

apakah Citra akan berhasil?

selamat datang di karya pertamaku, kalau penasaran ikuti terus ceritanyaa...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kegelapan malam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

24

...~flashback on~...

Di sebuah rumah yang jauh dari kemegahan, di antara tumpukan lukisan yang tak pernah laku, nenek Olivia Jhonson menatap potret dirinya dan kembarannya, Sophia Jhonson, yang lebih dikenal sebagai Nenek Sophia.

Wajah mereka identik, namun takdir memisahkan mereka. Nenek Olivia, dengan mata yang selalu memancarkan kepahitan, menggenggam erat tangan kecil putrinya.

"Dengar baik-baik, Nak," kata nenek Olivia, suaranya sarat dendam.

"Ibumu ini seharusnya hidup bahagia. Aku mencintai James Anderson dengan sepenuh hati, jauh sebelum dia bertemu Sophia. Tapi keluarga ini, keluarga Jhonson, mereka serakah. Mereka hanya melihat kekayaan. Mereka menjodohkan James dengan kembaranku, Sophia hanya demi bisnis. Mereka merampas kebahagiaanku. Mereka mengambil hakku atas warisan, membuatku hidup dalam kemiskinan dan kegelapan, sementara Sophia hidup dalam kemewahan dan dipuja."

Anak kecil itu mendengarkan setiap kata dengan saksama. Setiap cerita, setiap keluhan, setiap air mata ibunya, menanamkan benih kebencian yang dalam di hatinya. Nenek Olivia tak henti-hentinya menceritakan bagaimana ia diasingkan, bagaimana orang tuanya seolah hanya peduli pada kesuksesan Sophia dan keluarga Johnson yang kaya raya.

Ia membentuk anaknya menjadi penerus dendamnya, sebuah alat untuk membalas semua ketidakadilan yang ia rasakan. Anak itu tumbuh dengan keyakinan bahwa ia harus membalaskan dendam ibunya, mengambil kembali apa yang "dirampas" dari mereka. Ia bersumpah akan membuat keluarga Johnson menderita, seperti ibunya menderita.

...~flashbcak off~...

...~flashback on~...

Suatu hari Petricia Anderson duduk sendirian di sebuah kafe terpencil, jauh dari keramaian Jakarta Pusat. Jemarinya dengan gelisah mengaduk kopi pahit di depannya. Pikirannya kalut. Hubungannya dengan Max sudah di ujung tanduk, dan posisinya di mata keluarga, terutama Nyonya Clara, terasa semakin terpojok sejak Leticia Anderson tiba-tiba sadar dari komanya. Kecemburuan dan kebencian terhadap Leticia telah lama menggerogoti hatinya, namun ia merasa tak berdaya.

Tiba-tiba, sebuah suara lembut namun tegas menyapa dari balik punggungnya. "Petricia Anderson?"

Petricia menoleh. Seorang wanita paruh baya, anggun dengan aura dingin yang kuat, berdiri di samping mejanya. Wanita itu memiliki kemiripan samar dengan Nyonya Clara, terutama di bagian mata dan bentuk wajah.

Namun, ada ketajaman dan kekejaman yang jelas di sorot matanya yang tidak pernah dimiliki Nyonya Clara. Ia mengenakan setelan bisnis yang rapi, dan senyum tipisnya terasa lebih seperti seringai.

"Maaf, Anda siapa?" tanya Petricia bingung.

Wanita itu tersenyum lebih lebar, duduk di hadapan Petricia tanpa diundang. "Namaku Clarissa Anderson. Aku adalah anak dari kembaran Sophia Anderson."

Mata Petricia membelalak. Clarissa Anderson? Nama itu dikenalnya dari cerita-cerita samar keluarga, bibi jauh atau kerabat yang sudah lama tidak terlihat. "Bibi Clarissa?"

Clarissa mengangguk pelan. "Aku tahu tentang masalahmu, Petricia. Tentang Leticia. Tentang betapa kau merasa terasingkan di keluargamu sendiri." Suaranya terdengar penuh pengertian, namun ada nada manipulatif yang terselip. "Kudengar kau membenci Leticia. Aku juga begitu. Aku membenci seluruh keluarga Johnson. Mereka telah merampas segalanya dari ibuku, Olivia Jhonson, kekasih ibuku, posisinya, warisannya."

Petricia terkejut. Ia tidak tahu ada dendam semacam ini dalam keluarga. "Maksud Anda?"

"Keluargamu, terutama kakek dan nenek buyut mu, menjodohkan laki-laki yang dicintai ibuku, James Anderson, dengan ibunya Clara, nenek Shopia. Padahal, James adalah pria yang ibuku cintai. Mereka merampas kebahagiaan ibuku demi keuntungan bisnis," Clarissa menjelaskan, matanya memancarkan kebencian yang mendalam.

"Dan mereka menjadikannya pewaris utama semua yang seharusnya juga menjadi milik ibuku. Bahkan Nenek Hazel, seolah lebih menyayangi Shopia dan James. Ibuku pergi, ia bersumpah akan kembali dan mengambil semua yang menjadi haknya. Dan aku akan mewujudkan sumpah itu."

Petricia mendengarkan dengan saksama. Kata-kata Clarissa bagaikan siraman bensin ke api kebencian di hatinya.

"Tapi... apa hubungannya denganku dan Leticia?"

"Leticia adalah pewaris utama keluarga ini, sama seperti bibi Shopia dulu," Clarissa menjelaskan.

"Dan kau, Petricia, kau adalah alatku. Aku sudah mengawasimu. Kau membenci Leticia. Kau menginginkan Max. Aku bisa membantumu mendapatkan semua yang kau inginkan. Max, kekayaan, dan posisi sebagai satu-satunya putri keluarga Anderson yang disayangi. Kau bantu aku menyingkirkan Leticia, dan kita sama-sama menang."

Mata Petricia berbinar. "Menyingkirkan Leticia?"

Clarissa mengangguk. "Tentu saja. Dan aku punya cara, koneksi, dan uang untuk melakukannya. Aku akan membantumu. Kau hanya perlu mengikuti perintahku, dan aku akan memberimu semua yang kau inginkan."

Dari situlah, Petricia mulai terjerat dalam jaring manipulasi Clarissa. Clarissa Johson adalah dalang di balik semua rencana jahat, menggunakan kebencian Petricia sebagai alatnya. Dia adalah sosok yang menggerakkan Reza, mengatur Rendi, dan memerintahkan segala serangan.

...~flashbcak off~...

Beberapa hari setelah Max pulih sepenuhnya dan kembali ke rutinitas kerja, ia menerima panggilan telepon dari Bram. Suara Bram terdengar serius, bahkan tegang.

"Max, aku punya kabar buruk," kata Bram tanpa basa-basi. "Petricia... dia ditemukan tewas. Di sebuah gudang terbengkalai di pinggiran kota. Kondisinya... mengenaskan."

Max menjatuhkan pulpennya. Wajahnya memucat, matanya membelalak tak percaya. "Apa?! Petricia? Bagaimana bisa?"

"Polisi masih menyelidiki, tapi ini jelas bukan perampokan biasa. Ada pesan samar yang ditinggalkan di lokasi, mengindikasikan ini adalah hukuman... dari sosok itu," Bram menjelaskan, suaranya berat.

"Aku sudah memberitahu Paman William dan Bibi Clara. Mereka... sangat terpukul."

Max segera menutup telepon, pikirannya kalut. Petricia tewas? Dibunuh? Ia segera menghampiri Leticia yang sedang membaca di ruang keluarga.

"Tia, aku punya kabar buruk," kata Max, suaranya tercekat.

"Petricia... dia meninggal. Dibunuh."

Leticia merasakan darahnya berdesir dingin. Firasat buruknya terbukti. Ini adalah ulah sosok itu. Ia memeluk Max erat, mencoba menenangkan pria itu yang tampak syok.

Suasana di rumah duka dan selama proses pemakaman Petricia Anderson sungguh pilu. Langit mendung seolah ikut berduka, menumpahkan gerimis tipis yang membasahi nisan baru. Aroma bunga melati dan dupa memenuhi udara, bercampur dengan bau tanah basah.

Nyonya Clara Anderson adalah yang paling terpukul. Wanita paruh baya itu berdiri di sisi liang lahat, tubuhnya gemetar tak terkendali, wajahnya sembab karena menangis tak henti-henti. Air matanya terus mengalir tanpa henti, membasahi kain hitam yang ia kenakan. Tuan William Anderson mencoba menopangnya, memeluk istrinya erat, namun ia sendiri juga tampak hancur. Petricia, terlepas dari segala kenakalan dan sifat memberontaknya, tetaplah putri mereka, darah daging mereka.

Seorang ibu tidak akan pernah siap mengubur anaknya. Nyonya Clara tak henti-hentinya bergumam

"Putriku... mengapa ini terjadi padamu? Maafkan Ibu, Petricia..." Hatinya hancur. Ia tidak tahu menahu tentang kejahatan yang dilakukan Petricia, hanya menganggap putrinya adalah korban tak bersalah dari sebuah kejahatan misterius dan keji.

Keluarga Bailey Max, Tuan David Bailey, dan Nyonya Emily Bailey juga hadir, memberikan dukungan moral. Max berdiri di samping Leticia, tatapannya sedih dan penuh empati. Ia memang tidak memiliki kedekatan emosional dengan Petricia, bahkan sempat menjadi korban intriknya, namun kematian yang tragis ini tetap mengejutkan dan menyisakan duka. Ia merasakan empati yang dalam untuk Nyonya Clara yang begitu terpukul.

Leticia berdiri di samping Max, mengenakan pakaian serba hitam. Di luar, ia menunjukkan ekspresi duka yang wajar, memeluk Nyonya Clara dengan tulus, dan menopangnya saat wanita itu hampir terjatuh. Namun, di dalam hatinya, badai emosi yang jauh lebih kompleks berkecamuk.

m

"Putriku... Petricia..." Nyonya Clara kembali meratap, memeluk Leticia erat. "Kenapa ini harus terjadi? Siapa yang tega melakukan ini padanya?"

Leticia membalas pelukan ibunya, air mata yang ia keluarkan adalah campuran kesedihan untuk Nyonya Clara, rasa keadilan yang dingin, dan kemarahan membara. Ia belum tau siapa yang tega melakukan ini. Sosok itu begitu kejam, bahkan terhadap pionnya sendiri. Kilas balik tentang nenek Olivia kembaran dari nenek Shopia yang mungkin menjadi sosok misterius itu. Ia teringat kilas baliknya sendiri tentang masa lalu Citra, bagaimana ia bersumpah untuk melindungi keturunan Nenek Sophia dari bahaya. Dan kini, bahaya itu telah menunjukkan wajahnya yang sesungguhnya.

Beberapa hari setelah pemakaman, Leticia kembali ke apartemen bersama Max. Suasana masih diselimuti duka, namun Leticia tahu ia tidak bisa berlama-lama larut dalam kesedihan. Ia memiliki misi. Dan untuk menjalankan misi itu, ia tahu ia harus jujur kepada Max. Ia tidak bisa lagi menyembunyikan identitas aslinya. Max adalah suaminya, rekannya. Dia pantas tahu kebenaran yang mengerikan ini.

Malam itu, setelah Max tertidur pulas di kamar mereka, Leticia duduk di tepi tempat tidur, menatap wajah damai suaminya. Ia mengelus pipi Max lembut. Ini adalah saatnya. Ia harus memberitahunya.

Ia tahu Max adalah pria yang berpikiran terbuka, tetapi kebenaran tentang transmigrasi jiwa, tentang dirinya yang adalah seorang jenderal dari masa lalu, bisa mengguncang siapa pun. Namun, demi melindungi Max dan keluarganya dari dalang yang kejam itu, ia harus mengambil risiko ini.

Max menggeliat, perlahan membuka matanya. Ia tersenyum tipis melihat Leticia duduk di sampingnya.

"Tia? Kenapa belum tidur?" suaranya serak karena baru bangun.

Leticia mengambil napas dalam-dalam. "Max, ada yang ingin aku bicarakan. Ini sangat penting."

Max mengangguk, mencoba bangkit, menyandarkan punggungnya ke sandaran tempat tidur. "Ada apa? Kau terlihat serius."

"Ini tentang aku. Tentang siapa aku sebenarnya," Leticia memulai, suaranya bergetar karena gugup, namun penuh tekad.

"Aku bukan sepenuhnya Leticia yang kau kenal. Jiwaku adalah... jiwa seorang jenderal dari masa lalu. Nama asliku Citra. Aku di sini karena sebuah sumpah yang kubuat untuk melindungi keluarga Anderson, jauh sebelum aku berada di tubuh Leticia."

Max menatapnya, ekspresinya berubah. Ada kebingungan, sedikit rasa tidak percaya, tapi juga keingintahuan yang besar di matanya. Ia mencoba memproses kata-kata Leticia.

"Apa... apa yang kau bicarakan, Tia? Jenderal? Sumpah?"

KRING! KRING!

Tiba-tiba, alarm keamanan apartemen berbunyi nyaring, memecah keheningan malam yang intens. Lampu-lampu berkedip merah, sirene melengking memekakkan telinga.

"Intruder Alert! Intruder Alert!" Suara otomatis itu menggema di seluruh ruangan.

Max langsung tersentak, naluri protektifnya bangkit. Ia segera meraih pistol di nakas. Wajahnya mengeras.

"Apa-apaan ini?! Keamanan baru saja diperketat sampai tingkat militer!"

Leticia juga langsung siaga penuh. Insting jenderalnya mengambil alih. Rahasia yang nyaris terungkap itu kembali tertunda, digantikan oleh ancaman yang nyata dan mendesak.

Sumpahnya kini akan diuji. sosok itu! dia tidak akan pernah berhenti! sebelum apa yang dia harapkan terwujud!

1
🦂🍃 CISUN 2 🦂🍃
Weess mungkin belom waktuna jujur leti
Srie Handayantie
gagal maning yaa cit, baru bilang intro udah ada keadaan darurat sajaa . 😪
Srie Handayantie
kebencian turun temurun ternyata,,🙈
NU salah gegedug tilihur tapi kabawa Ampe cicit na 🤦
mei_yull⁶
di buat penasaran
uni_riva
lah udh pagi aja ini/Facepalm/
uni_riva
kira2 yg nulis panas dingin jga kaga yaaak🤣
uni_riva
citra gmna rasanya 🤣
uni_riva
aku sengaja nunggu up nya bnyak Krn tak mau di gantung tak bertali sprti ini 🤣🤣
uni_riva
ahhh blm apa2 pikiran udh ke awang2 🤣🤣🤭
uni_riva
gpp citra terima & jalani aja alur kehidupan mu yg skrg ,Krn jiwa mu jga sdh menempati tubuh leticia saat ini
≛⃝⃕|ℙ$°Siti Hindun§𝆺𝅥⃝©
Ya Allah.... itu hp krang kring mulu, ganggu aja siihhh/Curse/ lama² ku banting juga lho..
≛⃝⃕|ℙ$°Siti Hindun§𝆺𝅥⃝©: kesabaran ku setipis tissu/Cry/
≛⃝⃕|ℙ$ 𝐀⃝🥀MEI_HMMM: sabar buk sabarrr/Shy/
total 2 replies
Srie Handayantie
iyaa lanjutkan lah apapun yg sudah menjadi tekadmu cit, jgn pernh mundurr siapa tau kedepannya bisa menemukan dalang dibalik itu smua 🤔 aku curiga dalang nya masih disembunyikan si cepott jadi belum ketahuan🤭😂
💜 ≛⃝⃕|ℙ$°INTANARM¥°
ayok Tia mulai lah menjadi Mei yang suka teriak pada ketiga Bestinya... buat orang itu kesakitan dalam telinga nya
≛⃝⃕|ℙ$ 𝐀⃝🥀MEI_HMMM: astaghfirullah🤣🤣
total 1 replies
ˢ⍣⃟ₛ≛⃝⃕|ℙ$⛧⃝UHUY𓂃❼⧗⃟ᷢʷꪻ꛰͜⃟ዛ༉
idihhh nenek lampir/Speechless/
≛⃝⃕|ℙ$°Siti Hindun§𝆺𝅥⃝©
tidak ada yg kebetulan di dunia ini Citra.. dan jika itu terjadi, maka itulah takdirmu..
🦂🍃 CISUN 2 🦂🍃
Ooohhh
💜 ≛⃝⃕|ℙ$°INTANARM¥°
uhhh ada janji masa kecil ternyata
Srie Handayantie
berarti karna janji disaat dia kecill dulu makanya dia masuk dalam tubuh leticia dan menepatinya,
Zea Rahmat
reinkarnasi yg kebetulan km citra masuk ke tubuh keturunan nenek sophia
nurul supiati
msih gk nemu plottt twist nya gimna dan arahnya kmna
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!