Gita sangat menyayangkan sifat suaminya yang tidak peduli padanya.
kakak iparnya justru yang lebih perduli padanya.
bagaimana Gita menanggapinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Las Manalu Rumaijuk Lily, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
berdebar..
Gita duduk di sofa beludru di sudut perpustakaan, pura-pura membaca majalah, tetapi matanya lebih sering mencuri pandang ke arah Derby.
Pria itu sibuk dengan dokumen-dokumennya. Meja kerjanya ditutupi tumpukan kertas, dan Derby tampak serius memeriksa setiap lembar, menandatangani dengan pena mahal.
Meskipun kondisi fisiknya terbatas, otoritasnya sebagai kepala perusahaan dan keluarga tidak berkurang sedikit pun.
Derby sesekali mendengus kesal, lalu memanggil Gita. "Gita, ambilkan aku kacamata bacaku di nakas kamar. Aku lupa memakainya."
"Sebentar kak," angguk nya lalu pergi meninggalkan Derby sendirian disana.
Ketika kembali, ia menyerahkan kacamata berbingkai tipis itu kepada Derby.
Saat kacamata terpasang, wajah Derby yang tegas tampak sedikit berubah, terlihat lebih intelektual dan, anehnya, sedikit lebih rapuh,yang pasti tetap tampan malah semakin tampan.
"Terima kasih," kata Derby singkat, lalu kembali tenggelam dalam pekerjaannya.
Keheningan melingkupi mereka lagi. Gita menyadari betapa jarang ia dan Darren—suaminya—berbagi keheningan yang nyaman. Kebersamaan mereka selalu diisi oleh obrolan ringan atau kekacauan yang disengaja.
Bersama Derby, keheningan ini terasa berat, tetapi juga... produktif.
Dengan sabar Gita menunggu kakak iparnya bekerja,sambil main ponsel menonton video.
Tak lama kemudian, sebuah dokumen terjatuh dari tumpukan di meja Derby. Karena kakinya tidak bisa menjangkau, juga tidak bisa membungkuk, Derby hanya bisa menatap kesal pada kertas yang tergeletak di lantai marmer.
"Bantu aku, Gita," perintahnya.
Gita mengambil dokumen itu. Itu adalah laporan keuangan yang tebal, dengan grafik dan angka-angka yang rumit. Saat ia menyerahkannya, matanya tanpa sengaja menangkap beberapa nama dan jumlah.
"Proyek di Kalimantan?" tanya Gita spontan, teringat pesan mendadak dari Darren pagi tadi.
Derby menatapnya tajam. "Kamu tidak seharusnya melihat itu," katanya memperingatkan.
"Maaf, Kak. Tapi, apakah ini proyek yang sama dengan yang diurus Darren?" tanya Gita, tidak bisa menahan rasa penasarannya.
Derby menghela napas panjang, seolah enggan membahas adiknya. "Ya. Ini proyek yang sangat penting. Proyek terbesar tahun ini, dan Darren... dia kurang berpengalaman dalam mengelola skala sebesar ini. Seharusnya aku yang menanganinya, tapi..." Derby mengetuk gips di kakinya dengan pena.
"Dia bilang ada masalah besar. Apakah seburuk itu?" Gita bertanya, merasakan firasat buruk.
"Masalahnya bukan di proyeknya, Gita. Masalahnya ada pada manajemen diri Darren," jawab Derby, suaranya dipenuhi ketegasan seorang bos.
"Dia mudah panik, dan lebih suka melarikan diri untuk 'membereskan' masalah secara langsung, padahal sebagian besar bisa diatasi dari sini. Sejak kecil, dia selalu begitu. Melakukan hal impulsif untuk menghindari tanggung jawab yang lebih besar."
Kata-kata Derby menusuk Gita. Ia selalu tahu ada sisi Darren yang tidak dewasa, tetapi ia memilih mengabaikannya. Kini, Derby membukanya lebar-lebar.
"Dia meninggalkanmu sendirian, di rumah ini, bersamaku yang sakit, hanya karena dia tidak mampu mengendalikan timnya dari jarak jauh," tekan Derby.
"Aku tidak menyalahkanmu, Gita, tapi aku menyayangkan pilihan adikku."
Gita terdiam, tenggorokannya tercekat. Pikirannya kembali pada pesan singkat Darren yang minim penjelasan. Suaminya benar-benar meninggalkannya, bukan hanya untuk pekerjaan, tetapi karena ketidakmampuannya sendiri.
Derby kembali berkutat dengan berkas berkasnya,Gita tidak bertanya apapun lagi,kembali ke tempatnya semula.
Malam tiba, membawa serta hawa dingin dan keheningan yang lebih pekat.
Setelah membantu Derby membersihkan diri dan memastikan semua kebutuhannya tersedia, Gita kembali ke ranjang. Ia berbaring di sisi yang sama, menghadap dinding, menjaga jarak yang disepakati.
Derby sudah berbaring lebih dulu, membelakanginya, membaca buku.
"Jangan lupa matikan lampunya setelah kamu selesai membaca, Kak," kata Gita.
"hmmm," jawab Derby tanpa menoleh.
Setelah beberapa saat, lampu baca kecil di nakas padam. Kegelapan kembali menyelimuti kamar, hanya menyisakan sedikit cahaya bulan yang temaram.
Gita memejamkan mata, mencoba menenangkan pikiran. Namun, kata-kata Derby tentang Darren terus berputar-putar di kepalanya. Apakah ia benar-benar menikah dengan seseorang yang tidak bertanggung jawab dan melarikan diri dari masalah?
Ia merasakan ranjang bergerak pelan. Sebuah tangan besar tiba-tiba mendarat di atas selimutnya, tepat di dekat punggungnya. Jantung Gita melonjak. Ia menegang.
"Kak... ada apa?" bisik Gita.
Tangan itu tidak bergerak, hanya terdiam di sana.
"Tanganku dingin," jawab Derby, suaranya rendah dan serak, terdengar seperti bisikan di telinga Gita. "Aku hanya... mencari sedikit kehangatan. Biarkan saja di sana."
Gita membeku. Kehangatan yang diminta Derby tidak logis, karena tangan itu diletakkan di atas selimut tebal. Permintaan ini terasa jauh lebih intim daripada permintaan bantuan obat atau air. Ini adalah sentuhan yang murni emosional, sebuah pengakuan kerentanan.
Ia merasakan napas teratur Derby di belakangnya. Keberadaan pria itu di belakangnya terasa seperti magnet yang aneh, menarik perhatian Gita, tetapi juga menakutkan.
Gita tidak bisa tidur. Ia berbaring kaku, sadar penuh akan tangan Derby yang diam di selimutnya. Sentuhan itu tidak mengancam, justru terasa seperti sebuah jangkar di tengah badai keraguan yang dibawa oleh kepergian Darren.
Di dalam kegelapan yang sunyi, tangan itu terasa seperti satu-satunya kehadiran yang nyata dan terikat di sisinya.
Setelah waktu yang terasa sangat lama, Gita akhirnya memberanikan diri untuk memejamkan mata.
Ia tertidur dengan perasaan yang campur aduk. Tidak ada rasa malu yang ekstrem seperti saat pertama, hanya kelelahan dan penerimaan yang berat terhadap takdirnya: ia kini menjadi sandaran bagi kakak iparnya, sementara suaminya sendiri meninggalkannya.
Ia tidak tahu apa yang akan terjadi ketika Derby sembuh, atau ketika Darren kembali. Yang ia tahu, hubungan tak terduga yang ia jalin dengan Derby di balik pintu kamar ini akan sulit untuk dilepaskan.
Bersambung...