WARNING❗
CERITA INI BUAT YANG MAU-MAU SAJA.
TIDAK WAJIB BACA JUGA BILA TAK SUKA.
⚠️⚠️⚠️
Setelah hampir satu tahun menjalani pernikahan, Leon baru tahu jika selama ini sang istri tak pernah menginginkan hadirnya anak diantara mereka.
Pilihan Agnes untuk childfree membuat hubungannya dengan sang suami semakin renggang dari hari ke hari.
Kesempatan itu tak disia-siakan oleh Debby, sahabat Leon yang sekian lama menaruh rasa yang tak biasa pada Leon.
Badai perpisahan pun tak bisa mereka hindari.
Tapi, bagaimana jika beberapa tahun kemudian, semesta membuat mereka kembali berada di bawah langit yang sama?
Bagaimana reaksi Leon ketika tahu bahwa setelah berpisah dari istrinya, Leon tak hanya bergelar duda, tapi juga seorang ayah?
Sementara keadaan tak lagi sama seperti dulu.
"Tega kamu menyembunyikan keberadaan anakku, Nes." -Leonardo Alexander-
"Aku tak pernah bermaksud menyembunyikannya, tapi ... " -Leony Agnes-
"Mom, where's my dad?" -Alvaro Xzander-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Modus Mantan
#17
“Bu, Ibu baik-baik saja?”
Agnes tersenyum tipis kemudian mengangguk, maklum jika Miska bertanya demikian, karena sejak bertemu Leon tadi pagi, Agnes sering menghela nafas, seperti memikirkan beban berat.
Kalimat Al yang secara tersirat menyatakan penolakannya bertemu ayah kandungnya, kini memenuhi pikiran Agnes. Apa yang akan terjadi setelah Al tahu siapa Leon sebenarnya?
Keduanya sama-sama tak bersalah, tapi takdir hidup yang mengaturnya demikian. Agnes pun tak ingin menyalahkan keadaan yang sudah terlanjur kacau.
“Ibu terlihat murung, walau coba tersenyum.”
Agnes tersenyum tipis, “Gimana stok bahan kita? Masih aman?”
Satu-satunya cara adalah dengan mengalihkan pembicaraan.
“Aman, Bu. Display di rumah sakit juga, hanya tersisa beberapa setiap harinya. Tapi, kita kehabisan bahan untuk pesanan besok.”
“Oh, iya. Brownies cup, ya? Berapa pieces, pesannya?”
“200 cup, Bu. Dan harus diantar sebelum jam 9 pagi.”
Agnes menggaruk hidungnya. “Baiklah, aku akan langsung ke agen, belanja bahan-bahannya.”
“Kan kita tinggal pesan, dan barang akan dikirim?”
“Kamu lupa, kalau pemesanan tak bisa mendadak? Harus H-1?”
Miska menepuk keningnya, ia lupa hal itu.
“Baiklah, aku pergi sekarang. Bilang sama anak-anak, nanti malam kita lembur.”
“Siap, Bu Bos!”
Sebelum pergi, Agnes menelepon Rika agar menjemput Al, karena ia tak bisa melakukannya siang ini.
Brak!
Agnes menutup pintu mobilnya, kemudian mulai menstarter mesin mobil nya.
Sekali, dua kali, tiga kali. “Huufftt, kenapa harus sekarang, sih?” gumamnya resah, jika sudah begini pasti urusan akan terhambat.
Wanita itu pun turun dan membuka kap mobilnya, sejujurnya ia tak mengerti tentang mesin mobil. Karena biasanya Rama yang mengurus hal-hal seperti ini, sekarang Rama tak ada, siapa yang akan ia mintai pertolongan?
Segera ia berinisiatif memanggil montir, agar segera melakukan maintenance untuk mobilnya, tapi pasti butuh waktu.
“Tidak bisa sekarang, Bu. Bengkel sedang ramai.”
Jawaban itu membuat Agnes semakin resah, “Paling, saya periksa besok, Bu.”
“Baiklah, tak masalah, terima kasih,” jawab Agnes pasrah.
“Lho, Ibu belum jalan?” tanya Miska, ketika dia keluar karena mengantar pelanggan yang meninggalkan toko.
“Sepertinya harus naik taksi, dia sedang cari perhatian,” jawab Agnes, seraya menyerahkan kunci mobilnya pada sang asisten.
Tak lama kemudian, sebuah mobil berhenti di depan toko, “Shit! Kenapa di saat seperti ini justru dia yang datang,” umpat Agnes dalam hati.
“Ternyata disini?” Leon menatap bangunan tua yang kini sudah di renovasi menjadi bangunan modern yang tak meninggalkan kesan otentik dari bangunan sebelumnya. “Aah, sepertinya kita akan sering bertemu, jadi biasakanlah.”
“Dari mana kamu tahu tempat ini?” selidik Agnes, karena ia merasa tak memberikan alamat toko.
Leon mengangkat kedua pundaknya, “Anggap saja aku pria beruntung, tadinya aku ingin menjemput Al, karena rute sebelah sana macet, jadi GPS mengarahkan aku melalui rute ini.”
“Sepertinya semesta sedang menuntunku ke arahmu,” sambung Leon dalam hati.
“Al sudah di jemput ART, jadi kamu tak perlu repot menjemputnya. Sekarang pergilah!” usir Agnes sembari membuka laman ponsel aplikasi taksi online.
“Kalau aku tak mau?”
Agnes menatap wajah tengil mantan suaminya, dan ia benci sekali jika Leon sudah dalam mode demikian. Menyebalkan, mengesalkan, menjengkelkan, semua berkumpul jadi satu kesatuan. Yakni Leon yang tak menyerah sebelum mendapatkan apa yang ia inginkan.
“Aku harus pergi berbelanja bahan kue, jadi sia-sia saja jika kamu tetap disini.”
Leon tak terima penolakan, terlalu banyak hal yang harus mereka bicarakan, terutama tentang Al. Dan semesta kembali berbaik hati padanya ketika melihat kap mobil Agnes terbuka.
“Mobilmu mogok, bukan?”
“Iya, orang bengkel sedang dalam perjalanan kemari,” dusta Agnes.
“Akan ku periksa.”
“Ti-tidak usah!”
Ucapan Agnes tak mempan, karena Leon segera fokus pada mesin mobil, selain menjadi dokter, Leon juga hobi otomotif, jadi ia tahu banyak tentang mesin mobil.
Pria itu memeriksa kabel, aki, dan air radiator yang kosong, habis bis tak bersisa. Pantas saja mobil Agnes mogok, tapi diam-diam Leon menyeringai. Mobil Agnes hanya overheat karena, jika tak ada kerusakan maka dengan diisi air lagi, mobil tersebut akan menyala.
Tapi Leon tak mau menyia-nyiakan kesempatan tersebut.
“Aku rasa montir datang pun, tak akan selesai hari ini, jadi sekarang kamu perlu tumpangan,” modus Leon, berharap ia punya waktu lebih lama bicara berdua dengan Agnes.
Agnes menunjukkan layar ponselnya, “Taksiku sedang dalam perjalanan kemari.”
Leon menyambar ponsel Agnes, “Hey! Kemalikan! Apa hakmu menjelajah ponsel orang!” omel Agnes, tapi Leon mengangkat benda itu ke udara, tentu saja Agnes tak bisa meraihnya karena perbedaan tinggi badan mereka.
Agnes hanya memiliki tinggi rata-rata wanita Indonesia, sementara Leon, setelah lebih dari 10 tahun tinggal di luar negeri, tentu tinggi badannya mengikuti para bule di sana. “Ayo, coba saja kalau kamu bisa mengambilnya.”
Agnes semakin dongkol ketika Leon dengan semena-mena membatalkan pesanan taksinya.
“Bu, pesanannya tambah dua kali lipat!” lapor bagian admin.
“Jadi total 400 cup?!”
“Iya, Bu. Uang pembayarannya juga sudah dilunasi.”
Agnes hanya bisa mendesah pasrah, rezeki tak boleh ditolak, apalagi tokonya masih baru dan butuh banyak referensi pelanggan agar semakin dikenal luas.
Leon kembali bersorak dalam hati, “Ayo, aku akan mengantarmu kemanapun.”
Agnes pasrah ketika Leon mendorong tubuhnya ke mobil, “Lalu pasienmu?”
“Hari ini aku sudah free.”
Brak!
Pintu mobil menutup, Leon mengitari mobil dan kembali duduk di tempatnya.
•••
Niat awal sih ingin bicara berdua, tapi keduanya sama-sama bisu, alih-alih membicarakan masa yang telah berlalu bersama kenangan yang belum sepenuhnya terkubur.
“Kapan kita akan memberitahu Al?”
Akhirnya Leon membuka percakapan, karena menunggu Agnes bicara rasanya akan sulit.
“Beberapa hari kedepan, kita cari waktu kosong. Tokoku sedang sangat sibuk, dan Al sangat sensitif bila membicarakan Daddy yang tak pernah ia lihat sejak bayi.”
“Tidak bisakah langsung saja? Aku sudah tak sabar ing—”
“Tidak semudah itu,” sela Agnes memupuskan harapan dan angan Leon yang ingin segera dipanggil Daddy oleh putranya.
“Aku harap itu bukan sekedar alasan agar kamu bisa mengulur waktu untuk lebih lama berduaan denganku.”
Sring!
Agnes memberikan lirikan tajam, apa yang Leon pikirkan hingga bisa berucap demikian. “Kurang kerjaan.”
Leon terkekeh ingat ketika dulu Leon memutuskan segera menikahi Agnes, karena ingin memiliki waktu lebih lama bersama Agnes.
“Beberapa hari yang lalu, aku dan Mama tanpa sengaja menyinggung tentang Papa. Dan Al bertanya, siapa Papa yang ku maksudkan. Mama menjelaskan dengan bahasa sangat sederhana, tapi Al terlalu pintar untuk bisa menerima begitu saja penjelasan Mama.”
“Dia bilang, karena Daddy sibuk, jika nanti Daddy datang menemuiku, aku juga akan bilang sibuk.”
“Jadi kamu bilang aku sibuk?”
“Hmm.”
“Syukurlah.”
“Kok?” sergah Agnes heran.
“Kupikir kamu mengatakan Daddy sudah kembali pada Tuhan.”
ikutan perih ei.....
Apa Leon baru tersadar jika Agnes duduk di pelaminan sama Rama
kasihan kali kau leon, gak tahu apa-apa tapi seolah semua kesalahan tertimpa padamu... kamu yg ditinggalkan, ditolak, dan harus menanggung rasa sakit sendirian... huhuhu, sakit sakit sakitnya tuh di sini... kezaaaammm kezaaaammm, othor tega bikin ibu menangisss😭