Dituduh pembunuh suaminya. Diusir dari rumah dalam keadaan hamil besar. Mengalami ketuban pecah di tengah jalan saat hujan deras. Seakan nasib buruk tidak ingin lepas dari kehidupan Shanum. Bayi yang di nanti selama ini meninggal dan mayatnya harus ditebus dari rumah sakit.
Sementara itu, Sagara kelimpungan karena kedua anak kembarnya alergi susu formula. Dia bertemu dengan Shanum yang memiliki limpahan ASI.
Terjadi kontrak kerja sama antara Shanum dan Sagara dengan tebusan biaya rumah sakit dan gaji bulanan sebesar 20 juta.
Namun, suatu malam terjadi sesuatu yang tidak mereka harapkan. Sagara mengira Shanum adalah Sonia, istrinya yang kabur setelah melahirkan. Sagara melampiaskan hasratnya yang ditahan selama setelah tahun.
"Aku akan menikahi mu walau secara siri," ucap Sagara.
Akankah Shanum bertahan dalam pernikahan yang disembunyikan itu? Apa yang akan terjadi ketika Sonia datang kembali dan membawa rahasia besar yang mengguncang semua orang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Santi Suki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6
Mami Kartika merasa puas dengan asuhan Shanum terhadap kedua cucunya. Kedua bayi mungil itu tumbuh dengan sehat, pipi mereka kian montok dan mata mereka selalu berbinar setiap kali melihat sosok Shanum. Setiap tawa kecil yang terdengar dari ruang bayi seperti membawa secercah kehidupan baru di rumah besar yang dulu sering terasa dingin itu.
Waktu berjalan begitu cepat, enam bulan telah berlalu sejak Shanum menjadi pengasuh sekaligus ibu susu bagi si kembar. Enam bulan yang penuh air mata, tawa, dan malam-malam tanpa tidur. Luka lama di hatinya perlahan terkikis oleh dua tangan mungil yang sering mencengkeram jarinya dengan erat seolah berkata, “Jangan pergi, Ibu Shanum.”
Shanum tak pernah menyangka, dua bayi yang bukan darah dagingnya justru mampu membuat hidupnya terasa utuh kembali.
Ketika salah satu dari mereka sakit, dia juga ikut merasa hancur. Begadang semalaman dengan mata sembab, mengganti kompres, mengelus dada kecil mereka sambil berbisik doa agar demam cepat turun. Ia tak lagi memikirkan dirinya, hanya dua jiwa kecil yang kini menjadi alasan untuk terus bertahan.
“Abyasa sulit sekali lepas dari kamu, ya, Shanum,” ucap Mami Kartika sambil menggendong Arsyla. Ada kehangatan di matanya, meski dalam hati ia masih menyimpan banyak pertanyaan tentang siapa sebenarnya perempuan sederhana itu.
“Keduanya kadang enggak mau dilepas dari Ibu Shanum, Nyonya,” timpal Mbok Iyem sambil tertawa pelan. “Tapi Den Abyasa yang paling parah. Kalau diambil paksa, ngamuk. Bahkan sama Tuan Sagara pun. Harus dirayu dulu baru mau ikut.”
Shanum menunduk, tersenyum tipis. Ada semburat bangga di sana, tetapi juga rasa takut yang samar, takut kehilangan kedekatan itu suatu hari nanti.
Terkadang, saat menatap wajah si kembar yang terlelap di pelukannya, hatinya berdesir aneh. Ia mencintai mereka lebih dari yang seharusnya. Dan cinta itu, tanpa sadar, juga menambatkan dirinya semakin dalam ke rumah ini, ke keluarga ini.
“Ma-ma-ma-ma.” Abyasa bergumam lucu, tangannya bergerak-gerak minta turun ke lantai.
Shanum yang hafal setiap isyaratnya segera menurunkan bayi itu ke atas karpet tebal. Si kecil pun mulai berguling, tertawa renyah.
Tak lama, Arsyla pun menunjuk-nunjuk saudaranya sambil bersuara manja, “Na-na-na!”
“Nyonya, sepertinya Non Arsyla juga ingin ikut main,” kata Shanum sopan.
“Oh, begitu ya,” sahut Mami Kartika sambil menurunkan cucunya.
Begitu kakinya menyentuh karpet, Arsyla menjerit girang, memutar tubuhnya sendiri, membuat semua orang tertawa gemas. Ruang itu terasa hidup, suara tawa bayi berpadu dengan senyum para orang dewasa yang sejenak melupakan semua luka.
“Wah, anak-anak papa sedang asyik bermain! Sudah mandi belum?”
Suara berat itu membuat semua menoleh. Sagara berdiri di ambang pintu, dengan senyum samar yang jarang sekali muncul belakangan ini.
Sagara, pria yang dulu dikenal tegas dan dingin, kini tampak lembut setiap kali menatap dua buah hatinya. Luka karena kepergian Sonia memang belum sembuh, tapi tawa Abyasa dan Arsyla perlahan menambalnya sedikit demi sedikit. Meski begitu, ada hari-hari di mana dia menatap kosong ke luar jendela, seolah masih mencari bayangan istrinya.
“Pak Gara, sebaiknya bersih-bersih dulu, baru main sama anak-anak,” ucap Shanum lembut tapi tegas. Suaranya penuh kewaspadaan dan kasih sayang, dua hal yang tumbuh karena trauma lama yang belum sepenuhnya hilang.
Sagara menatapnya sejenak, lalu tersenyum kecil. “Lihatlah, ibu susu kalian galak sekali. Tapi, demi kebaikan kalian, Papa akan menurut.”
Ia pun melangkah ke dalam kamar, sementara Shanum kembali menimang si kembar dengan hati yang hangat.
"Nyonya, aku mandikan dulu si kembar. Biar nanti saat Pak Gara sudah bersih-bersih, mereka juga sudah selesai mandi," ucap Shanum izin kepada Mami Kartika.
"Aku juga harus segera pulang. Takut Papi keburu sampai rumah," kata Mami Kartika.
Rumah Mami Kartika masih satu komplek dengan rumah Sagara. Dahulu, setelah menikah Sagara dan Sonia memutuskan tinggal terpisah dengan rumah mertuanya. Jadi, sekarang wanita paruh baya itu suka berkunjung setiap hari untuk melihat kedua cucunya.
Beberapa saat kemudian, Sagara keluar dari kamarnya. Rambutnya masih basah, tapi wajahnya tampak lebih segar. Ia mendorong stroller bayi ganda ke halaman rumah.
Senja menurun perlahan, meninggalkan semburat jingga di langit barat. Langkah kecil Sagara diiringi ocehan ceria dua buah hati yang sesekali menepuk-nepuk udara.
Namun, ketenangan itu pecah saat Mbok Iyem datang tergopoh-gopoh.
“Tuan, ada telepon.”
Sagara berhenti, lalu masuk ke rumah. Ia menerima panggilan itu dengan nada suara yang pelan. Dari seberang, terdengar tawa seorang teman lama.
“Bro, jangan lupa nanti malam ke pesta ulang tahun Sadewa. Katanya banyak cewek muda dan cantik yang datang.”
“Ya, aku akan datang,” balas Sagara singkat.
“Lupakanlah Sonia itu, bro. Dia kabur seenaknya dan enggak kasih kabar. Ngapain masih berharap?”
Sagara tak menjawab. Pandangannya menerawang pada foto keluarga yang tergantung di dinding kamar tidur. Foto saat Sonia masih ada, tersenyum sambil memeluk dirinya. Lalu, foto dua bayi mungil yang kini tumbuh tanpa kasih seorang ibu.
Hati Sagara seperti disayat kembali. Bertahun-tahun bekerja, berjuang, mencintai dengan sepenuh hati, hanya untuk ditinggalkan tanpa alasan.
Sagara menghela napas panjang. “Aku belum bisa,” gumamnya lirih, hampir tak terdengar.
Di halaman, Shanum menatap dari kejauhan. Ia melihat siluet pria itu di balik kaca, sendirian dengan kesedihan yang berlapis-lapis. Untuk sesaat, ia ingin mendekat, mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Tapi siapa dia? Hanya pengasuh, hanya ibu susu yang tidak punya tempat dalam duka pria itu.
Di sanalah, dua hati yang sama-sama hancur, tanpa sadar mulai saling menghangatkan dalam diam. Mereka tak tahu, badai yang lebih besar sedang menunggu di depan. Badai yang akan menguji, apakah cinta yang tumbuh dari luka bisa bertahan menghadapi masa lalu yang belum selesai.
tapi siapa yg menukar ?? apakah David + Soraya berkomplot ?
apakah Sonia & Shanum saudara kembar yg terpisahkan ? bgmn terjadi nya ?
Sudah jelas dia tidak alergi susu, tinggal menunggu anak siapa dia sebenarnya.
kenapa sampai bisa tertukar dan apakah ini merupakan kesengajaan ?
jgn² anak yg dimakamin sm shanum itu ansl sagara sm sonia 🤔