Putri Daniella menyukai Pangeran Felix dan ingin menikah dengannya. Tapi kehadiran sopir pribadinya Erik Sebastian merubah segalanya. Pemuda desa itu diam-diam mencintai putri Daniella sejak kecil. Seiring waktu, terungkap jika Erik adalah putra mahkota yang sesungguhnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunnyku, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dia Tersentak, Hatinya Meleleh
Di tepi sungai, Erik mendudukkan Daniella di tikar, wajah gadis itu pucat, rambut pirangnya basah menempel di pipi. Dia memeriksa kaki Daniella dengan teliti, tangannya lembut menyentuh kulit gadis itu.
"Tidak ada yang terluka. Mungkin tadi kalau pun ular, hanya lewat kaki Tuan Putri saja," katanya, suaranya penuh kelegaan.
"Aku takut banget," kata Daniella, bibirnya gemetaran, tubuhnya menggigil karena basah dan syok.
"Putri aman, saya di sini bersama Tuan Putri. Jangan takut lagi ya," kata Erik, memegang tangan Daniella, menggosoknya lembut untuk menghangatkan.
Dia mengambil handuk dari tas ransel, mengelap rambut dan wajah Daniella dengan hati-hati, lalu membalut tubuh gadis itu dengan handuk tebal. "Setelah tenang, Putri ganti baju di balik semak dan pohon itu. Nanti kita bakar ikan," katanya lembut.
"Iya," jawab Daniella pelan, hatinya masih berdegup kencang, tapi rasa aman mulai menyelimuti karena kehadiran Erik.
Dia berjalan ke balik semak, mengganti baju basahnya dengan blouse biru bermotif floral selutut dan lengan pendek, aroma sabun dari baju bersih itu membantunya tenang.
Kembali ke tikar, dia duduk, mengambil roti dari keranjang, menggigitnya perlahan sambil memperhatikan Erik yang sibuk menyiapkan kayu bakar tiga meter darinya.
Api kecil mulai menyala, asap harum kayu bakar bercampur aroma ikan trout yang dibakar, membuat perut Daniella keroncongan.
Sambil menunggu ikan matang, Daniella menghabiskan roti dan mengambil apel hijau, gigitannya renyah memecah keheningan.
Ketika ikan selesai dibakar, Erik meletakkannya di atas daun pisang besar di tikar, aroma gurih menggoda. Daniella mencoba mengambil sepotong, tapi tangannya tersentak.
"Aduh!" katanya, meniup tangannya yang panas.
"Maaf, Tuan Putri, masih panas. Saya ambilin aja ya," kata Erik, mencuil potong ikan dengan hati-hati, meniupnya pelan, lalu menyerahkannya.
Tapi Daniella, dengan ekspresi manja, membuka mulut, mengkode minta disuapi.
Erik tersentak, hatinya meleleh-tanpa pikir panjang, dia meniup ikan lagi, lalu menyuapinya ke mulut Daniella.
Sentuhan jari-jarinya di bibir gadis itu membuat jantungnya berdegup tak karuan, kebahagiaan sederhana ini terasa seperti mimpi.
"Enak, lembut," kata Daniella, tersenyum, matanya berbinar.
"Mau lagi," tawar Erik, suaranya lembut.
"Iya," sahut Daniella, tersenyum lebar, hatinya ringan. Dia menghabiskan dua ikan trout, perutnya kenyang, dan untuk pertama kalinya hari itu, dia merasa bahagia tanpa beban.
"Apa di sungai di desamu, jenis ikannya sama?" tanya Daniella, rasa ingin tahunya muncul, suaranya santai.
"Beberapa sama, tapi ada ikan yang belum pernah saya jumpai di sini, seperti ikan pike," sebut Erik, matanya menerawang ke kenangan Desa Vilkrad.
"Maaf, sewaktu di desa, kamu jadi petani dan beternak sapi perah ya?" tanya Daniella, matanya penuh perhatian.
"Iya, benar. Saya tinggal bersama bibi saya di tanah pertanian, menanam barley untuk sereal dan pakan ternak, peninggalan almarhum kakek nenek saya," kata Erik, suaranya penuh nostalgia, tapi ada sedih yang tersembunyi.
"Memangnya orang tuamu, ibu bapakmu kemana?" tanya Daniella, suaranya pelan, merasa ada cerita di balik ketenangan Erik.
Erik menarik napas panjang, matanya menatap sungai.
"Ayah saya meninggal kecelakaan mobil dua hari sebelum saya lahir. Dia tentara yang sedang bertugas saat itu. Ibu saya meninggal saat saya berusia tiga bulan," ungkapnya, suaranya pelan, penuh luka lama yang sudah diterima.
Daniella terdiam, hatinya terenyuh.
"Maaf ya, aku gak tahu orang tuamu telah meninggal. Aku turut berbelasungkawa. Maaf juga kalau aku membuatmu teringat mereka," katanya, memegang tangan Erik, matanya tulus, untuk pertama kalinya menunjukkan sisi lembutnya.
"Gak apa-apa, itu takdir yang harus saya terima. Tidak sempat melihat langsung wajah ibu dan ayah saya. Semoga mereka tenang di sana," kata Erik, tersenyum kecil, hatinya hangat karena sentuhan Daniella.
"Iya, semoga orang tuamu tenang di atas sana," kata Daniella, menatap langit biru yang mulai berwarna oranye.
"Tuan Putri tahu, saya ingin sekali mencari jejak ayah kandung saya. Bahkan, saya gak punya fotonya selembar pun. Bibi juga tidak tahu asal usulnya, apa ayah saya punya keluarga lain," tutur Erik, suaranya penuh kerinduan.
"Tidak ada seorang pun yang mengenalnya, bahkan bibi tidak tahu ayah saya tugas dimana. Jadinya saya benar-benar kehilangan jejaknya," jelasnya, matanya redup.
"Tapi saya tetap bersyukur punya bibi dan paman yang baik dan sayang pada saya, membesarkan saya sampai seperti ini," tambahnya, suaranya kembali cerah.
"Iya, untung saja kamu masih punya keluarga yang sayang sama kamu. Aku gak bisa membayangkan jika kamu tak punya keluarga lagi, hidup sebatang kara," kata Daniella, suaranya penuh empati, untuk pertama kalinya melihat Erik bukan hanya sebagai sopir, tapi manusia dengan cerita.
"Saya merindukan bibi saya. Sudah hampir enam bulan tidak pulang sejak resmi jadi sopir Tuan Putri. Saya akan pulang pada liburan musim dingin nanti," kata Erik, matanya berbinar membayangkan Desa Vilkrad.
Daniella mengangguk, hatinya terasa aneh-cerita Erik membuatnya merasa lebih dekat, seperti teman, bukan sekadar bawahan.
*********