NovelToon NovelToon
Fangirl Cantik Milik Tuan Antagonis

Fangirl Cantik Milik Tuan Antagonis

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Obsesi / Transmigrasi ke Dalam Novel / Kaya Raya / Fantasi Wanita / Ruang Ajaib
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: BlackMail

Aluna, seorang pekerja kantoran, punya satu obsesi: Grand Duke Riven Orkamor, antagonis tampan dari game otome yang seharusnya mati di semua rute. Baginya, menyelamatkan Riven adalah mimpi yang mustahil.

​Hingga sebuah truk membuatnya terbangun sebagai Luna Velmiran — putri bangsawan kaya raya yang manja dan licik, salah satu karakter dalam game tersebut.

​Kini, Riven bukan lagi karakter 2D. Ia nyata, dingin, dan berjalan lurus menuju takdirnya yang tragis. Berbekal pengetahuan sebagai pemain veteran dan sumber daya tak terbatas milik Luna, Aluna memulai misinya. Ia akan menggoda, merayu, dan melakukan apa pun untuk merebut hati sang Grand Duke dan mengubah akhir ceritanya.

​Namun, mencairkan hati seorang antagonis yang waspada tidaklah mudah. Salah langkah bisa berarti akhir bagi mereka berdua. Mampukah seorang fangirl mengubah nasib pria yang ia dambakan, ataukah ia hanya akan menjadi korban tambahan dalam pemberontakannya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BlackMail, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15 : Ketahuan?

Darius menatap Riven dengan tatapan tajam. Pria itu baru saja melindunginya, seorang anggota Fraksi Royalis, dengan sihir yang begitu rumit dan terkendali seolah itu bukan apa-apa.

Riven tidak hanya menahan gelombang kejut itu, ia memanipulasinya. Setiap lapisan air memiliki kepadatan yang sedikit berbeda, secara efektif membiaskan dan menyebarkan energi suara seperti lensa yang memecah cahaya, mengubah raungan yang memekakkan telinga menjadi embusan angin yang tak berbahaya.

"Secara teori, memang masuk akal." Namun... yang serumit itu harusnya tidak bisa dilakukan seorang diri. Resikonya besar, dan pria ini tetap melakukannya demi melindungi lawan fraksinya. Darius, tidak mengerti.

"Hei, Anti-fraksi," panggil Darius, suaranya terdengar menantang. "Kenapa kau melakukannya?"

Riven bahkan tidak menoleh padanya. "Sepertinya rumor itu benar. Orang-orang Royalis memang tidak punya etika dan sopan santun."

Luna, yang berdiri di dekatnya, mengangguk setuju dengan sangat kentara. "Beraninya monyet api yang tidak populer berperilaku tidak sopan kepada Riven-ku. Awas saja, aku pasti akan menguras semua keberuntunganmu di masa depan!"

"Apa!?" Wajah Darius memerah karena tersinggung.

Luna membuka kipasnya. "Mudah terpancing emosi dan tidak tahu terima kasih saat menerima bantuan. Benar-benar menunjukkan kualitas didikan yang rendah."

"Kau juga!?" Darius marah. Merahnya percikan api keluar dari sela jari tangannya yang terkepal.

Setelah melancarkan serangan verbal gabungan itu, Luna berbalik ke arah Riven, membungkuk dengan sempurna. "Terima kasih banyak telah melindungi Saya, Grand Duke Orkamor."

Sebelum Darius sempat membalas, Dekan Oldyang menepukkan kedua tangannya. PLAK! Sebuah gelombang kejut kecil yang tak berbahaya namun tegas menginterupsi ketegangan di antara mereka.

"Bagus, bagus! Sekarang setelah semua orang bangun, selamat datang di Labirin Harmonia! Sebuah karya indah yang dihadiahkan oleh Kaisar Pertama kepada putrinya sebagai tempat bermain."

Saat Dekan mulai menjelaskan, mata Luna memindai kerumunan. Ia akhirnya menemukan Garam, yang sudah berkumpul dengan Iselyn dan Valen. Mereka bertiga tampak sudah mulai akrab, sebuah pemandangan yang persis seperti di dalam game.

​"Tradisi ini terdiri dari tiga tahap," pikir Luna, mengingat kembali pengalamannya bermain game ini.

"Tahap pertama, teleportasi paksa, sudah selesai." Luna melirik ke arah Riven dan Darius. "Di dalam game, hanya mereka berdua yang berhasil bertahan. Iselyn mungkin juga bisa, tapi itu fitur pay-to-win yang sangat mahal."

Fakta bahwa Luna berhasil bertahan membuatnya merasa seperti anomali. "Cincin ini... Paket Mimpi Indah harusnya tidak bisa dibeli di awal game."

​"Tahap kedua adalah berburu Magical Beast dan berlomba mengumpulkan permata sihir di dalam labirin. Di sinilah Iselyn seharusnya bertemu Darius Orphan dan Alther Miraglen secara resmi."

​Dekan masih berbicara, tetapi Luna sudah tahu garis besarnya. Hadiah, kompetisi, dan... Monster. "Tapi tahap kedua adalah ujian tim, bukan individu. Tahap ketiga nanti lah—"

​"Maksimal anggota per tim adalah empat orang!" teriak Dekan Oldyang, memotong alur pikir Luna. "KALIAN PAHAM!? CEPAT BERGERAK DAN BENTUK TIM KALIAN SEKARANG!"

"Ugh, apa-apaan ini? Tiba-tiba berburu monster!"

"Hey, ada yang bisa menjelaskan peraturannya sekali lagi? Telingaku masih berdengung saat si bo— Kepala Akademi menjelaskannya."

"Hey, tim kami kurang satu penyihir! Ada yang mau bergabung!?"

"Ada yang membutuhkan penyerang jarak jauh!? Aku ahli dalam panahan!"

​Kekacauan langsung meledak. Para siswa berlarian, saling berteriak, mencoba membentuk aliansi. Luna melihat ke arah grup Iselyn. Tiga orang. Mereka butuh satu anggota lagi. Dan di dalam game, satu slot terakhir itu adalah pilihan krusial antara Darius Orphan atau Alther Miraglen.

Pedang atau Sihir.

​"Aku tidak boleh ikut campur," putusnya tegas. Jika ia ada di sana, dengan status dan hubungannya dengan Garam, mereka pasti akan menyeretnya ke dalam tim dan merusak alur cerita utama.

Dengan strategis, Luna berbalik dan berjalan ke arah yang berlawanan dari grup Iselyn, menjauh dari keramaian. Ia berjalan cukup jauh hingga tiba di tepi sebuah danau buatan yang tenang, tempat yang sempurna untuk berpikir. Dan di sana, di bawah naungan pohon willow besar, ia melihatnya.

Grand Duke Orkamor, duduk sendirian, menatap permukaan danau yang tenang.

"Apa yang Grand Duke lakukan di tempat ini? Ah... Kalau dipikir-pikir, Riven-ku memang tidak ada di daftar peringkat tahap kedua. Apa Riven tahu bahwa ujian tahap kedua merupakan uji karakter?"

Kepemimpinan, kesetiaan, dan banyak kepribadian asli lainnya akan terlihat di depan situasi berbahaya yang mengharuskan para siswa untuk bekerja sama. Namun, bagi orang dengan status kehormatan tinggi seperti Riven dan Luna, menunjukkan kepribadian dan karakteristik asli mereka adalah sebuah kelemahan yang tidak diinginkan.

Naluri fangirl Aluna dengan cepat mengambil alih. Dengan gerakan cepat, ia bersembunyi di balik sebatang pohon, mengeluarkan smartphone-nya, dan mulai memotret Riven secara diam-diam.

KLIK! KLIK! KLIK!

Kamera ponselnya mungkin hanya 5 MP, tapi objek di depannya lebih dari cukup untuk menutupi semua kekurangan itu.

Dari sudut pandang ini, Riven tampak seperti sebuah lukisan. Ilustrasi di dalam game memang sempurna, tetapi tidak bisa menangkap esensi ini. Kenyataan memiliki detail yang tidak bisa ditiru.

Cara angin sepoi-sepoi menerbangkan beberapa helai rambut platinumnya yang halus, memperlihatkan kilau keperakan di bawah cahaya matahari.

Cara ia duduk — punggungnya lurus dengan postur seorang bangsawan, tetapi ada ketegangan samar di bahunya yang menyiratkan beban yang selalu ia pikul.

Matanya yang sebiru es menatap danau, tetapi tatapannya tampak kosong, jauh menerawang. Luna, sebagai penggemar nomor satunya, merasa bisa melihat apa yang tersembunyi di balik kanvas kosong itu: kesepian, kelelahan, dan sebuah tekad dingin yang tak terpatahkan.

"Dia bukan sekadar karakter 2D yang tampan lagi," bisik Luna pada dirinya sendiri, jarinya terus menekan tombol potret dan bergerak di antara pohon dan rerumputan, mencari sudut yang bagus untuk memotret. "Rivenku hidup. Dia nyata. Dan dia... jauh lebih memukau daripada yang pernah kubayangkan."

Ia melakukan zoom, mencoba mendapatkan gambar wajahnya lebih dekat. Ia sibuk meninjau hasilnya dengan senyum bodoh di wajahnya.

"Ya Tuhan, profil sampingnya saja sudah maha karya... Cahayanya pas sekali... Angle ini sempurna! My Riven memang yang terbaik! Suamiku sangat tampan! Foto ini harus jadi wallpaper-ku!"

Ia terlalu fokus pada galeri fotonya hingga tidak menyadari sosok di bawah pohon itu telah menghilang. Saat ia mengangkat kepalanya, hendak mengambil satu gambar lagi dengan pose berbeda, ia hanya menemukan lanskap kosong.

"Loh, kemana dia?"

Sebuah firasat buruk menjalar dari punggungnya. Tiba-tiba, aroma mint dan kertas tua yang familier tercium tepat di belakangnya. Suhu di sekitarnya pun mendadak menjadi sejuk dan nyaman.

"Apa itu Artefak?"

Sebuah suara yang dalam dan dingin terdengar tepat di samping telinganya.

Luna membeku. Seluruh tubuhnya kaku seperti es. Perlahan, sangat perlahan, ia menoleh. Wajah Riven Orkamor yang tanpa ekspresi kini berada begitu dekat, matanya yang biru es menatap lurus... ke arah smartphone di tangannya.

1
aku
TIDAK. mak jlebb 🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!