Arsyi seorang wanita sederhana, menjalani pernikahan penuh hinaan dari suami dan keluarga suaminya. Puncak penderitaannya terjadi ketika anaknya meninggal dunia, dan ia disalahkan sepenuhnya. Kehilangan itu memicu keberaniannya untuk meninggalkan rumah, meski statusnya masih sebagai istri sah.
Hidup di tengah kesulitan membuatnya tak sengaja menjadi ibu susu bagi Aidan, bayi seorang miliarder dingin bernama Rendra. Hubungan mereka perlahan terjalin lewat kasih sayang untuk Aidan, namun status pernikahan masing-masing menjadi tembok besar di antara mereka. Saat rahasia pernikahan Rendra terungkap, semuanya berubah... membuka peluang untuk cinta yang sebelumnya mustahil.
Apakah akhirnya Arsyi bisa bercerai dan membalas perbuatan suami serta kejahatan keluarga suaminya, lalu hidup bahagia dengan lelaki baru?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rere ernie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter — 26.
Beberapa bisnis milik Tuan Erlan runtuh satu demi satu. Meski belum hancur total, kepingan egonya tertampar. Amarahnya membuncah, apalagi setelah kabar sampai ke telinganya jika Raisa berhasil lolos, sementara kerajaannya sendiri goyah.
“Ini ulah Tuan Rendra,” desis Rizal penuh keyakinan.
Erlan memejamkan mata, menahan murka yang hampir meledak. “Untuk sekarang hentikan semua serangan, kita tunggu saat mereka lengah. Dahulukan penyelamatan bisnis. Berapa kerugian kita?”
“Sekitar lima triliun, Tuan.”
Kata itu seperti pisau yang menembus jantungnya, lima triliun. Nafasnya tercekat, keningnya berkerut dalam-dalam. “Segera lakukan penutupan! Rapat darurat direksi malam ini juga, aku tak ingin ada kerugian lagi!”
“Baik, Tuan.”
Untuk sementara, Tuan Erlan dipaksa berhenti menyentuh keluarga Rendra dan Raisa.
Di rumah sakit, harapan bergantung pada sekat tipis antara hidup dan mati. Daniel masih berada di meja operasi, Rendra dan Raisa menunggu dengan hati yang digantung tanpa kepastian.
Raisa menunduk dengan wajah pucat. Rasa bersalah menyergap tanpa ampun, karena hidupnya seolah terkutuk. Meski ia baru saja diselamatkan dari maut, bayangan bahwa orang-orang di dekatnya akan terus terluka karena dirinya menghantui tanpa henti. Tetapi sekarang, dia menghargai nyawa dan hidupnya sendiri setelah ia menjalani hidup dan matinya dalam perburuan semalam.
Beberapa jam kemudian, pintu ruang operasi terbuka. Seorang dokter keluar, melepas masker dari wajahnya lalu menarik napas panjang sebelum berbicara.
“Pasien selamat… tapi kabar baiknya hanya sampai di sana. Maaf, pasien mengalami koma. Kami hampir kehilangan dia berkali-kali, jantungnya sempat berhenti. Namun entah bagaimana, keinginan hidupnya begitu besar hingga ia kembali bertahan.”
Tubuh Raisa goyah, hampir jatuh jika saja Rendra tidak menopangnya.
“Setidaknya dia selamat, Rai...” ucap Rendra lembut.
Namun, Raisa tak menjawab. Hanya air mata yang jatuh, sementara dokter melanjutkan bahwa Daniel akan dipindahkan ke ICU.
“Aku ingin melihatnya, Ren." Bisik Raisa.
“Oke, nanti setelah ia dipindahkan.” Rendra menjawab.
Setelah tubuh Daniel dipindahkan dari ruangan operasi, Raisa melangkah masuk ke ruang perawatan intensif. Cahaya redup menyelimuti ruangan, suara mesin monitor berdetak pelan namun teratur. Daniel terbaring pucat, wajahnya ditutupi oksigen serta tubuhnya dipenuhi selang dan perban.
Langkah Raisa terhenti di tepi ranjang, tatapannya merambat pada wajah pucat Daniel yang terbaring lemah. Jemarinya sempat ragu sebelum akhirnya dia meraih dan menggenggam tangan dingin pria itu dengan erat.
“Bertahanlah, Daniel. Kalau kau berani mati, aku takkan pernah memaafkan diriku sendiri.” Suaranya pecah. “Tapi kalau kau bertahan hidup… aku akan pergi. Aku tak ingin, ada lagi orang yang terluka karena dekat denganku.”
Dua minggu kemudian, akhirnya Daniel tersadar dari komanya dan membuka matanya kembali. Sekali lagi, dunia menyambut kehadirannya.
Namun, di saat bersamaan… Raisa lenyap tanpa jejak.
.
.
.
Sebulan berlalu, Rendra terus menekan bisnis keluarga Erlan hingga mereka tak sempat mengusik lagi. Kehidupan kembali tenang, meski Raisa belum juga ditemukan. Rendra yakin sahabatnya itu masih hidup, hanya saja wanita itu sedang mencari damai dengan dirinya sendiri.
Hari itu, aula hotel megah bersiap menyambut pernikahan Rendra dan Arsyi. Arsyi awalnya menolak pesta besar-besaran, tapi Rendra ingin mempersembahkan yang terbaik untuk wanita yang kini menjadi segalanya baginya.
Seluruh keluarga Fajar pun tak luput dari undangan. Bukan karena Rendra ingin merangkul, melainkan sengaja ingin memperlihatkan kebahagiaan Arsyi. Wanita yang dulu mereka sia-siakan, menantu yang pernah mereka injaak harga dirinya, sebelum akhirnya mereka akan diserreett oleh Rendra atas kasus h u k u m dengan tuduhan kematian pada anak Arsyi.
Selama berminggu-minggu Fajar hidup dalam frustrasi. Ada hasrat untuk menemui Arsyi, sekadar meminta maaf atau meluapkan penyesalan. Namun tembok keamanan rumah Rendra membuatnya tak berdaya, hingga akhirnya kesempatan itu datang.
Hari ini, ia hadir bersama keluarganya di resepsi pernikahan sang mantan istri. Rasa penasaran mereka menuntun langkah, ingin melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana Arsyi yang dulu tampak lusuh dan tak berharga, kini berdiri sebagai istri sah seorang pria yang begitu berkuasa.
Ibu Fajar ternganga, menatap Arsyi yang kini tampil anggun sebagai seorang nyonya kaya. “Fajar, Ibu nggak salah lihat, kan? Itu benar mantan istrimu?”
Adiknya Linda, mendengus. “Astaga… ternyata beneran. Wanita buluk itu sekarang jadi istri CEO!”
Sementara itu, Arsyi melangkah anggun di samping Rendra. Keduanya terlihat sempurna, bahagia dan penuh wibawa.
Venita, istri Fajar menarik lengan suaminya. “Mas, ayo beri selamat. Jangan sampai kamu terlihat tak menghargai. Ingat... nasib pekerjaanmu sekarang ada di tangan mantan istrimu.”
Fajar tidak melawan ketika istrinya menariik pakssa lengannya menuju pelaminan. Langkahnya kaku, napasnya berat hingga akhirnya ia berdiri berhadapan langsung dengan pasangan pengantin. Sosok wanita yang dulu pernah ia remehkan, kini di sisinya berdiri seorang pria yang jauh lebih berharga darinya.
Dengan wajah dipaksa ramah Venita menyodorkan tangan, ia ingin menji lat. “Selamat, Tuan Rendra. Semoga berbahagia.”
Rendra hanya menatap sekilas tanpa menyambut uluran tangannya, membuat wajah Venita memerah malu. Ia lalu mengulurkan tangan ke arah Arsyi. “Selamat ya, Mbak.”
Namun Rendra menyela tajam. “Arsyi bukan saudaramu atau temanmu! Dia istriku, panggil dengan hormat.”
Venita tergagap. “Maaf, Tuan. Selamat ya... Nyonya Arsyi.”
Arsyi hanya tersenyum tipis, dingin namun berkelas. Fajar sendiri hanya bisa menatap mantan istrinya itu dengan mata penuh penyesalan, tapi semua sudah terlambat.
Di sudut aula, sepasang mata berkaca-kaca menyaksikan kebahagiaan itu.
“Selamat atas pernikahan kalian…” bisiknya lirih.
Itu adalah Raisa.
Namun wajahnya sudah berubah, tak lagi bisa dikenali. Operasi wajah telah menghapus masa lalunya, ia hanya bisa berbalik pergi dengan niat terus bersembunyi.
Tak jauh dari sana, Daniel yang kini sehat berdiri sebagai pengawal. Ia menoleh pada seorang wanita yang berpakaian pelayan, yang baru saja melangkah pergi. Sesaat jantungnya berdegup aneh, seakan ada sesuatu yang hilang darinya.
Namun, Daniel tak mengenali wajah wanita itu.
Daniel hanya menarik napas panjang, matanya sayu. Ia merindukan seseorang yang mungkin tak akan pernah kembali padanya.
...*******...
____
Untuk 3 pemenang kemarin, hadiah Pulsa/Kuota/Dana... akan dikirim pada tanggal 23-24 September ya 🙏🫶