Fangirl Cantik Milik Tuan Antagonis

Fangirl Cantik Milik Tuan Antagonis

Bab 1 : Canggung Parah!

​Sebuah kafe kecil di pinggiran kota dihias dengan cantik dan meriah. Bunga-bunga segar bertebaran, balon warna-warni menggantung, dan foto-foto karakter terpajang di setiap sudut.

​Namun, di balik kemeriahan itu, suasananya terasa canggung. Alih-alih berinteraksi, para pengunjung lebih asyik menunduk menatap layar ponsel, seolah ada dinding tak kasat mata di antara setiap meja. Cuaca di luar pun mendukung kesuraman itu; langit kelabu dan hujan rintik-rintik membasahi jalanan.

​Aluna melangkah keluar dari kafe sambil menggandeng tote bag berisi merchandise yang baru ia beli: photocard, gantungan kunci, dan action figure karakter idolanya.

​"Hah..." Ia menghela napas panjang. "Padahal birthday cafe tahun lalu seru banget, tapi tahun ini... canggung parah."

​Ia menoleh lagi ke dalam. Senyum para pengunjung tampak dipaksakan, tawa mereka hambar. Suasana yang seharusnya penuh perayaan justru membuat dada terasa sesak.

​"Yah, bagaimanapun… toh semuanya sudah berakhir," gumamnya pelan. Namun, sorot matanya tetap berat, menyimpan kesedihan yang tak bisa disembunyikan.

​Tepat di samping pintu, sebuah banner besar membentang — menampilkan sosok Riven Orkamor. Grand Duke kesayangannya.

​Rambut platinum berkilau bagai cahaya bulan, mata biru safir seolah hidup. Tatapannya begitu tajam hingga Aluna merasa benar-benar diperhatikan. Pandangan yang begitu dalam, seolah mampu menembus lapisan dimensi yang memisahkan mereka.

​Di balik tatapan itu, Aluna seolah bisa merasakannya — sebuah permohonan bisu yang menggema langsung di benaknya.

"Tolong selamatkan aku."

​Jantungnya berdebar kencang. "Haha... konyol," pikirnya, mencoba menepis perasaan aneh itu.

"Mana mungkin karakter fiksi minta tolong padaku." Namun, perasaan aneh itu menolak pergi, terus mengusik relung hatinya, meninggalkan jejak gelisah yang tak nyaman.

​Aluna menggigit bibirnya. "Tu-tunggu sebentar… aku bisa…" Gerimis yang membasahi bahunya tidak ia hiraukan. Dengan sigap ia mengeluarkan ponsel, jari-jarinya bergerak lincah di layar. Ia membuka kotak surat, mengetik dengan cepat, dan... surel permohonan diadakannya rute khusus Riven sekali lagi ia kirimkan kepada pengembang game.

​Baru setelah surel itu terkirim, penyesalan langsung menamparnya. "Apasih yang aku lakukan? Bisa-bisanya aku menuruti suara yang jelas-jelas tidak nyata itu. Bodoh banget, Aluna. Bodoh banget!"

​Tatapannya kembali jatuh pada banner Riven. "Pria yang mewarisi segalanya dari Kaisar... kecuali takhta." Bahunya merosot. "Kejam sekali. Riven-ku juga berhak bahagia... salahnya apa sampai harus mati tragis begitu? Ugh, dasar game kikir!"

Bagai roda gigi kecil di jam yang besar, hidup Aluna terus berputar dalam rutinitas monoton. Setiap pagi ia duduk di meja kantor, mengetik dan membaca laporan hingga sore.

Hidupnya terjebak dalam siklus yang sama: layar komputer, rapat, lalu pulang dengan tubuh lelah. Satu-satunya waktu yang terasa hidup hanyalah malam hari, saat ia menenggelamkan diri dalam dunia fiksi dari ponselnya.

​Sekitar setahun yang lalu, sebuah iklan game visual novel interaktif mengubah hidupnya: Iselyn dan Delapan Pedang. Tajuk simulasi kencan bangsawan membuat Aluna tertarik untuk memainkannya.

Pemain berperan sebagai Iselyn Silvarin, gadis bangsawan yang kembali ke lingkaran aristokrat setelah lama hidup sebagai rakyat jelata. Ada delapan tokoh utama yang menemaninya: tiga sahabat perempuan dan lima pria tampan yang bisa dijadikan love interest.

​Aluna awalnya memilih rute Alther Miraglen, pewaris Sword Duke yang tsundere. Namun, begitu Riven Orkamor muncul, hatinya langsung berpindah haluan setotal totalnya total.

Karakter Riven sempurna di mata Aluna. Tsundere naif, genius berkharisma, kasar tapi perhatian, kokoh tapi kesepian. Dan yang terpenting, wajahnya tampan brutal.

​"Pokoknya mantap pol!" ujar Aluna setiap kali menatap layar ponselnya.

​Sejak itu, ia aktif mengirim surel permintaan rute kencan untuk Riven kepada developer. Ia juga bergabung dengan komunitas kecil penggemar Riven dan berpartisipasi aktif dalam kegiatannya, seperti menghadiri birthday cafe ini.

​"Haaah… semakin dipikirkan, semakin menyebalkan. Kami sudah berjuang sampai segitunya, tapi bukannya dikabulkan, Riven malah dibuat mati di semua rute." Aluna menggerutu sambil menendang kerikil kecil di trotoar.

​Ia ingat jelas pembaruan dua bulan lalu. Tak peduli jalur mana yang dipilih pemain, ujungnya tetap sama: Riven memberontak pada Kaisar, lalu mati di tangan salah satu pria pilihan Iselyn. Karakter Riven dijadikan batu loncatan untuk perkembangan hubungan Iselyn dan pria pilihannya.

​"Ah, brengsek! Terus buat apa ada label 'teman masa kecil Iselyn' itu!?"

​Air mata kembali menggenang, tapi ia segera menyapunya dengan punggung tangan. Hidup sangat tidak adil — bahkan kisah cinta fiksinya pun berakhir buruk. Ia melanjutkan langkah, menatap kosong ke depan.

​Sampai... suara mesin berat menderu terdengar dari kejauhan.

​Jeritan dan teriakan terdengar. Aluna mengangkat kepala. Cahaya lampu truk yang menyilaukan mendekat dengan cepat, terlalu cepat!

​"Eh—"

​Pengemudinya terlihat tidak stabil, truk itu meliuk-liuk seperti ular raksasa yang mengamuk. Aluna mencoba berlari kembali ke kafe, tetapi kakinya gemetar hebat, menolak perintah otaknya. Kakinya seolah terpaku di aspal. Ia tersandung, jatuh—

​BRAK!!

​Dunia berputar. Tubuhnya terhempas. Rasa sakit menyambar, singkat namun menusuk hingga tulang. Hiruk pikuk di sekitarnya memudar, hanya menyisakan dengung kosong di telinga.

​"Yah... kok jadinya begini?" Di saat suara lain menghilang, suara gadis kecil yang lembut terdengar jelas. "Seharusnya hanya pengemudi itu yang mati karena karmanya, tapi kenapa malah menyeret jiwa yang tidak bersalah juga? Apa aku salah perhitungan, ya? Aduh."

​"Siapa... kamu..." Aluna mencoba berbicara, tetapi tidak ada suara yang keluar.

​"Karena ini kesalahanku, aku akan memberimu hadiah. Jadi, jangan marah, ya? Aku akan coba wujudkan keinginan terdalam di hatimu, tapi sesuai takaran karma baikmu saja. Sebagai bonus, aku berikan juga jiwa si pengemudi itu, deh. Pokoknya—"

​Kata-kata berikutnya tenggelam. Aluna dilahap oleh rasa kantuk yang tak tertahankan, dan segalanya menjadi sunyi dalam kegelapan.

​Aluna membuka matanya. Kepalanya pening, berdenyut-denyut hebat. Napasnya tersengal. Cahaya... truk... suara gadis kecil... Ingatannya kacau balau.

​Ia duduk tegak, tangan menekan pelipis. "Apa aku... masih hidup?"

​Aluna mengedarkan pandang. Ini bukan rumah sakit, bukan juga apartemennya yang sempit. Ia berada di sebuah kamar yang luar biasa mewah. Tirai sutra tebal, perabotan berukir indah, dan aroma mawar yang lembut menguap di udara.

​Semuanya terasa familiar, sekaligus asing.

​"Di mana aku...?" gumamnya. Suara yang keluar bukan miliknya. Itu suara yang lebih lembut, lebih muda, dan asing di telinganya.

​Dengan langkah goyah, ia turun dari tempat tidur, hampir tersandung gaun tidur sutra yang menyapu lantai. Ia tertatih menuju cermin besar berbingkai emas.

​Lalu, ia membeku.

​"Apa?!"

​Yang terpantul di cermin bukanlah wajah lelah seorang wanita karir di akhir usia dua puluhan, melainkan wajah seorang gadis remaja yang luar biasa cantik, dengan rambut hitam bergelombang dan mata biru gelap seperti permata.

​Aluna mengenali wajah itu. Sangat mengenalinya.

​Putri Duke Velmiran, keluarga bangsawan kaya raya yang menguasai tambang permata terbesar di kekaisaran. Salah satu dari delapan pedang Iselyn. Karakter glamor dan penggoda, Luna Velmiran.

​"Luna Velmiran!? Aku... menjadi Luna Velmiran!?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!