Karena dosa yang Serein perbuat, ia dijatuhi hukuman mati. Serein di eksekusi oleh pedang suaminya sendiri, Pangeran Hector yang tak berperasaan. Alih-alih menuju alam baka, Serein justru terperangkap dalam ruang gelap tak berujung, ditemani sebuah sistem yang menawarkan kesempatan hidup baru. Merasa hidupnya tak lagi berharga, Serein awalnya menolak tawaran tersebut.
Namun, keraguannya sirna saat ia melihat kembali saat di mana Pangeran Hector, setelah menghabisi nyawanya, menusukkan pedang yang sama ke dirinya sendiri. Suaminya, yang selama ini Serein anggap selalu tak acuh, ternyata memilih mengakhiri hidupnya setelah kematian Serein.
Tapi Kenapa? Apakah Pangeran Hector menyesal? Mungkinkah selama ini Hector mencintainya?
Untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu, Serein memutuskan untuk menerima tawaran sistem dan kembali mengulang kehidupannya. Sekaligus, ia bersumpah akan membalaskan dendam kepada mereka yang telah menyebabkan penderitaannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salvador, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 : Tea Party
...****************...
Serein dan Lucy menghadiri pesta teh yang digelar di kediaman keluarga Dietrich. Baru saja mereka turun dari kereta kuda yang berhenti dengan anggun di depan halaman utama, seorang pria tua berseragam hitam dengan sulaman emas di bagian mansetnya langsung membungkuk hormat. Ia adalah kepala pelayan rumah ini, sosok yang tampaknya sudah lama mengabdi dan terbiasa menerima tamu-tamu bangsawan dengan sikap hormat yang penuh wibawa.
Mansion milik keluarga Dietrich berdiri megah di atas tanah yang luas dengan halaman depan yang rapi tertata. Bangunannya bertingkat dua, dengan batuan marmer pucat sebagai dinding luar dan pilar-pilar tinggi yang menopang balkon di atasnya. Jendela-jendela kaca besar terbingkai lengkung, dihiasi tirai tipis yang tampak melambai pelan tertiup angin dari dalam.
Di sisi kiri, air mancur berbentuk angsa tampak menyala dengan gemericik air yang jatuh ke kolam bundar, dan taman bunga dengan bunga-bunga mawar biru yang langka tampak menambah kesan eksklusif. Langit-langit serambi luar yang mereka lewati berhiaskan ukiran emas dan kristal menggantung kecil, memperkuat kesan bahwa kediaman ini dibangun dengan selera tinggi dan anggaran tak terbatas.
“Padahal gelarnya hanya Marquess, tapi kediamannya hampir setara dengan manor kita,” ujar Lucy pelan sambil memperhatikan sekeliling mansion yang mereka lewati, sorot matanya tak bisa menyembunyikan rasa kagum.
“Jaga bicaramu, Lucy,” tegur Serein lembut, namun dengan nada tegas. Baginya, ukuran kekayaan seorang bangsawan tidak bisa hanya dilihat dari gelar yang disandang. “Kekayaan bangsawan tak hanya dilihat dari gelarnya saja, walaupun itu juga salah satu faktornya. Tapi, berapa lama keluarga itu berdiri adalah yang terpenting dan bagaimana kontribusi leluhurnya untuk kerajaan selama ini.”
Lucy hanya memutar bola matanya malas. Lagian kan, ia hanya mengatakan pendapatnya saja.
Ketika mereka sampai di taman belakang mansion—yang telah diubah menjadi tempat jamuan teh—Serein dan Lucy disambut oleh Marchioness Eleanor, nyonya rumah, yang menyunggingkan senyum hangat penuh keramahan. Taman itu sendiri begitu indah; meja-meja bundar beralas kain renda putih tersusun rapi di antara hamparan rumput hijau, dan vas-vas porselen tinggi yang dipenuhi bunga peony dan hydrangea berwarna pastel tampak menghiasi tiap sudut. Langit sore yang cerah dan angin semilir membuat suasana terasa sejuk dan menyenangkan.
Mereka lalu bergabung bersama dua orang gadis yang sudah duduk anggun di tempatnya, dan sedikit banyak, Serein cukup mengetahui keduanya.
“Anak-anakku semua, para Lady yang sangat saya banggakan. Pesta hari ini saya buat agar kalian bisa saling mengenal satu sama lain,” ujar Marchioness Eleanor sambil menatap mereka satu per satu, sorot matanya lembut namun tetap tegas khas bangsawan perempuan yang sudah lama berpengaruh di lingkaran sosial.
Ia kemudian menatap pada Serein dan Lucy, “Terlebih karena Lady De Fàcto baru tiba di ibu kota belum lama ini. Kalian bisa saling menyapa satu sama lain, bukan?” tanyanya sambil tersenyum.
“Tentu, Nyonya,” jawab salah seorang gadis berambut cokelat dengan suara lembut. Ia duduk di sebelah kanan Marchioness Eleanor, lalu berdiri dengan sikap anggun yang terlatih.
“Salam kepada Lady De Fàcto, saya Inèz Shirius De Angelo dari kediaman Duke Angelo wilayah tenggara,” ujarnya sopan, dengan wajah manis yang memancarkan keanggunan khas bangsawan kelas atas. Senyumnya tidak berlebihan, dan gerak tubuhnya seolah telah diukir dengan etika.
Tidak heran jika Marchioness Eleanor semakin terkenal di masa depan. Muridnya adalah Inèz—gadis yang merupakan puncak sosial bangsawan muda Aethermere saat ini. Gadis itu adalah petinggi dalam pergaulan kelas atas di ibu kota, seorang yang dipandang oleh banyak kalangan sebagai panutan.
Sayang sekali umur Inèz lebih tua satu tahun dibanding Pangeran Mahkota. Kalau tidak, ia bisa menjadi kandidat calon ratu yang kuat di masa depan. Di kerajaan ini, ada peraturan tak tertulis: pengantin wanita haruslah lebih muda. Wanita yang lebih dewasa dari suaminya dianggap tidak cocok, bahkan bisa dianggap sebagai aib sosial.
Lady di sebelah Inèz kemudian ikut memperkenalkan diri. Wajahnya cenderung tenang dan tak banyak bicara, cukup kontras dengan keramahan Inèz.
“Salam, Lady De Fàcto. Saya Greta De Thessaloka,” ujarnya singkat, namun tidak terdengar dingin—hanya secukupnya.
Tak perlu dijelaskan panjang lebar, keluarga Thessaloka jelas merupakan salah satu Marquess yang terpandang dan disegani. Seingat Serein, kedua gadis ini memang cukup berteman dekat. Lady Greta yang dingin seperti melambangkan keluarganya yang terkesan konservatif, sementara Lady Inèz yang hangat namun cerdik tampak mencerminkan politikus dalam selubung keanggunan.
Entah dalam artian yang sebenarnya atau tidak, Serein tahu ia tetap harus mewaspadai para bangsawan muda. Kadang mereka dekat untuk kepentingan, kadang menjilat demi keuntungan pribadi. Sulit menebak mana yang tulus, dan mana yang hanya topeng.
Setelahnya, Serein dan Lucy bergantian memperkenalkan dirinya. Dengan marga De Fàcto yang mereka bawa, sebenarnya bisa di bilang mereka berada satu tingkat di atas para gadis ini. Keluarga Duke De Fàcto tidak hanya memiliki andil besar dalam urusan militer, tapi juga aktif terlibat dalam memperbaiki situasi politik kerajaan. Dengan sejarah keluarga yang jauh lebih panjang, jelas menunjukkan betapa besarnya kontribusi mereka bagi Aethermere.
Marchioness Eleanor mendominasi percakapan dengan hangat, memainkan perannya sebagai tuan rumah yang lihai. Ia tak membiarkan suasana menjadi canggung, memastikan percakapan tetap mengalir ringan di antara para gadis muda yang baru bertemu.
“Ah, kalau saya tidak salah lihat... bukankah Lady Serein yang berdansa dengan Pangeran Heiden saat itu?” tanya Inèz dengan wajah ingin tahu, tatapannya jeli.
Serein hanya tersenyum tipis, “Benar,” sahutnya singkat.
“Apa Lady dan Pangeran memiliki hubungan?” Kali ini Marchioness Eleanor yang bertanya, wajahnya memuat ekspresi menggoda.
Serein langsung menggeleng menyangkal, “Tidak, ya ampun Nyonya Eleanor, kami hanya berdansa satu lagu. Mengapa Anda menyimpulkan demikian?”
Marchioness Eleanor hanya terkekeh pelan, “Saya hanya bertanya, Lady.”
“Itu berarti kalian sudah saling mengenal ya sebelumnya? Mengingat Lady baru di ibu kota baru-baru ini,” tanya Inèz lagi, nada suaranya terdengar ringan tapi tetap menyimpan rasa penasaran yang terselubung.
Serein mengangguk ringan. “Sejak kecil saya memang sering mengikuti ayah saya jika beliau memiliki keperluan ke istana. Jadi ya, saya beberapa kali berinteraksi dengan Pangeran.”
Inèz terlihat semakin tertarik dengan pembahasan ini. Ia juga sempat memuji gaun yang dikenakan Serein—sebuah gaun berwarna biru lembut dengan bordir bunga kecil di bagian bawah rok—dan bertanya butik mana yang membuatnya.
Serein tidak tahu apa tujuan gadis yang lebih tua tiga tahun darinya itu. Tapi yang Serein ingat, Inèz bukanlah gadis yang akan menjadi ancaman di masa depan. Justru akan lebih baik jika ia bisa menjalin hubungan dekat dengan gadis ini.
“Ah, permisi. Sepertinya kami datang cukup terlambat?”
Para Lady langsung mengalihkan pandangannya pada dua gadis muda yang baru tiba. Serein cukup tertegun melihat keberadaan gadis dengan rambut merah mudanya itu di sini. Ia sama sekali tak dapat mengalihkan tatapannya. Marchioness Eleanor beranjak dari duduknya menyambut mereka secara langsung.
“Tidak apa Lady, Perjamuan utama belum di mulai,” Marchioness mempersilahkan mereka untuk duduk.
“Nah, kalian berdua bisa memperkenalkan diri pada anak didik baru saya, Lady Cavendral.” Ujar Marchioness dengan tangannya yang menunjuk ke sebelah kiri di mana Serein dan Lucy berada.
Gadis yang pertama bersuara tadi berdiri lebih dulu, menatap dengan senyum hangatnya pada Serein dan Lucy, “Salam, Lady. Perkenalkan saya Aurelian De Cavendral, dari kediaman Duke Cavendral, Pemimpin Ibu Kota.”
...****************...
tbc.
Silahkan baca baris pertama prolog supaya tahu kenapa Serein terkejut😉