NovelToon NovelToon
Pernikahan Palsu Dadakan

Pernikahan Palsu Dadakan

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / CEO / Cinta setelah menikah / Nikah Kontrak / Pernikahan Kilat / Identitas Tersembunyi
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Volis

Adriella menjalani hidup penuh luka dalam balutan kemewahan yang semu. Di rumah milik mendiang ibunya, ia hanya dianggap pembantu oleh ayah tiri dan ibu tirinya. Sementara itu, adik kandungnya yang sakit menjadi satu-satunya alasan ia bertahan.

Demi menyelamatkan adiknya, Adriella butuh satu hal, warisan yang hanya bisa dicairkan jika ia menikah.

Putus asa, ia menikahi pria asing yang baru saja ia temui: Zehan, seorang pekerja konstruksi yang ternyata menyimpan rahasia besar.

"Ini pasti pernikahan paling sepi di dunia,” gumam Zehan.

Adriella menoleh pelan. “Dan paling sunyi.”


Pernikahan mereka hanyalah sandiwara. Namun waktu, luka, dan kebersamaan menumbuhkan benih cinta yang tak pernah mereka rencanakan.

Saat kebenaran terungkap dan cinta diuji, masihkah hati memilih untuk bertahan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Volis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15. Mengaku

Setelah Bastian mengantar Clara dan tim Velveta menuju mobil mereka di lobi, ia kembali dengan langkah cepat. Saat melewati lorong, ia melihat Adriella yang baru saja keluar dari ruang rapat, memeluk map birunya erat di dada.

“Adriella.”

Suara itu membuatnya menoleh cepat. Bastian berdiri tegak, matanya tajam seperti biasa.

“Ke kantor saya. Sekarang.”

Adriella mengangguk pelan dan mengikuti langkah Bastian menuju ruangannya di ujung lorong.

Adriella memberanikan diri untuk mengemasi berkas-berkas yang tersisa. Tangannya masih sedikit gemetar, tapi sorot matanya jauh lebih tegas dari sebelumnya. Ia hendak keluar ruangan saat suara berat menghentikannya.

"Adriella."

Bastian berdiri di sisi ruangan, tangan disilangkan di depan dada, wajahnya datar tapi sorot matanya tajam.

Adriella menoleh, mengangguk sopan. "Ada yang bisa saya bantu, Pak?"

Bastian melangkah pelan mendekat. "Apa yang sebenarnya terjadi tadi? Kenapa kamu tidak menggunakan dokumen dari map itu?"

Adriella menatapnya sejenak sebelum menjawab. "Karena dokumen di dalam map itu bukan milik saya, Pak. Isinya berbeda dari yang saya susun. Saya tidak tahu siapa yang menukarnya, tapi saya tahu itu bukan pekerjaan saya."

Alis Bastian mengerut. "Kamu yakin?"

"Sangat yakin. Saya sudah memeriksa isi map itu sebelum keluar dari ruang kerja. Tapi ketika saya kembali, saya tidak sempat memeriksa ulang karena buru-buru ke ruang rapat."

Bastian menatapnya dalam diam selama beberapa detik. Lalu ia menarik napas panjang.

"Tapi kamu tetap bisa mengatasinya," katanya akhirnya. "Dengan cukup baik, bahkan membuat mereka terkesan."

Adriella menunduk sedikit. "Saya hanya melakukan apa yang bisa saya lakukan."

"Kamu tahu, aku tidak suka kejutan dalam bisnis, Adriella. Tapi, kamu membuktikan sesuatu hari ini. Jika proyek ini benar-benar berhasil saya tidak akan mempermasalahkan lagi soal warisan ibumu."

Perempuan itu mendongak, menatap ayah tirinya dengan campuran kaget dan hati-hati.

"Saya...?"

"Ya. Kamu memang punya kemampuan. Warisan itu sebanding dengan nilai proyek ini. Jadi, kamu harus hati-hati dalam menangani proyek ini."

Adriella mengangguk. "Saya mengerti, Pak."

Betapa senangnya Adriella mendengar pengakuan Om Bastian. Itu berarti dia tidak perlu lagi khawatir Om Bastian akan merebut rumah peninggalan mama.

Bastian menatapnya sekali lagi sebelum melangkah ke luar ruangan. Namun sebelum pintu tertutup, ia sempat berkata tanpa menoleh.

"Saya akan mencari tahu sendiri siapa yang menukar map itu. Dan jika saya menemukan pelakunya, saya akan menanganinya sendiri."

Adriella menatap pintu yang perlahan menutup. Hatinya berat, tapi untuk pertama kalinya, ada sedikit penghargaan dari pria yang selama ini hanya melihatnya sebagai beban.

Dan mungkin... itu awal dari perubahan yang lebih besar.

🍁🍁🍁

Sementara itu.

Rika duduk gelisah di kursinya di ruangan divisi pemasaran yang mulai sepi. Sisa rapat besar pagi tadi masih terasa seperti beban di bahunya. Sejak melihat sorot mata Bastian saat keluar dari ruang rapat, dadanya seperti ditekan batu besar.

Ia sudah mengamati gerak-gerik suaminya cukup lama untuk tahu: Bastian tidak akan membiarkan hal seperti ini lewat begitu saja. Dan jika dia benar-benar menyelidiki, dia bisa kehilangan lebih dari sekadar pengaruh di perusahaan.

Dengan tangan gemetar, ia meraih ponselnya, mencari nama yang sudah lama ia andalkan dalam banyak situasi sulit: Bara.

Panggilan tersambung setelah nada dering ketiga.

"Halo, Ma? Kenapa telepon siang-siang gini? Aku lagi inspeksi di pabrik luar kota," suara Bara terdengar dari balik sambungan.

"Bara... ada masalah," bisik Rika, suara seraknya nyaris tenggelam oleh kecemasan.

"Masalah apa lagi?" Bara mendesah, sudah terdengar muak bahkan sebelum mendengarkan ceritanya. Sebenarnya Bara tidak ingin melakukan perjalanan ini, tapi papanya maksa. Dia tidak bisa menentang perintah papa.

"Tadi pagi, presentasi Velveta berlangsung. Mama... Mama sempat menukar dokumen presentasi Adriella dengan berkas lama. Mama pikir dia bakal panik, gagal, dan Bastian akan malu. Tapi ternyata dia malah improvisasi di depan mereka. Semua orang terkesan... bahkan Bastian."

"Mama... apa?" Bara mengeraskan suaranya. "Mama benar-benar melakukan itu? Di depan klien besar kayak Velveta?!"

"Mama tidak menyangka dia bisa—"

"Astaga, Ma! Mama pikir ini permainan bocah? Kalau Papa tahu Mama yang sabotase proyek sebesar itu, Mama bisa dikeluarkan dari perusahaan! Dan jangan harap aku bisa bantu!"

Rika terdiam. Untuk sesaat, ia ingin membantah, tapi tidak bisa.

"Dengar, Ma," lanjut Bara dengan nada yang lebih berat. "Kalau Papa mulai curiga, lebih baik Mama ngaku sekarang. Setidaknya masih bisa dibingkai sebagai kesalahpahaman atau frustrasi pribadi. Tapi kalau ketahuan dari orang lain... hukumannya bisa lebih parah."

"Mama tidak tahu harus mulai dari mana," suara Rika nyaris bergetar.

"Mulai dari jujur. Sebelum semua jadi bumerang."

Panggilan terputus. Rika memandang layar ponselnya yang gelap, tangannya masih menggenggam erat. Jantungnya berdetak keras, dan untuk pertama kalinya sejak lama, ia benar-benar takut.

Bukan pada Adriella. Tapi pada suaminya sendiri.

🍁🍁🍁

Setelah telepon itu, Rika duduk membeku dalam diam cukup lama. Ruangannya hening, hanya suara AC yang mendesir pelan di langit-langit. Kalimat terakhir Bara terus terngiang di kepalanya: “Mulai dari jujur. Sebelum semua jadi bumerang.”

Jujur? Kepada Bastian? Ia menolak mentah-mentah pada awalnya. Tapi semakin lama ia diam, semakin jelas bahwa anak lelakinya itu benar. Bastian bukan orang bodoh. Kalau ia membiarkan ini bergulir, pada akhirnya ia juga yang akan tersingkir.

Dengan langkah berat, Rika meninggalkan ruang kerjanya dan menyusuri lorong menuju lantai atas tempat ruang pribadi Bastian berada. Ia mengetuk pintu sekali, lalu masuk setelah mendapat izin.

Bastian sedang berdiri di depan rak buku, membalik halaman laporan keuangan. Ia menoleh cepat saat melihat istrinya masuk.

"Ada apa?" tanyanya singkat.

Rika menggenggam jemarinya sendiri, kemudian berkata dengan suara setenang mungkin, "Aku ingin bicara. Tentang insiden presentasi tadi pagi."

Bastian menutup buku dan menatapnya tajam. "Lanjutkan."

"Map yang dibawa Adriella... isinya memang ditukar. Dan aku... aku yang melakukannya," ucapnya akhirnya, pelan namun jelas.

Ruangan itu membeku.

Bastian menatapnya dalam diam yang mencekam.

"Aku hanya... frustrasi. Merasa tersingkir dari peran yang seharusnya menjadi tanggung jawabku. Aku khilaf. Tapi sekarang aku datang untuk jujur. Sebelum kamu mengetahui dari orang lain."

Wajah Bastian tidak menunjukkan ekspresi apa pun selama beberapa detik, sebelum akhirnya ia menarik napas dalam dan berjalan ke belakang meja kerjanya.

"Terima kasih sudah mengaku. Tapi ini tidak akan dibiarkan berlalu begitu saja." Bastian sangat marah, tapi apa yang biasa dia lakukan. Apakah dia harus melampiaskan amarahnya pada Rika.

Untung saja proyeknya tidak batal, jika batal, dia mungkin benar-benar akan memarahi Rika dan memecatnya dari perusahaan.

Rika menunduk, tahu ia tidak bisa berharap pengampunan penuh. Tapi setidaknya ia telah melakukan saran Bara, dan itu menyelamatkannya dari sesuatu yang jauh lebih buruk.

Dan ketika ia keluar dari ruangan itu, langkahnya ringan meski wajahnya masih tegang. Untuk pertama kalinya dalam waktu lama, ia memilih untuk mundur selangkah.

Sebelum semuanya benar-benar runtuh.

1
Mar lina
coba orang tua Zehan
menyelidiki tentang menantunya
yg blm mendapat restu...
pasti bakal kaget...
lanjut thor ceritanya
Mar lina
emak sama anak
sama" gak tahu malu...
padahal mereka cuma numpang hidup...
yg punya kendali & peran penting adalah pemilik sah nya...
lanjut thor ceritanya
Mar lina
ya ampun bara...
semoga Pak Bastian
menendang kamu...
setelah melihat bukti...
Mar lina
semoga Bastian
murka terhadap Bara
setelah menerima buktinya...
lanjut thor ceritanya di tunggu up nya
aku sudah mampir...
dan baca sampai part ini...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!