NovelToon NovelToon
Heavenly Body, Broken Trust!

Heavenly Body, Broken Trust!

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa Fantasi / Romansa / Ahli Bela Diri Kuno / Fantasi Wanita
Popularitas:774
Nilai: 5
Nama Author: kimlauyun45

Banxue tidak pernah meminta kekuatan—apalagi anugerah terkutuk berupa Tubuh Surgawi—kekuatan kuno yang diburu oleh sekte-sekte suci dan klan iblis sekaligus. Ketika masa lalunya dihancurkan oleh pengkhianatan dan masa depannya terancam oleh rahasia, ia memilih jalan sunyi dan pedang.

Dalam pelarian, dikelilingi oleh teman-teman yang tak sepenuhnya bisa ia percaya, Banxue memasuki Sekte Pedang Azura… hanya untuk menyadari bahwa kepercayaan, sekali retak, bisa berubah menjadi senjata yang lebih tajam dari pedang manapun.

Di tengah ujian mematikan, perasaan yang tak diucap, dan badai takdir yang semakin mendekat, Banxue harus memilih: berjuang sendirian—atau membiarkan seseorang cukup dekat untuk mengkhianatinya lagi?

Di dunia di mana kekuatan menentukan nilai diri, sejauh apa ia akan melangkah untuk merebut takdirnya sendiri?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kimlauyun45, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Paviliun Utara dan Kata-Kata yang Mengusik

Udara siang di Paviliun Utara terasa hangat, namun angin gunung tetap membawa dingin yang menusuk pelan. Cahaya matahari menembus celah pepohonan bambu, menciptakan bayangan bergerak di atas lantai batu. Suara dedaunan yang bergesekan mengiringi langkah Banxue yang mendekati paviliun.

Benar saja. Jingyan duduk di ambang kayu, rambut peraknya berkilau terkena sinar matahari, seperti benang perak yang jatuh dari langit.

"Kau datang tanpa undangan. Aku harus merasa terhormat atau curiga?" ujarnya sambil menyipit karena silau, nada suaranya tetap ringan seperti biasa.

Banxue tidak tertawa, tidak menggubris. Ia langsung duduk di hadapannya. Matanya menatap lurus, tegas.

"Kau tahu tentang tubuh surgawi itu, kan? Lebih dari siapa pun di sekte ini. Katakan padaku—apa sebenarnya aku?"

Hening sesaat. Angin menggoyang daun-daun bambu di atas mereka, cahaya matahari bergoyang bersama bayangannya.

Jingyan tak langsung menjawab. Ia menatap langit sebentar, lalu pada wajah Banxue—lama.

"Kau ingin tahu?" bisiknya. "Jawabannya bisa membuatmu membenciku."

"Aku sudah terbiasa dibenci," kata Banxue pelan, "asal aku tahu yang sebenarnya."

Cawan teh di tangan Jingyan berhenti berputar. Ia menegakkan duduknya.

"Aku dari Klan Ji," katanya akhirnya. "Dikirim ke sini bukan untuk pelatihan, tapi untuk mengamati. Bukan sekte ini… tapi kau."

"Jadi kau mata-mata," kata Banxue datar.

Jingyan tertawa kecil. "Kau cepat sekali menyimpulkan."

"Apa yang akan kau laporkan pada klanmu?"

Ia menatap Banxue dalam.

"Sudah beberapa minggu aku tak mengirim laporan apa pun."

Banxue menahan napas. Jantungnya berdebar aneh.

"Mengapa?"

Jingyan mengangkat bahu. "Karena aku bodoh, mungkin. Atau karena… aku mulai peduli."

"Dengan tubuh surgawiku?" cibir Banxue.

Jingyan menggeleng pelan. "Dengan caramu menatap orang seperti mereka hanya angin. Dengan caramu bertahan. Dengan caramu melawan dunia yang tak adil… sendiri."

Angin siang bertiup pelan.

"Aku tahu siapa diriku. Aku tahu siapa klanku. Tapi saat aku melihatmu… untuk pertama kalinya, aku ingin membela seseorang bukan karena perintah, tapi karena pilihan."

Banxue terdiam.

Jingyan berdiri, melangkah pelan ke arahnya. Suaranya menurun, tak lagi bergurau.

"Aku tidak akan menyentuhmu. Tidak akan memaksamu percaya. Tapi kalau kau mengizinkan… aku ingin berdiri di sisimu saat badai datang."

Ia lalu berbalik, melangkah menjauh. Tapi sebelum benar-benar pergi, ia menoleh dengan senyum miring.

"Dan ya... rambut perak ini memang menyimpan banyak rahasia. Tapi tidak semuanya busuk."

Banxue menunduk. Entah kenapa, siang hari itu terasa lebih ringan. Dan di dadanya, sebuah rasa samar mulai tumbuh—antara benci… dan percaya.

Ia menatap bayang-bayang Jingyan yang semakin menjauh, lalu berdiri perlahan. Matahari menyinari pundaknya, dan suara bambu kembali mengalun pelan. Namun isi hatinya masih gaduh.

Di kejauhan, Jingyan berhenti di bawah pohon, lalu bersandar sejenak. Ia mendongak ke langit biru yang bersih.

"Kalau saja dia tahu, aku bahkan menolak permintaan terakhir ayahku... hanya demi tidak membahayakan Banxue."

Jingyan menutup mata sejenak, lalu membuka gulungan kecil yang ia sembunyikan di balik jubahnya. Surat dari Klan Ji. Belum dibuka. Belum akan dibuka.

"Kau bukan hanya tubuh surgawi," bisiknya, "kau adalah keputusan yang kubuat dengan seluruh kesadaran."

Banxue kembali duduk di paviliun, menatap cawan teh yang masih hangat. Dalam keheningan siang itu, ia bertanya pada dirinya sendiri—apa artinya kepercayaan, jika orang yang paling jujur padanya... adalah orang yang sejak awal punya alasan untuk berbohong?

Dan di antara celah bambu yang menari ditiup angin, suara langkah Jingyan perlahan menghilang, tapi kehadirannya masih tertinggal di hati Banxue. Mengusik. Mengguncang. Membekas.

1
Daisy
Keren banget sih cerita ini! Baca sampe subuh aja masih seru.
Winifred
Wow! 😲
Axelle Farandzio
Bahasanya halus banget!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!