Aruna Mayswara terpaksa menerima pernikahan yang digelar dengan Jakson Mahendra-mantan kakak iparnya sendiri, lelaki yang sempat mengeyam status duda beranak satu itu bukan tandingan Aruna. Demi sang keponakan tercinta, Aruna harus menelan pahitnya berumah tangga dengan pria yang dijuluki diam-diam sebagai 'Pilot Galak' oleh Aruna dibelakang Kinanti-almarhumah kakak perempuannya. Lantas rumah tangga yang tidak dilandasi cinta, serta pertengkaran yang terus menerus. Bisakah bertahan, dan bagaimana mahligai rumah tangga itu akan berjalan jika hanya bertiangkan pengorbanan semata.
***
"Nyentuh kamu? Oh, yang bener aja. Aku nggak sudi seujung kuku pun. Kalo bukan karena Mentari, aku nggak mungkin harus kayak gini," tegas Jakson menatap tajam Aruna.
"Ya, udah bagus kayak gitu dong. Sekarang tulis surat kontrak nikah, tulis juga di sana perjanjian Mas Jakson nggak akan nyentuh tubuhku," ujar Aruna menggebu-gebu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhanvi Hrieya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 15. AKU TIDAK BERSALAH
Raut wajah kebahagiaan terlihat jelas di wajah Viera, Aruna mendongak menatap kehadiran tiba-tiba Viera—sepupu Jakson. Atensi Aruna bergerak melirik ke arah Mentari yang terlihat duduk tenang menonton film kartun kesukaan, Aruna mau tak mau langsung beranjak bangkit dari sofa. Melangkah mendekati Viera, Aruna menyeret Viera ke luar dari ruang keluarga ke ruang tamu.
"Eh, eh, eh. Kok main seret aja," protes Viera, tangannya menyentak kasar tangan Aruna.
"Apa yang mau kamu lakuin di sini, hah? Mas Jakson nggak ada di rumah," tutur Aruna tergesa-gesa.
Viera terkekeh, ia senang sekali menghancurkan ketenangan Aruna. Viera melangkah mendekati sofa, duduk tanpa diminta. Aruna mengerang tertahan melihat kelakuan Viera, campur tangan Viera membuat rencana Hana berjalan dengan sempurna. Atau mungkin campur tangan Hana yang membuat rencana Viera berjalan mulus, entah yang mana yang benar.
"Ternyata keangkuhan seorang Aruna patah dan hancur saat sahabat paling dipercaya berkhianat, gimana? Bukankah menyakitkan sekali. Saat orang yang kamu pikir nggak akan mengkhianatimu, ternyata malah menusukmu dari belakang hanya karena seorang pria," ujar Viera mencemooh Aruna.
Tatapan Aruna tajam, kedua tangannya terkepal kuat.
"Kamu yang udah menghasut Hana, Viera," tuding Aruna.
Kelapa Viera mengeleng, "No, Honey! Sedari awal dia emang udah punya keinginan buat melakukan ini semua. Hanya saja dia tidak punya keberanian, aku hanya menawarkan bantuan kecil. Dan dia langsung menyambutnya dengan senang hati."
Kelopak mata Aruna terpejam perlahan, mengobrol emosi yang mulai bergejolak. Ada Mentari di rumah saat ini, Aruna tidak ingin memperlihatkan tontonan yang kurang layak untuk sang keponakan. Viera terkekeh bahagia, kedua tangan dilipat di bawah dada.
"Bukankah harusnya kamu berterima kasih padaku, Aruna. Memperlihatkan seberapa munafiknya persahabatanmu, serta aku bahkan udah mewujudkan pernikahan sesungguhnya buat kamu dan Mas Jakson. Sekarang kamu benar-benar udah menjadi istri yang sesungguhnya buat mantan Kakak iparmu, ah, maksudku. Suamimu," sambung Viera sumringah.
Kelopak mata Aruna terbuka, gigi gerahamnya bergemeretak. Semua rencananya hancur sudah, bibir ranum Aruna terbuka. Suara klakson mobil terdengar keras, suara pintu pagar ditarik ke samping terdengar jelas. Deru mesin mobil berhenti di depan pekarangan rumah, Jakson turun dari mobil dengan keadaan yang terlihat kelelahan.
Aruna menghela napas kasar dari mulutnya, saat tatapan mata Aruna beradu tatap dengan manik mata dingin Jakson. Di mata Jakson terlihat jelas sekali seberapa benci bercampur jijik pada Aruna, ia memasuki ruangan tamu.
"Mas," sapa Viera tak lupa mengulas senyum lembut pada kakak sepupunya itu.
Kepala Jakson mengangguk sekilas, "Baru sampai?"
"Ya, baru Mas. Aku ke sini disuruh sama Tante, katanya Mas nggak kunjung mengangkat telepon dan balas pesan. Tante sama Om mau adain pesta buat ulang tahun perusahaan, aku ke sini buat ngomongin ini ke Mas Jakson," jawab Viera mengutarakan niatnya ke rumah Jakson, meskipun tidak hanya itu saja niat kedatangannya kali ini.
Kepala Jakson mengangguk, dan membalas, "Iya, nanti Mas akan hubungi balik Mama. Mas mau istirahat dulu, Mas tinggal, ya."
"Ya, Mas," sahut Viera cepet.
Jakson kembali melangkah tanpa bertegur sapa dengan Aruna-istrinya, melewati Aruna begitu saja. Gerak-gerik keduanya tentu saja tidak luput dari pengamatan Viera, senyum menyeringai terbit di bibir Viera. Jakson menghilang di balik dinding pembatas, Viera membawa atensinya ke arah Aruna.
"Wah, meskipun udah ditiduri. Nyatanya, kamu sama sekali nggak dianggap. Udah kayak pelac*r aja," celetuk Viera menghina Aruna.
Aruna melotot, matanya memerah. Telapak tangan kanan Aruna bergetar hebat, rasanya ingin sekali ia menampar bibir Viera yang sebegitu jahatnya. Viera yang menjebaknya, dan mengatainya. Namun, bertengkar dengan Viera akan semakin memperunyam masalah.
...***...
Air minum diteguk hingga tandas, gelas diletakkan kasar di atas meja. Suasana rumah besar terasa sunyi, sepertinya Aruna telah mengantarkan Mentari ke sekolah. Besar kemungkinan Aruna pun kembali ke kampus, Jakson mendesah kasar. Ia berbalik melangkah meninggalkan ruang meja makan, berhenti mendadak saat mendapati keberadaan Aruna.
Jakson berdecak kesal, kenapa paginya harus berhadapan dengan perempuan satu ini. Langkah kaki Jakson dengan cepat dicegat, tatapan mata dingin langsung dihunuskan oleh Jakson pada Aruna.
"Aku mau bicara sama Mas Jakson," ujar Aruna, "ini udah lebih dari tujuh hari Mas ngilang-ngilang nggak jelas. Aku nggak suka masalah ini berlarut-larut nggak jelas."
Entah siapa yang menjadi lelaki dan perempuan di sini, yang paling dirugikan adalah Aruna. Walaupun Jakson merasa Aruna sendiri yang menjebak mereka untuk tidur bersama, pria ini seakan mengatur jarak semakin jauh di antara mereka berdua. Meskipun Aruna pun tidak ingin dekat-dekat dengan Jakson namun, Aruna paling tidak suka berlarut-larut dalam kesalahpahaman.
Jakson menyandarkan tubuhnya di dinding, mengangguk setuju. Kedua tangannya dilipat di bawah dada menatap tajam Aruna, meskipun sebenarnya muak sudah ia melihat wajah cantik Aruna.
"Silakan, katakan saja apa yang kamu ingin katakan," sahut Jakson ketus dan dingin.
Aruna mendesah berat, "Nggak bisakah kita duduk buat bicara?"
Jakson memutar malas kedua bola matanya, melangkah lebih dahulu menuju ruang keluarga. Duduk lebih dahulu, sebelum disusul oleh Aruna.
"Sekarang katakan secepatnya dan jangan bertele-tele," kata Jakson tegas.
Aruna mengeluarkan smartphonenya, ibu jari tangannya mengetuk layar ponsel. Suara Viera mengalun, smartphone didorong perlahan ke arah Jakson. Percakapan antara Aruna dan Viera tadi malam, terdengar cukup jelas. Ekspresi wajah Jakson berubah perlahan, dari dinginnya menjadi memerah karena kesal.
"Aku sama sekali nggak pernah berniat buat melemparkan tubuhku pada Mas Jakson. Terbesit di benakku sekali saja nggak pernah, aku yang dijebak dan dirugikan. Lantas kenapa aku yang harus menderita, dan Mas Jakson menjadi korbannya," tutur Aruna, "korban di sini adalah aku, bukan Mas Jakson. Aku kehilangan kesucianku, karena sepupu Mas Jakson. Lalu, kenapa aku yang harus dimaki."
Aruna kembali menunduk meraih ponselnya, atensinya dibawa ke arah Jakson yang terlihat kacau.
Kepala Jakson mengeleng, "Itu nggak mungkin, Viera mungkin memang nakal. Tapi, dia nggak punya alasan buat sejauh ini menjebakmu, Aruna. Apalagi Hana adalah sahabatmu sendiri. Kamu pikir cuma karena rekaman suara itu, aku akan terkecoh?"
Aruna mendengus, "Iya, alasan. Sepupu Mas Jakson punya alasan besar kenapa dia ngelakuin ini, sementara sahabatku. Dia..., dia mengkhianatiku karena mencintai pacarku."
Jakson mengusap kasar wajahnya, menatap tak percaya ke arah Aruna. "Apa alasan Viera melakukan itu, hah?"
Jari jemari Aruna bertautan, ia menghela napas kasar. Kepala Aruna tertunduk, Aruna mendesah.
"Karena mantan pacarnya," sahut Aruna lirih, "sebenarnya ini terjadi di awal ospek, saat itu. Viera menjalin hubungan dengan seorang Kakak senior, mereka berpacaran. Mas Jakson mungkin kenal dengan mantan pacarnya, dia memang terlihat amat baik di depan semua orang. Tapi, di belakang itu dia nggak lebih dari sampah mesum. Kebetulan hari terakhir ospek, dia menargetkan aku. Aku...."
Aruna meremas jari jemari tangannya, mendadak dingin. Degup jantungnya bertalu-talu, deru napasnya terdengar memberat. Jakson memperhatikan setiap perubahan guratan ekspresi Aruna, bahkan melihat dengan jelas jari jemari Aruna bergetar.
"Apa dia—"
"Ya, dia melakukan aksi percobaan pemerkosaan. Beruntung saat itu, aku diselamatkan oleh Raka. Pria yang menjadi kekasihku," potong Aruna lirih.
Jakson terdiam, pria itu memang dinyatakan meninggal dunia. Hanya sekilas saja Jakson mendengar cerita dari ibunya, membuat Viera harus bolak-balik psikolog. Mereka sudah bertahun-tahun menjalin kasih namun, kekasih Viera dikabarkan meninggal mendadak.
"Viera tidak terima, dia pikir aku mengada-ada. Meskipun ada beberapa Kakak senior perempuan yang ikut angkat bicara atas bujukanku dan Hana. Bukankah cinta bisa membuat orang buta? Dia mendendam padaku," sambung Aruna pelan.
Kebencian Viera mengakar padanya, sementara kasus itu ditutup hanya dengan alasan kecelakaan. Keluarga lelaki itu, tidak ingin aib putra mereka terbongkar.
Bersambung...