NovelToon NovelToon
Suddenly Become A BRIDE

Suddenly Become A BRIDE

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Nikahmuda / CEO / Nikah Kontrak / Keluarga / Romansa
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: boospie

Liliana, gadis biasa yang sebelumnya hidup sederhana, dalam semalam hidupnya berubah drastis. Ayahnya jatuh sakit, hutang yang ia kira sudah selesai itu tiba-tiba menggunung. Hingga ia terpaksa menikah i Lucien Dravenhart , seorang CEO yang terkenal dingin, dan misterius—pria yang bahkan belum pernah ia temui sebelumnya.

Pernikahan ini hanyalah kontrak selama satu tahun. Tidak ada cinta. Hanya perjanjian bisnis.

Namun, saat Liliana mulai memasuki dunia Lucien, ia perlahan menyadari bahwa pria itu menyimpan rahasia besar. Dan lebih mengejutkan lagi, Liliana ternyata bukan satu-satunya "pengantin kontrak" yang pernah dimilikinya…

Akankah cinta tumbuh di antara mereka, atau justru luka lama kembali menghancurkan segalanya?

Cerita ini hanyalah karya fiksi dari author, bijaklah dalam memilih kalimat dan bacaan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon boospie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 27 Satu kamar

Di malam sunyi yang sarat rahasia dalam keheningan yang menggantung diudara. Atas permintaan langsung dari eyang, pasangan yang baru menikah itu diminta untuk tinggal di mansion. Sekaligus menemani wanita yang sudah tidak lagi muda itu.

Kini didalam bangunan yang besar nan luas itu hanya dihuni oleh tiga orang, lebih banyak dari biasanya. Sering kali wanita tua itu tidur dalam kesendirian, suami yang paling ia cintai telah pergi lebih dulu. Sisanya anak-anak serta cucunya yang telah memiliki kehidupan sendiri atau memilih hidup sendiri.

Terkadang rasa sedih melanda perasaan tatkala kesunyian malam menghampiri, meskipun begitu Dewi hanya terus menahannya.

Dentingan halus tercipta saat tangan Dewi meletakkan satu foto diatas meja. Didalam ruangan minim cahaya itu, Dewi tengah berada di salah satu kamar bersama Liliana. Sebelum membiarkan pergi tidur, dia mengajaknya untuk berkeliling, dan berakhir dikamar putrinya, Jessica.

Tidak benar-benar kosong, masih menyisakan beberapa barang Jessica termasuk foto, karena perempuan itu juga sering datang dan pergi.

"Lux tumbuh dengan didikan keras dari kakeknya, diantara ketiga cucunya—Lux yang paling kaku dan tangguh, terkadang aku berusaha membicarakan dengan John jika pendidikan terlalu keras tidak selalu berakhir baik," ungkap Dewi seraya mendudukkan dirinya disamping Liliana.

Cahaya rembulan yang terbentuk sempurna hari ini menerpa wajah Liliana, ia menatap Dewi dengan binar dikedua manik hazelnya. Sampai detik ini rasa penasaran dengan Lucien itu tidak kunjung usai, bahkan semakin mendalam.

Menatap anak rambut yang berjatuhan acak, Dewi menggerakkan tangannya untuk diselipkan dibelakang cuping telinga Liliana, "Namun, beruntungnya Lux salah satu anak yang paling cerdas, sangat cerdas, dia juga sangat patuh dengan setiap kalimat yang keluar dari John. Meskipun begitu, aku menyayangkan sikapnya yang sangat tertutup, dia terlalu dingin untuk membiarkan orang lain menyentuhnya."

"Belum lagi keadaan keluarganya, disetiap pertemuan yang ada—selalu terjadi pertengkaran. Sedari kecil anak itu menyaksikan pertengkaran kedua orang tua, mereka sama-sama keras kepala, tidak ada yang mengalah," imbuhnya dengan pandangan matanya bergerak keatas, seolah sedang mengingat satu persatu kejadian terdahulu.

"Tapi setidaknya ada kamu saat ini—" Tangannya menggenggam kedua tangan Liliana, ia tersenyum, "Aku menitipkan Lux, entah apa yang dia rasakan selama ini, tapi aku yakin tidak sepenuhnya hal baik."

"Lili, kamu sudah tau bahwa keluarga Dravenhart tidak sesempurna kalimat artikel yang hanya karangan itu—" Dewi berhenti sejenak, ia menunduk pelan.

"Namun, keluarga ini juga tidak selamanya buruk. Setiap keluarga, setiap orang punya sisi yang buruk tapi tetap tidak melupakan sedikit sisi baiknya," sambungnya.

Perempuan dengan kulit yang semakin keriput dan mengendur itu menatap sendu pada Liliana, "Kamu anak baik, eyang tau itu. Eyang harap kamu tetap bersama Lucien untuk mempertahankan keluarga Dravenhart."

Gadis itu masih terdiam dalam tenang, meskipun benaknya mulai mempertanyakan keberadaannya saat ini. Lantaran ia berada di bukan posisi yang seharusnya, rasanya tidak cocok jika iya mengiyakan ucapan Dewi. Berakhir hanya senyuman yang tercipta di bibirnya, senyuman yang selalu ia tunjukkan pada kedua orangtuanya, senyuman tulus tampak sangat bahagia.

Keduanya saling berpelukan beberapa saat kemudian.

"Baiklah—sudah waktunya untuk kalian tidur, aku akan mengantar kamu ke kamar," ajak Dewi lalu menggandeng gadis itu keluar kamar Jessica.

Liliana berjalan bersama keluar dari kamar, pikirannya berputar pada 'kamar' yang disebutkan oleh Dewi. Sebentar matanya membola, sebentar lagi kepala menggeleng acak secara pelan. Ia menatap Dewi yang lebih pendek darinya itu, lalu tersenyum.

"Lili, mengenai orang yang mengejar kamu terakhir kali, apa kamu melihat sesuatu seperti tanda atau plat mobil?"

"Mobil mereka tampak baru tidak ada plat, saya juga sama sekali tidak tahu jenis mobil mereka, bahkan orang-orangnya menggunakan penutup serba hitam seperti maling," jelas Liliana setelah tampak berpikir keras untuk mengingat kejadian sebelumnya.

"Sangat sulit, sepertinya kamu harus belajar beladiri Liliana. Iya—benar kamu harus berlatih dengan Lux," tutur Dewi terdengar seperti suruhan dibanding permintaan.

"Sepertinya tidak perlu eyang—" tolak Liliana.

"Ini untuk kebaikan kamu, Lux tidak mungkin 24jam akan menjaga kamu. Tidak mungkin juga bodyguard akan menjaga kamu dibalkon," sela Dewi dengan nada tegasnya.

Ia menggeleng, "Pokoknya tidak ada penolakan, kamu harus berlatih sesekali dengan Lux."

Dewi menghentikan langkahnya didepan pintu kayu yang masih mempertahankan gaya Victoria dimana ukirannya terlihat timbul dan berupa garis persegi panjang dengan dibagian setiap sudutnya berbentuk abstrak.

Tanpa mengetuk ia berucap, "Kami masuk Lux," ucapnya kemudian langsung memasuki kamar yang dulunya menjadi kamar Lux, masih berada satu lantai dengan kamar Jessica dan kamar Dewi, tepatnya dilantai dua.

Tampak tidak ada batang hidung Lucien disana, kemudian suara gemericik air dari arah kamar mandi terdengar oleh keduanya.

Dewi menggeleng pelan lalu menatap Liliana, "Lucien selalu mandi saat malam hari, kebiasaan dari kecil yang sulit dia hilangkan."

"Baiklah, kalian akan tidur bersama hari ini," ucapnya.

"Sebelum tidur nanti aku bawakan susu buat menghangatkan perut, eyang turun dulu," sambungnya lalu melenggang pergi meninggalkan Liliana yang duduk disisi ranjang.

Tangannya bermain dengan ujung pakaian seraya menyapukan bola matanya diseluruh ruangan ini. Interior kamar yang minimalis dengan paduan nuansa abu putih menambah tampilan sederhana namun mahal.

Tepat seperti kondisi ruangan serta apartemen milik Lucien, kosong. Tidak ada pengisi apapun yang sengaja dipajang disana, dinding polos, meja yang tak terisi.

apakah hidupnya juga sekosong ini?

Menunggu itu melelahkan, tapi jika sendirian tidak masalah bagi Liliana. Hingga pintu kamar itu terbuka, Dewi muncul dengan nampan berisi dua gelas susu putih, dengan tangan kirinya yang menenteng plastik putih. Ia berjalan meletakkan nampan diatas nakas.

"Ini baju tidur buat ganti kamu," ucap Dewi dengan menyerahkan plastik putih ke tangan Liliana.

Dewi melangkah menuju pintu lalu berucap, "Selamat malam, Lili."

"Terimakasih eyang, selamat malam juga," balas Liliana sembari membungkukkan tubuhnya.

Setelah kepergian Dewi, gadis itu menghampiri segelas susu. Tangannya menyentuh gelas, dengan cepat membawa ujung gelas menempel dibibirnya. Meneguk hingga tanpa sisa, bersamaan dengan Lucien yang keluar dari kamar mandi tanpa berbalutkan apapun kecuali handuk melilit dibawah perutnya.

Reflek gadis itu melihat pemandangan yang tak semestinya. Rambut basah yang masih menitikkan air, dimana aliran air tersebut jatuh membasahi tubuh Lucien, melewati dada bidang pria itu kemudian melintasi perut dengan abs yang terbentuk sempurna.

Seketika Liliana mengalihkan pandangannya, ia tersedak susu yang masih dalam perjalanan ke perutnya. Tangannya memukul pelan dadanya. Sementara Lucien hanya menatapnya datar dan berlalu pergi ke walk in clothes.

Liliana segera meraih plastik berisi pakaian kemudian melangkah cepat menuju kamar mandi.

Saat langkah Lucien nyaris mencapai pintu walk in clothes, kepalanya tertoleh, menatap segelas susu yang menyisakan satu masih utuh.

Langkahnya berbalik, menuju samping ranjang, ia mengambil gelas tersebut. Ketika bibirnya hampir menyentuh ujung gelas, tangannya terhenti, alisnya menukik seperti ada sesuatu yang aneh dari susu tersebut. Lucien pun mendekatkan lubang hidungnya, mencium bau samar tapi masih terasa kuat di penciumannya.

"What?!" Lucien membolakan matanya, ia beralih menatap kearah pintu kamar mandi. Meletakkan kembali susu tersebut tanpa berniat meminumnya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!