Arshaka Beyazid Aksara, pemuda taat agama yang harus merelakan hatinya melepas Ning Nadheera Adzillatul Ilma, cinta pertamanya, calon istrinya, putri pimpinan pondok pesantren tempat ia menimba ilmu. Mengikhlaskan hati untuk menerima takdir yang digariskan olehNya. Berkali-kali merestock kesabaran yang luar biasa untuk mendidik Sandra, istri nakalnya tersebut yang kerap kali meminta cerai.
Prinsipnya yang berdiri tegak bahwa pernikahan adalah hal yang sakral, sekeras Sandra meminta cerai, sekeras dia mempertahankan pernikahannya.
Namun bagaimana jika Sandra sengaja menyeleweng dengan lelaki lain hanya untuk bercerai dengan Arshaka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Flou, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
HUKUM CAMBUK
"Abah, Demi Allah Demi Rasulullah, Nadheera tidak berzina dengannya. Demi Allah, Abah! Ini hanya fitnah. Ini hanya fitnah. Nadheera difitnah. Puteri tercinta Abah difitnah."
Nadheera menatap Yaseer dengan tatapan menghiba, berharap permohonannya di dengarkan dan dikabulkan. Saat itu usianya sudah dua puluh tahun, sedangkan Arshaka baru hampir sembilan belas tahun.
Berderai air mata membasahi pipi seputih susu itu. Lentik bulu matanya telah basah sempurna saat tidak ada yang mempercayai keduanya sebab ada saksi dan bukti yang memberatkan.
Tidak, tidak. Mereka bukan saksi, melainkan pelaku yang memfitnah keduanya.
"Saya melihat Kang Arshaka masuk ke asrama putri tepat di awal waktu istirahat malam. Saya juga memiliki saksi bahwa Kang Arshaka menyogok Kang Yoga dan Citra agar bisa bebas keluar masuk. Lalu dua hari setelahnya, saya melihat Kang Arshaka keluar dari asrama putri tepat sebelum qiyamullail, Abah. Saat itu saya ingin mencuci baju. Beliau jalan mengendap-endap dengan rambut yang basah dan tatapan sayu. Buktinya sudah ada, baju serta pakaian dalam milik Kang Arshaka ada di dalam kamar Ning Nadheera. Puteri Abah telah berzina! Puteri Abah telah berzina!"
"Itu tidak benar! Jangan menghina Ning Nadheera, dia perempuan yang sangat menjaga martabatnya! Hidupnya ia persembahkan untuk Tuhan! Saya tidak pernah masuk ke asrama putri tanpa keperluan dan izin dari ustadz atau ustadzah. Saya juga tidak pernah masuk ke asrama putri seorang diri. Selalu ada yang mendampingi saya jika saya datang!"
Arshaka turut melakukan pembelaan dengan rasa penuh tak terima. Namun, kemampuannya hanya sebatas itu.
Yoga dan Citra dipanggil untuk menjadi saksi. Tebal lembaran uang keduanya sodorkan. "Hani benar Abah, ini uang yang Kang Arshaka berikan sebagai uang tutup mulut. Kang Arshaka cukup sering memberikan kami uang agar beliau bisa masuk ke asrama putri dengan bebas tanpa kami laporkan."
"Pembohong!" murka Arshaka hampir saja kehilangan kendali. Mukanya merah padam, urat-uratnya mencuat di batang leher serta pelipis. Sorot kemarahan terpancar kuat di matanya. "Demi Allah kalian pembohong! Barang seujung kuku pun saya tidak berani menatapnya lama, lalu bagaimana bisa saya berzina dengan Ning Nadheera?! Saya bahkan tidak tahu kamar asrama mana yang Beliau tempati!"
Fitnah keduanya telah berzina, berawal dari Hani yang tak suka saat tahu Nadheera memberikan hadiah ulang tahun pada Arshaka berupa galaxy crystal lamp yang tempo hari tak sengaja dipecahkan oleh Sandra, dan gelang kokka yang sampai saat ini masih Arshaka pakai. Kerap kali Hani meminta Arshaka untuk menjadi pacarnya dan tentu Arshaka tolak dengan halus pada awalnya.
Sakit hati Hani atas penolakan Arshaka sepertinya memupuk benih-benih dendam. Hingga pada puncaknya, Hani mengajak santri putra yang menyukai Nadheera untuk bekerjasama. Wisnu, teman satu kamar Arshaka yang bisa dengan mudah mengambil barang pribadi milik Arshaka yang digunakan sebagai alat fitnah tersebut.
Dalam sekejap, As-Shobirin gempar. Seluruh aktivitas pembelajaran dihentikan. Pengurus pondok langsung berembuk. Pro kontra terjadi hingga musyawarah untuk mencapai mufakat berlangsung selama tiga hari. Dan keputusannya pengurus pondok percaya dengan fitnah tersebut sebab saksi dan bukti ada, juga catatan-catatan hukuman yang Arshaka terima sebelumnya.
"Engkau Maha Melihat, Ya Allah. Tak apa tidak ada yang percaya dengan saya. Saya ikhlas selagi Engkau tidak pernah meninggalkan saya." Tepat sebelum kepalanya ditutup oleh kain, Nadheera menilik wajah Ahmad dengan tatapan terluka dan Ahmad memalingkan wajah ke arah lain.
Hari itu, tepat pukul satu siang selepas dzuhur, Arshaka dan Nadheera mendapatkan hukuman cambuk sebanyak seratus ratus kali oleh Ahmad. Arshaka terancam dikeluarkan, tetapi Narestha spontan bergerak dengan sangat cepat untuk membuktikan benar salahnya fitnah yang menyeret nama puteranya. Sementara Nadheera diasingkan ke pedalaman di luar Jawa selama tiga tahun tanpa adanya komunikasi dengan keluarga dan baru kembali dua tahun lalu.
Narestha sempat ingin menuntut pondok pesantren atas hukuman yang Arshaka terima, tetapi Arshaka melarangnya. Dia juga membuktikan bahwa hal tersebut adalah fitnah hingga Arshaka tidak jadi dikeluarkan. Berbeda dengan Hani dan Wisnu serta seluruh santri yang terlibat, langsung didepak dari As-Shobirin dan seketika hancur kehidupan orang tua mereka di tangan paman Arshaka yang tidak terima keponakannya difitnah seperti itu.
Arshaka collapse selama tiga hari di rumah sakit. Collapse bukan hanya sebab hukum cambuk tersebut, akan tetapi sebelum puncak fitnah itu terjadi, hukuman-hukuman kecil atas tuduhan tak berdasar sudah Arshaka terima. Hingga ia tak bisa menjaga kesehatan tubuhnya dengan benar, ditambah lagi dengan aktivitas pondok yang sangat padat.
Sementara Kyai Yaseer, Gus Ahmad, dan pengasuh serta pengurus pondok—semuanya kehilangan muka di hadapan Narestha.
"Boleh saya meminta sesuatu?"
Nadheera menyenggut samar tanpa menatap Arshaka. "Silahkan, Kak. Saya penuhi Insya Allah jika mampu," balasnya.
"Saat mengharapkan sesuatu, harus disertai konsekuensinya. Menyematkan nama seseorang dalam doa, maka harus ikhlas ketika Tuhan berkata lain. Jaga sholat dan hafalan Adek, baik?"
Ingin sekali rasanya Arshaka menarik Nadheera dalam rengkuhannya. Agar tunai rindunya, agar terbayar sakit keduanya. Namun, ia tidak ingin menyalahi aturan-aturan dalam mencintai sebab Allah yang menjadi hakimnya langsung.
Sudut bibir Nadheera melengkung ke atas dengan sempurna. Ia tahu, Arshaka tidak melihatnya dan senyumnya pun bukan ia tunjukkan pada pemuda yang duduk satu meter di sebelah kanannya. Ia tersenyum untuk dirinya sendiri.
"Saya ikhlas. Berbahagia lah, Kak. Allah tidak mengabulkan doa kita, pasti ada yang salah di antara kita berdua, atau Allah sedang cemburu sebab kita terbuai akan dunia karena hati yang selalu menggebu-gebu saat memuji makhlukNya tanpa bosan, sedangkan padaNya sering kali merasa jenuh."
"Sekali lagi, saya minta maaf, Ning." Suara Arshaka terdengar parau, tercekik tenggorokannya. Sedikitpun, tidak pernah terlintas di benaknya bahwa dia akan menyakiti Nadheera dengan cara seperti ini.
"Allah Maha Tahu, Kak. Semoga kedepannya tidak ada hal yang membuatmu terjebak dalam fitnah."
Air mata yang sejak tadi ditahan, pada akhirnya luruh di pipi Arshaka. Cepat-cepat ia mengusapnya sebelum Nadheera menyadari. Namun, gerakan itu tetap terdengar di telinga Nadheera yang peka. Gadis itu tidak menoleh, tetapi jemarinya saling menggenggam seakan menahan sesuatu yang ikut retak.
Semua berawal dari fitnah Hani dan Wisnu, yang berujung pada hukuman cambuk, yang kemudian membuat Gus Ahmad memasang tembok kokoh dan tinggu, kemudian berujung pada pernikahan Arshaka yang didasari rasa tanggung jawab semu—semuanya karena satu hal, yakni cinta yang terhalang takdir dan fitnah.
"Maafkan saya juga, Kak," sambung Nadheera lirih. " Saya bukan siapa-siapa lagi untuk ikut campur pada hidupmu sekarang. Saya cuma berharap … apa pun yang kamu jalani setelah ini, bisa membuatmu damai."
Damai.
Kata itu memukul dada Arshaka lebih keras daripada cambuk bertahun lalu.
"Dek," panggil Arshaka kini memberanikan diri menatap Nadheera sepenuhnya.
"Bisakah kamu ... bisakah kamu memercayai saya sekali lagi? Bahwa pernikahan ini bukan karena cinta. Ini hanya sebuah tanggung jawab. Sebuah kesepakatan yang harus saya ambil demi tidak melempar kotoran ke wajah orang tua saya?"
Nadheera mengangkat wajahnya, menatap Arshaka dengan mata yang tampak berlinangan air mata.
"Saya selalu memercayai kamu. Sejak dulu. Bahkan saat semua orang menuding kita berzina di hadapan Abah dan seluruh santri, saya tahu kamu tidak mungkin melakukannya. Tidak dengan saya, tidak dengan perempuan manapun. Saya percaya kamu selalu menghormati perempuan. Kepercayaan saya tidak pernah hilang," jawab Nadheera lembut, membuat hati Arshaka terasa dihantam palu godam karena rasa bersalah.
"Tapi pernikahan tetaplah pernikahan. Kamu adalah suami orang. Saya rasa takdir kita sudah sangat jelas. Kita harus fokus pada jalan kita masing-masing."
Nadheera menyunggingkan senyum tipis, senyum yang berusaha terlihat tulus padahal memendam ribuan sayatan di dalamnya. "Kamu harus menjaga istrimu dengan baik. Jangan sampai istrimu merasa terabaikan. Itu adalah amanah besar dari Allah."
Nasihat itu, nasihat dari gadis yang sangat ia cintai, perihal menjaga istri yang bahkan tidak pernah ia sentuh dan ia cintai—terasa seperti azab yang harus ia terima.
"Setelah ini saya akan berterus terang dengan Abah—"
"Tolong jangan," potong Nadheera terdengar memohon. "Jangan katakan apapun pada abah dan umi, apalagi Mas Ahmad. Saya tidak mau kabar ini abah dengar, dan berakhir buruk pada kesehatannya. Biar saya, biar saya yang mengurus sisanya. Akan saya katakan, bahwa saya yang memilih jalan lain, Kak."
Arshaka menggeleng tak setuju. Sejak awal, kedekatan mereka selalu melibatkan orang tua, juga Hesti yang kini tidak bisa berkata apa-apa selain ikut merasakan sakit. Ia merasa bahwa dirinya perlu menghadap Kyai Yaseer dan menyudahi semuanya secara baik-baik.
"Tidak. Tolong jangan lakukan itu!" pinta Arshaka berkata tegas. "Saya tidak akan membiarkan kamu kembali berkorban untuk menutupi kesalahan yang bukan sepenuhnya kesalahanmu. Biar saya yang bicara dengan Abah. Biar saya yang menanggung konsekuensinya."
"Simpan saja rahasia ini. Percaya sama saya, tolong."
Ini novel pertama saya, semoga kalian suka ya. Jangan lupa tinggalkan jejak di kolom komentar, Sayangku🥰