 
                            Namanya adalah Ye Lin. Selain Ketua Pembunuh Bayaran dia juga dikenal sebagai Kaisar Pedang Tak Terkalahkan. Dalam ratusan pertarungan yang telah dilalui dia lebih banyak menang dan tak pernah sekalipun menderita kekalahan. 
Namanya begitu disegani, pedangnya sangat dihormati. Namun pria yang terkenal kejam dan tak berperasaan itu pada akhirnya tewas saat berusaha menolong seorang anak muda. 
Dia merasa hidup sangat tidak adil sampai jiwanya malah terjebak ditubuh anak muda yang diselamatkannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sayap perak, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch - 13 : Memberi Pelajaran Kakak Beradik Hua
Tiga hari berlalu.
Di ruangannya, Ye Lin telah melewati momen rasa sakit yang tak tertahankan di mana tubuhnya ditempa ulang dalam tiga hari dua malam.
Sekarang, dia bukan hanya tidak merasakan rasa sakit, tubuhnya terasa sangat nyaman dan dipenuhi dengan energi.
"Sudah waktunya untuk keluar."
Baru membuka pintu ruangan, ternyata Huang Mei telah menunggu di luar. Wajahnya tampak berseri, menyambut dengan penuh senyum kemunculan Ye Lin.
"Wah! Tuan Muda sangat hebat. Hanya tiga hari sudah naik enam tingkat."
Ye Lin tidak memungkiri hal itu. Namun bukan tanpa alasan peningkatannya begitu menakjubkan. Semua berkat pil janin pembentuk akar yang membantu memperbaiki pondasi kultivasinya. Merekonstruksi ulang tubuhnya, menyerap khasiat sumber daya yang sebelumnya tidak terserap dengan baik selama belasan tahun.
"Kau juga tidak kalah hebat. Dalam tiga hari sudah menerobos ke tingkat bumi lapisan kedua."
Huang Mei senang mendengar pujian Ye Lin. Tersenyum malu-malu hingga tidak tahu bagaimana harus menjawabnya.
"Tuan Muda, harusnya hari ini pedangnya sudah selesai dibuat. Bagaimana jika kita pergi ke aula pandai besi?"
"Mungkin memang sudah selesai. Ayo pergi melihatnya."
___
Kediaman Ye Lin.
Di tengah sinar matahari yang perlahan naik, empat orang terlihat berdiri di halaman sembari menatap pintu masuk.
Satu di antaranya adalah Hua Tianyang, yang sekali lagi datang mengikuti permintaan adiknya.
Namun, sejak datang dia tak bicara sepatah katapun, hanya memasang wajah kusut sambil melipat tangannya berekspresi masam.
"Jadi, kapan dia akan datang? Jangan terus bilang sebentar lagi, sebentar lagi, kalian sudah mengatakannya sejak tiga hari yang lalu tetapi murid baru itu tidak pernah muncul."
Hua Yun menggaruk tengkuknya dengan bingung. Dia datang dengan mengajak kakaknya berencana memberi Ye Lin pelajaran. Namun, bukan hanya rencana itu tidak terlaksana, mereka datang empat hari berturut-turut tetapi Ye Lin tidak terlihat batang hidungnya.
"Kak, aku ...."
Hua Tianyang berdecak lalu membuang muka. Meskipun tak bicara, terlihat jelas dari tatapannya ingin memaki Hua Yun saat itu juga.
Hua Yun mengepal tangan. Perasaan tidak nyaman yang dirasakan saat ini membuatnya lebih membenci Ye Lin.
"Ye Lin... Kau tidak akan bisa terus bersembunyi di dalam akademi. Cepat atau lambat, aku akan menemukanmu."
___
Aula Pandai Besi.
Setelah mencoba ayunan pedang barunya, Ye Lin berhenti lalu tampak diam sambil menggosok hidungnya. Kali ini entah siapa yang memiliki begitu banyak kebencian terhadapnya.
"Kenapa? Apa kau tidak puas dengan pedang ciptaan ku?"
Du Rumeng memperhatikan dengan tatapan penuh intimidasi. Dia tak tahu apa yang dipikirkan Ye Lin, jadi dia berpikir Ye Lin tiba-tiba terdiam karena pedang ciptaannya tidak cukup memuaskan.
Ye Lin mengerti maksud tatapan itu dan segera menjelaskannya.
"Tidak ada masalah dengan pedangnya. Ini sangat baik."
Tepat setelah bicara Ye Lin melepaskan tebasan yang dengan segera membelah batu dalam jarak seratus meter.
Sling...
Itu adalah batu yang tak lebih besar dari kepalan tangan orang dewasa, tetapi dengan satu ayunan pedang masih dapat membelahnya tanpa membuatnya bergerak.
Sangat halus. Sangat presisi.
Du Rumeng benar-benar tercengang hingga tak mampu berkata-kata. Pada waktu yang sama dalam benaknya terbayang satu sosok, Ye Lin.
Bahkan, Du Rumeng hampir saja berpikir jika pemuda di depannya adalah Ye Lin teman seperjuangannya. Namun, pikiran tak masuk akal itu segera ditepis dari kepalanya.
"Hanya nama yang sama bukan berarti orangnya pun sama. Tidak masuk akal juga tua bangka bau tanah itu tiba-tiba memiliki tubuh yang muda dan tampan." Du Rumeng mulai tertawa sendiri ketika memikirkan hal ini. Melirik kepada Ye Lin, kemudian menggelengkan kepala dan kembali tertawa.
"Tetua Du, karena semua urusan sudah selesai kami tidak akan mengganggu waktumu yang berharga. Kami pamit."
Ye Lin baru berjalan beberapa langkah sebelum Du Rumeng menghentikannya.
"Eh, tunggu!" Pria tua itu mendekat, menoleh ke sekitar dengan gelagat yang aneh sebelum berbicara dengan suara rendah.
"Kita sudah sepakat, kau tidak boleh asal cerita di luar. Sampai satu saja orang luar tahu, kau tidak akan berakhir baik."
"Du Rumeng, beraninya kau mengancamku?!"
Mata Du Rumeng melotot mendengar Ye Lin menyebut namanya secara gamblang. Garis-garis wajahnya langsung menghitam.
"Bocah, kau sangat kurang ajar, ya!"
Suara Du Rumeng lebih keras, membuat beberapa orang di sekitar menatap ke tempat mereka.
"Sial, aku benar-benar lupa sekarang aku hanya seorang murid akademi." Ye Lin membatin dan menepuk keningnya. Berusaha membujuk Du Rumeng yang tampak masih berang.
"He-he-he... Tetua Du, murid mengerti, murid mengerti. Kami tidak akan bicara sembarangan, kami pamit dulu."
Tanpa menunggu Du Rumeng merespon Ye Lin telah melarikan diri sejauh mungkin. Huang Mei sempat tertinggal, tetapi segera ikut kabur dan mengejar Ye Lin.
"Tuan Muda, Tuan Muda sangat berani. Dengar-dengar dari murid lain Tetua Du itu sangat galak, tidak ada yang berani menyinggungnya, tapi Tuan Muda bahkan sampai membuatnya semarah itu."
Ye Lin tertegun melihat Huang Mei malah tertawa cekikikan.
"Apa kau sesenang itu? Jika tidak segera pergi kita mungkin akan jadi bahan baku tungkunya."
"Hahahahaha ...."
Ye Lin tidak bicara dan mulai memperlambat langkahnya ketika keluar dari aula pandai besi. Dia berjalan hendak pulang ke kediamannya, tapi saat itu empat orang berdiri menghalangi jalannya seperti sengaja mencari masalah.
"Sialan! Dicari ke seluruh tempat ternyata malah ada di sini."
Ye Lin diam tanpa mengatakan sesuatu. Tiga orang ini lagi-lagi datang mencari masalah. Padahal sebelumnya dia sudah sangat murah hati melepaskan mereka berharap tidak akan terulang kejadian yang sama. Tapi baru berlalu beberapa hari ketiganya malah datang mencari masalah dengannya, bahkan mengajak satu orang tambahan.
"Ada apa di sana? Apa itu Hua Yun?" Suara Hua Yun yang tidak pelan membuat murid-murid yang ada di sekitar menatap ke arah mereka.
Namun Ye Lin masih tenang seolah tak terpengaruh dengan semua tatapan yang tertuju kepadanya. Bahkan setelah mengetahui satu tambahan itu adalah Hua Tianyang.
Sedangkan Hua Yun, dia melihat dari sudut yang berbeda. Mengira sikap diam Ye Lin adalah bentuk ketakutan terhadap mereka.
"Kenapa kau diam? Menyesal? Jika kau berlutut dan mematahkan satu lenganmu, aku akan melupakan masalah yang sudah terjadi." Dia mengatakannya dengan sangat congkak. Senyum menghina terukir nyata di antara bibirnya.
Hua Yun tahu jika kekuatannya masih kurang untuk balas dendam. Tapi memangnya kenapa, dia punya bala bantuan.
"Cepat kau berlutut dan aku akan menendang wajahmu," batinnya sembari mengembangkan senyum semakin lebar.
Namun, yang terjadi sangat tidak sesuai dengan bayangannya. Bukan hanya tidak berlutut tapi Ye Lin berjalan dengan aura terpancar dari tubuhnya.
Hua Yun mengepalkan tangan, kemudian menoleh pada Hua Tianyang.
"Kak, tidak perlu menahan diri. Dia perlu diberi pelajaran."
Ketika fokus tertuju kepada Hua Tianyang, segera penampilannya dikenali oleh murid-murid yang menyaksikan.
"Bukankah dia Hua Tianyang? Dia adalah murid senior, sebaiknya kita menjauh jika tidak ingin terlibat." Beberapa murid pergi, tetapi yang masih penasaran tetap berada di sana walaupun harus menjaga jarak.
Di momen ini, Ye Lin merasakan aura kekuatan Hua Tianyang yang berada di tingkat bumi lapisan ketiga. Semakin memancar, menjadi lebih pekat.
Huang Mei maju berniat melindungi Ye Lin, tetapi dengan satu isyarat dia kembali ke tempatnya dan diam dengan patuh.
"Kau... Kau murid baru yang waktu itu, bukan? Di balai pelatihan, kelas Guru Xiao. Apa kau masih mengingatku?" tanya Hua Tianyang.
Hua Yun dan kedua temannya yang mendengar ini sontak saling berpandangan. "Kak, kau mengenalnya?"
Hua Tianyang memutar kepalanya menatap Hua Yun sebelum tertawa.
"Mengenalnya? Tentu saja tidak. Hanya murid baru yang sombong, aku juga tidak sudi mengingat namanya. Cuih!"
Hua Tianyang waktu itu meninggalkan balai pelatihan lebih awal dari siapapun. Dia tidak tahu apa yang terjadi setelah dirinya meninggal kelas. Juga tidak tahu, jika Ye Lin menjadi murid yang paling menarik perhatian Xiao Lingzhe selama kelas.
Dia berpikir Ye Lin hanya seorang murid baru, itu tidak salah, tapi juga tidak bisa dikatakan sepenuhnya benar.
"Kak, lakukan sekarang. Jangan menahan diri." Hua Yun kembali mengingatkan Hua Tianyang yang kemudian segera mengeluarkan pedangnya.
"Jangan bilang aku menindasmu sebagai murid senior. Kuberikan kesempatan menyerang lebih dulu dan aku hanya akan bertahan."
Cari mati. Mungkin itu kalimat yang akan keluar jika Ye Lin membuka mulutnya.
Julukan dirinya adalah Kaisar Pedang Tak Terkalahkan, tetapi Hua Tianyang malah menantang kekuatan serangannya.
Karena begitu ingin mempermalukan diri, Ye Lin juga tidak keberatan mengabulkan keinginannya. Dia menarik pedangnya, pedang baru yang masih sangat mulus.
"Kau siap?"
"Cuih! Jangan banyak bicara, langsung serang saja."
Ye Lin tersenyum miring. Detik berikutnya, dia menebaskan pedang yang membuat udara langsung berfluktuasi.
Tubuh Hua Tianyang membeku. Seperti terjebak dalam ilusi, dia tidak bisa menggerakkan kaki tangannya dengan leluasa.
Pada detik ini, dia baru menyadari telah meremehkan orang yang salah. Namun terlambat, gerakan pertama teknik pedang pembalik gunung telah diaktifkan.
Meskipun pada akhirnya Hua Tianyang berhasil melepaskan diri dari ilusi, tebasan pedang yang bergerak seperti gelombang menyapu tubuhnya dan langsung membuatnya terpental.
Uhuk...
Dia memuntahkan seteguk darah.
"Baik, itu sangat bagus. Tapi sekarang giliranku."
"Kau bercanda? Tadi kau bilang kau hanya akan bertahan."
Hua Tianyang mengira serangan Ye Lin sudah berhenti. Namun, baru saja dia berniat menyerang, dua siluet tebasan tiba-tiba sudah ada di depan matanya.
Blam!
Blam!
Kali ini Hua Tianyang menghantam lebih keras. Tidak bisa bangun, melepaskan pedangnya sebelum pingsan.
"A-apa?!"
Tubuh Hua Yun menegang ketika menyaksikan Hua Tianyang dikalahkan. Keringat dingin membasahi wajahnya, perlahan tapi pasti menjadi semakin pucat.
"Ini tidak masuk akal. Bagaimana mungkin kakak dikalahkan?!"
Berteriak histeris, dia mulai menyesali keputusannya mencari masalah dengan Ye Lin. Nafasnya memburu, menatap dengan ketakutan.
"Tidak. Aku harus pergi, aku harus pergi." Sembari menggenggam tangan erat, Hua Yun memutar tubuhnya kemudian berlari secepat kilat.
Ye Lin melihatnya, segera mengejar tanpa kesusahan.
"Mau kemana? Ingin kabur?"
Ye Lin bukan orang yang mudah ditindas. Setelah mencari masalah dengannya jangan harap pergi begitu saja.
"A-apa yang ingin kau lakukan?" Hua Yun tanpa sadar melangkah mundur. Akan tetapi, satu langkah dia mundur Ye Lin pun mengikutinya.
"Kak! Kau di mana?!" Hua Yun mencari Hua Tianyang untuk meminta pertolongan. Tapi Hua Tianyang tidak bisa membantu karena dirinya sendiri tergeletak tak sadarkan diri.
Gluk!
Hua Yun meneguk ludahnya secara kasar.
"Ka-kau ... Apa yang akan kau lakukan? Di akademi dilarang saling membunuh." Melihat Ye Lin maju satu langkah, pria yang sangat arogan itu takut sampai lemas.
"Tentu saja aku tahu, tapi, aku tidak mungkin melepaskanmu begitu saja, bukan?"
menantu dewa roh gmn ga berlanjut ksh