Ini adalah kisah Si pemeran antagonis di dalam sebuah novel. Wanita dengan sifat keras hati, kejam, dan tidak pernah peduli pada apapun selama itu bukan tentang dirinya sendiri.
Seperti pemeran antagonis dalam sebuah cerita pada umumnya, dia ada hanya untuk mengganggu Si protagonis.
Tujuan hidupnya hanya untuk mengambil semua yang dimiliki Si protagonis wanita, harta, karir, kasih sayang keluarganya, bahkan cinta dari protagonis pria pun, ingin ia rebut demi misi balas dendamnya.
"Aku akan mengambil semua yang Karina dan Ibunya miliki. Aku akan membuat mereka menanggung karma atas dosa yang meraka perbuat pada Ibuku!" ~ Roselina ~
"Apa yang kau lakukan itu, justru membuat mu mengulang kisah Ibu mu sendiri!" ~ Arsen ~
"Ternyata, laki-laki yang katanya pintar akan menjadi bodoh kalau sudah berpikir menggunakan perasaannya, bukan otaknya!" ~ Roselina ~
Akankah Roselina Si wanita yang tak percaya dengan yang namanya cinta itu akan berhasil membalaskan dendamnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hampir gila
"Hmm!!"
Suara deheman itu membuat Rose dan Garry menoleh. Mata Rose terlihat mengerling jengah karena kedatangan Arsen.
"Kalian terlihat begitu dekat!" Arsen mendekat dengan kedua tangannya yang masuk ke dalam saku celana.
"Kami baru bertemu secara langsung hari ini. Tapi aku senang kalau kami terlihat dekat!" Garry melirik ke arah Rose dengan senyum tipis penuh arti.
"Jangan terlalu dekat, dia sudah bersuami!" Arsen langsung duduk di samping Rose. Jadi saat ini Rose duduk di antara dua pria itu.
"Ayolah Arsen, aku tau kalian menikah karena perjodohan. Yang kau cintai adalah Karin, bukan Rose. Kau lupa bahkan sekitar dua minggu yang lalu kau meminta bantuanku agar kekasihmu itu memenangkan proyek perusahaan Daddy!"
Arsen langsung terlihat gugup saat ini. Apalagi melihat Rose yang kini menatapnya kemudian menyeringai memalingkan wajahnya.
"Terserah, yang jelas sekarang Rose adalah istriku. Jadi bersikap sewajarnya saja, apalagi di sini akan ada banyak orang. Apa tanggapan mereka kalau kalian begitu dekat!" Arsen berusaha mengalihkan pembicaraan tanpa mau meladeni ucapan Garry tadi.
"Tentu saja kami bersikap sewajarnya. Kami kan hanya teman, benar kan Nona Rose?"
"Benar!" Sahut Rose dengan lugas.
"Panggil saja Rose agar lebih nyaman!" Lanjut Rose.
"Baikan Rose, tapi aku tidak tau kalau kedepannya bagaimana. Pasalnya, aku benar-benar tertarik denganmu Rose!" Garry begitu terang-terangan mengutarakan niatnya.
"Aku tau kau bukan pria pengecut yang menjadi diri dalam rumah tangga orang Gar!" Arsen menatap tajam teman lamanya itu.
"Sepertinya, kalau rumah tanggamu ini pengecualian Arsen. Karena aku tau kalian tidak saling mencintai. Iya kan Rose?"
"Iy.."
"Ayo kita pindah, tempat duduk kita bukan di sini!" Arsen langsung menarik lengan Rose menjauh dari Garry.
"Hey, apa yang kau lakukan?!" Seru Garry namun tak dipedulikan oleh Arsen.
"Apa-apaan kau? Lepas!" Rose menghentakkan tangannya.
"Jangan dekat-dekat dengan Garry. Dia itu pemain wanita!" Bisik Arsen ketika mereka sudah agak me jauh dari Garry.
"Bukan urusan mu, urus saja urusan mu sendiri!" Ketua Rose sembari mengusap tangannya yang tadi ditarik oleh Arsen.
"Aku hanya tidak mau orang-orang memandang nu buruk karena dekat dengan lelaki lain padahal kau sudah bersuami!"
"Lebih baik kau berkaca dulu sebelum bicara. Kau bahkan lebih parah karena memilih berduaan dengan wanita lain di hari pernikahan kita!"
Arsen meneguk ludahnya dengan kasar karena lagi-lagi ucapannya dapat dibalikkan dengan mudah oleh Rose.
"Kalau hanya masalah pandangan orang lain, aku sudah tidak peduli sejak dulu. Terserah orang mau bilang apa, aku tidak ada kewajiban menyenangkan hati mereka!" Rose berjalan lebih dulu mencari kursinya.
"Dasar keras kepala!" Guman Arsen mengikuti Rose dari belakang. Ternyata kursinya berada satu meja dengan Rose kali ini.
"Kenapa tidak bilang kalau kau juga datang ke acara ini?" Tanya Arsen setelah mereka duduk berdua. Untung saja di sampingnya belum ada tamu yang lain karena posisi mereka duduk dengan meja bundar ditengahnya yang akan terisi lima sampai enam orang.
"Kau tidak tanya!" Sahut Rose dengan acuh, wanita cantik dengan mata besar dan bibir ranum itu memilih membuka laptopnya.
"Nanti kita pulang bersama. Malu kalau dilihat orang kita datang dan pulang sendiri-sendiri. Apa yang akan mereka pikirkan nanti apalagi kita baru saja menikah.
"Aku datang bersama Boy, dia sedang mengurus sesuatu. Sebentar lagi dia kembali!"
"Singkirkan dulu sekretaris jadi-jadianmu itu!"
"Kenapa sekarang kau jadi banyak bicara?!" Rose memalingkan wajahnya menatap Arsen dengan tajam hingga membuat Arsen langsung menciut seketika. Untung saja belum banyak orang jadi tidak ada yang mendengar ketika Rose memarahinya.
Tak ada lagi suara dari Arsen saat ini. Dia hanya diam sembari melihat Rose menyusun proposal yang kemarin.
Matanya tak lepas dari wajah Rose yang terlihat begitu serius saat ini. Tapi bukan saat ini saja, wajah itu memang terlihat begitu serius setiap harinya. Tanpa senyum dan tawa atau tanpa ekspresi lainnya.
"Bola matamu itu bisa jatuh kalau terus menatapku seperti itu Tuan Arsen!" Ucap Rose yang membuat Aren langsung gelagapan dan gugup karena terpergok memandangi Rose.
"Lebih baik lihatlah ke depan, acara sudah dimulai!"
Arsen memalingkan wajahnya ke depan sana. Benar saja, acara memang sudah dimulai dan orang-orang juga sudah memenuhi ruangan itu. Entah berapa lama ia memandangi Rose sampai tidak menyadari kedatangan orang-orang itu. Bahkan sudah ada Boy, sekretaris Rose juga ikut duduk di sana.
"S*al, apa yang baru saja aku lakukan!" Umpatnya dalam hati.
Beberapa jam berlalu, acara itu pun selesai. Arsen masih tetap menginginkan Rose untuk pergi dari tempat itu secara bersama-sama. Setelah Arsen mengatakan demi reputasi mereka di depan banyak orang, Rose akhirnya mau satu mobil dengan Arsen untuk pertama kalinya. Itu pun harus menggunakan mob Rose.
"Menepi di depan!" Pinta Rose pada Arsen.
"Kau mau apa?" Arsen melirik wanita di sampingnya.
"Cepat!" Kata Rose tak ingin dibantah.
"Ck!" Arsen akhirnya menuruti apa kata Rose untuk menepikan mobilnya di tempat yang agak sepi.
"Turun!"
"Apa?" Arsen tentu saja tak paham dan kebingungan.
"Turun sekarang!" Desak Rose bahkan dia melepas seatbelt milik Arsen.
"Iya oke oke sabar!" Omel Arsen karena dia tidak tau apa maunya Rose.
"Sebenrnya kau mau apa?" Tanya Arsen setelah Rose jiga keluar dari mobilnya.
"Minta sekretaris mu untuk menjemputmu di sini. Aku harus pergi!" Rose berjalan memutar ke arah kemudi dan meninggalkan Arsen begitu saja.
"Woaaahhh!" Arsen terperangah.
"Sungguh luar biasa wanita itu!" Arsen benar-benar tak percaya kalau dirinya dibuang di jalan seperti itu oleh Rose.
Tin..tin...
Arsen menoleh pada mobil yang berhenti di sampingnya.
"Kenapa kau di jalan seorang diri? Apa kau berubah menjadi gelandangan setelah menikah?" Tanya seorang pria dari dalam mobil itu.
"Ck!" Arsen berdecak kemudian masuk begitu saja ke dalam mobil orang itu.
"Dia meninggalkan ku di jalan begitu saja!"
"Siapa? Istrimu?" Tanya pria itu.
"Siapa lagi kalau bukan wanita gila itu!" Kesal Arsen.
"Luar biasa sekali dia karena bisa membuang mu di jalan seperti ini!" Pria di samping Arsen itu malah tertawa begitu puas.
"Tutup mulutmu dokter Jaden s*alan!" Umpat Arsen pada sahabatnya itu.
Bukannya berhenti, Jaden malah semakin terbahak karena kemarahan Arsen itu.
"Cukup, ada hal yang ingin aku tanyakan padamu!" Arsen terlihat serius hingga Jaden benar-benar menghentikan tawanya.
"Apa?"
"Sertraline, obat untuk apa itu?"
"Siapa yang mengkonsumsi obat semacam itu? Kau mulai gila?" Jaden menatap Arsen dengan cemas.
"Jawab saja!"
"Sertraline adalah obat untuk menangai depresi, serangan panik, gangguan kecemasan sosial, post traumatic stress disorder atau PTSD"
"Jadi artinya jika orang mengkonsumsi obat itu?" Arsen menunggu jawaban Jaden.
"Dia dalam kondisi yang tidak baik-baik saja. Berada dalam tekanan mental yang cukup berat bahkan hampir gila!"
"Apa??!!"
blm sadarkahhh????!!