Noura mati dibunuh suaminya dan diberi kesempatan hidup kembali ke-3 tahun yang lalu. Dalam kehidupannya yang kedua, Noura bertekad untuk membalaskan dendam pada suaminya yang suka berselingkuh, kdrt, dan membunuhnya.
Dalam rencana balas dendamnya, bagaimana jika Noura menemukan sesuatu yang gila pada mertuanya sendiri?
"Aah.. Noura." Geraman pria itu menggema di kamarnya. Pria itu adalah Zayn, mertua Noura yang sering menyelesaikan kebutuhan diri sambil menyebut nama menantu wanitanya.
"Kenapa dia melakukan itu sambil menyebut namaku..?" Noura harus dihadapkan mertua gilanya yang sudah duda. "Anaknya gila.. ayahnya juga lebih gila, eh tapi.. besar juga ya kalau dilihat-lihat."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pannery, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20 CM
Zayn menundukkan kepala, wajahnya terlihat malu.
Noura yang duduk di sebelahnya merasakan hal yang sama. Mereka tak saling menatap, hanya hening yang mengisi jarak di antara mereka.
Lalu melihat tukang servis yang celingak-celinguk, Zayn kemudian sadar.
"Oh ya, mari Pak saya antar ke atas. Hati-hati, Pak. Di sini banyak pecahan kaca," kata Zayn seraya menghampiri tukang servis itu.
"Noura," panggil Zayn pelan. "Apa tidak apa-apa kalau aku ke atas sebentar? Aku harus mengantar tukang untuk memperbaiki pintu."
Noura mengangguk tanpa kata, jantungnya masih berdebar akibat interaksi tadi.
Ketika Zayn pergi, Noura mengusap wajahnya perlahan, berusaha menenangkan dirinya.
“Astaga, aku ini kenapa?” Gumam Noura sambil memejamkan mata sesaat.
Sentuhan sederhana dari Zayn tadi, cara dia berbicara... semuanya membuatnya merasa seperti anak kecil yang lama tak dimanja.
"Jantungku berdetak tak karuan." Gumam Noura lagi seraya menyentuh dadanya, suara jantung itu masih terdengar kencang.
Beberapa saat kemudian, Zayn kembali turun dari lantai atas. Ia mendekati Noura dengan langkah santai.
Tanpa diduga, Zayn menyentuh rambut Noura yang menjuntai di belakang lehernya.
"Aku dari tadi penasaran, shampo-mu ini... wanginya enak sekali," ujar Zayn dengan suara rendah, dekat sekali dengan telinganya.
Noura terkesiap. Ia menatap Zayn dengan gugup, lalu dengan cepat meneguk ludahnya sendiri. Wajahnya memerah hebat, dan ia buru-buru memalingkan muka.
"Ah, Daddy..." Noura mencoba mengalihkan perhatian Zayn. "Aku ingin istirahat sebentar. Bisakah aku meminjam kamarmu sementara?" Tanyanya, suaranya terdengar gemetar.
Zayn menatapnya, sedikit heran, tapi akhirnya mengangguk. "Tentu, istirahatlah yang cukup," jawabnya santai.
Noura bergegas peegi tanpa menoleh lagi ke arah Zayn, tetapi langkahnya terhenti sesaat saat mendengar suara Zayn memanggil.
"Kalau butuh ditemani, panggil aku saja," godanya sambil tersenyum lebar.
"Tidak perlu!" Sahut Noura cepat, hampir terbata-bata. Ia kembali melangkah, kali ini lebih tergesa.
Sementara itu, Zayn masih berdiri di ruang tamu, tertawa kecil melihat reaksi Noura yang menurutnya lucu.
Zayn kemudian melirik kekacauan di sekelilingnya—benda-benda yang berserakan dan banyak pecahan kaca di lantai.
"Sepertinya aku harus membereskan ini semua," gumamnya sambil mulai mengambil kantung plastik untuk mengumpulkan pecahan kaca yang berserakan.
Di sisi lain, begitu sampai di kamar mertuanya, Noura menutup pintu dengan cepat, lalu menyandarkan punggungnya pada dinding.
Noura lalu memungut ponselnya yang tergeletak di lantai. Ia memeriksanya dengan cepat, lalu mendesah pelan.
"Astaga, aku lupa ponselku masih di sini." Ketika membuka layar, ia melihat ada pesan masuk dari Darrel.
Darrel: Maaf, aku terlalu emosi tadi. Tolong bujuk Ayah agar aku diterima lagi di rumah.
Noura mendecih. "Bujuk aja sendiri," gumamnya, menatap pesan itu dengan rasa kesal.
Noura tidak membalas, memilih untuk mematikan layar ponsel dan meletakkannya di atas meja.
Mendadak pikirannya mulai melayang, memikirkan kedekatannya dengan Zayn yang akhir-akhir ini terasa aneh.
"Ah kok aku makin deket sama dia.. ini nggak masuk akal. Apa aku sebenarnya hanya kesepian?" Gumamnya gusar.
Noura mengusap wajahnya, mencoba mencari jawaban. "Mungkin aku harus cari pria lain? Atau, untuk sekarang..."
Noura membuka aplikasi belanja online di ponselnya, berharap membeli sesuatu yang bisa menghiburnya.
Saat matanya menjelajahi berbagai barang di aplikasi, ia menemukan sesuatu yang menarik. "Yang ukurannya 20 cm? Boleh juga," gumamnya setengah bercanda.
Noura tertawa kecil pada dirinya sendiri untuk membeli hal yang bisa menghiburnya.
Namun, tawa itu langsung terputus ketika Zayn tiba-tiba muncul di ambang pintu.
"Hwa!" Seru Noura, terkejut.
Zayn menyeringai melihat reaksinya. "Aku pikir kamu sudah tidur." Ucapnya santai.
"Ah, iya, ini... aku mau tidur kok," jawab Noura gugup, sambil buru-buru menutup ponselnya.
Zayn berjalan mendekat, masih dengan senyumnya yang khas. "Santai saja, Noura. Ini bukan pertama kalinya kamu tidur di sini, kan?" Katanya, lalu masuk ke dalam kamar tanpa menunggu jawaban.
"Membersihkan rumah dengan kemeja ternyata panas juga." Dengan santai, Zayn mulai membuka kemejanya, memperlihatkan tubuhnya yang berotot.
"Heh! Daddy, ngapain?" Noura memalingkan wajah sambil menutup matanya rapat-rapat.
Zayn tertawa kecil. "Kenapa? Ini kamarku, dan aku hanya ingin ganti baju."
"Tapi Daddy tidak bisa asal membuka pakaian di depan wanita... seperti aku!" Sahut Noura cepat, suaranya terdengar panik.
"Kenapa tidak bisa?" Zayn mendekat, membuat Noura semakin gugup.
Noura mencoba mengintip sedikit dari sela jarinya, tapi malah mendapati Zayn semakin dekat.
Detik berikutnya, Zayn mendorong Noura ke dinding dengan lembut, menatapnya dengan intens.
"Kamu juga sudah pernah lihat, kan? Dan, sepertinya kamu suka," ucap Zayn sambil menyeringai.
Noura terbelalak. "Kata siapa aku suka? Aku tidak suka!" Tantangnya, meskipun
nada suaranya sedikit gemetar.
"Oh? Kalau begitu, coba buktikan kalau kamu benar-benar tidak suka," balas Zayn, nadanya penuh tantangan.
Noura merasa kesal, tapi ia tak mau kalah. Dengan ragu, ia mengangkat tangannya, menyentuh dada Zayn yang bidang, lalu menurunkannya ke perutnya yang berotot.
"Aku... aku tidak suka kok," ucapnya, meskipun ada keraguan yang jelas di suaranya.
Dalam hati, Noura berteriak. 'Gila, badannya bagus banget!'
Tapi, Noura tetap mencoba mempertahankan ekspresi datar, meskipun pipinya memerah hebat.
Zayn menahan tawanya, lalu mendekatkan wajahnya ke telinga Noura. "Kamu yakin tidak suka?" Bisiknya.
"Aku tidak suka..," ulang Noura, namun suaranya bergetar pelan.
Meski bibirnya mengucapkan penyangkalan, wajahnya justru memerah padam, seperti tomat matang yang tak bisa disembunyikan.
Bibir Noura pun bergetar, mencerminkan kegugupan yang ia coba tahan.
Tangan Noura, yang masih berada di dada Zayn, tanpa sadar mulai bergerak perlahan, mengikuti lekukan otot yang terasa kuat di bawah kulit.
Zayn menghela nafas berat. Tubuhnya terasa menegang, seolah setiap sentuhan Noura membuatnya kehilangan kendali sedikit demi sedikit.
"Noura," panggilnya, nadanya rendah tapi penuh tekanan.
Noura tersentak mendengar suaranya, tapi tangannya justru terus bergerak, menelusuri hingga ke sisi perut Zayn yang berotot.
Jujur, Noura terpana melihat tubuh itu, seolah terpahat sempurna. 'Dua satu ini meresahkan juga..' Batin Noura lagi.
"Noura." Zayn yang sudah berada di ujung kesabarannya tiba-tiba meraih pergelangan tangan Noura.
Genggamannya tegas namun tetap lembut, menahan Noura agar tidak bergerak lebih jauh.
Mata mereka bertemu. Noura merasakan sepasang mata Zayn menyusuri dirinya, tajam tapi sekaligus menenangkan.
Seperti lautan dalam yang membuatnya tenggelam, ia merasa terperangkap di sana—tidak mampu berpaling, tidak mampu mengalihkan perhatian.
"Daddy.." bisik Noura, nyaris tak terdengar.
Zayn mendekat, wajahnya hanya beberapa inci dari Noura. Ia menatapnya dengan intensitas yang membuat jantung Noura berdegup kencang, seolah ingin keluar dari dadanya.
Detik berikutnya, Zayn membungkuk dan kembali mencium Noura.
Ciumannya dimulai perlahan, lembut, seolah memberi ruang bagi Noura untuk menolak. Tapi entah kenapa.. Noura tidak menolak.
Ada sesuatu yang salah di sini, sesuatu yang seharusnya dihindari, tapi entah bagaimana terasa begitu memabukkan.
Kehangatan yang menjalar di udara membuat Noura hampir kehilangan logika.
Zayn, dengan sikapnya yang tenang, tampak begitu memikat—lembut namun gagah, seperti angin malam yang membawa ketenangan.
Noura hampir lupa cara bernafas ketika mata mereka kembali bertemu.
Tanpa berkata apa-apa, Zayn meraih tangan Noura, perlahan membawanya ke depan wajahnya.
Noura terpaku saat Zayn menunduk, bibirnya menyentuh ujung jarinya. Sentuhannya ringan, lembut seperti bulu yang menyapu kulit.
Kecupan itu terasa menembus sampai ke relung hati, meninggalkan jejak yang tak mungkin ia abaikan.
Zayn lalu mendongak, menatapnya dengan mata yang penuh dengan sesuatu yang tak terucapkan.
Senyuman kecil menghiasi wajah pria itu. Kemudian, Zayn menutup matanya sebentar, bibirnya perlahan bergerak menyusuri jemari Noura.
Ketika Zayn membuka matanya kembali, nafasnya berat namun terkontrol, membaur dengan keheningan yang mengelilingi mereka.
"Bolehkah aku juga menyentuhmu?" Bisik Zayn, suaranya rendah.
Pertanyaan itu menggantung di udara, membuat Noura tersentak dalam hatinya.