Di dunia lama, ia hanyalah pemuda biasa, terlalu lemah untuk melawan takdir, terlalu rapuh untuk bertahan. Namun kematian tidak mengakhiri segalanya.
Ia terbangun di dunia asing yang dipenuhi aroma darah dan jeritan ketakutan. Langitnya diselimuti awan kelabu, tanahnya penuh jejak perburuan. Di sini, manusia bukanlah pemburu, melainkan mangsa.
Di tengah keputusasaan itu, sebuah suara bergema di kepalanya:
—Sistem telah terhubung. Proses Leveling dimulai.
Dengan kekuatan misterius yang mengalir di setiap napasnya, ia mulai menapaki jalan yang hanya memiliki dua ujung, menjadi pahlawan yang membawa harapan, atau monster yang lebih mengerikan dari iblis itu sendiri.
Namun setiap langkahnya membawanya pada rahasia yang terkubur, rahasia tentang dunia ini, rahasia tentang dirinya, dan rahasia tentang mengapa ia yang terpilih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Adam Erlangga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 27
Di sebuah tempat di selatan benteng, Marco dan Lilia membawa Rin untuk berlatih. Suasana sekitar cukup tenang, hanya suara angin yang sesekali berhembus di antara pepohonan.
"Pelajaran pertama, merasakan energi sihir dari dalam tubuh. Kau hanya perlu berkonsentrasi dan merasakan aliran energi di dalam tubuhmu. Lakukan sekarang," kata Marco dengan nada serius.
"Baik, kak," jawab Rin sambil duduk bersila dan memejamkan matanya.
Marco dan Lilia terdiam, memperhatikan bocah itu yang tengah berkonsentrasi.
"Merasakan aliran energi di dalam tubuh..." batin Rin.
SWOSH—sebuah sensasi aneh muncul. Ia bisa merasakan energi itu mengalir begitu cepat.
"Aku bisa merasakannya kak!" seru Rin.
"Hm? Ini baru beberapa detik… cepat sekali kau belajar," saut Marco dengan kaget.
"Sepertinya kita sedang melatih anak yang jenius," tambah Lilia dengan mata berbinar.
"Baiklah, sekarang keluarkan aura dari dalam tubuhmu. Kau hanya perlu melepaskan energi itu dari dalam. Tekan energi itu sampai keluar menggunakan tekanan dada," instruksi Marco.
"Baik kak. Akan aku coba," sahut Rin.
Tidak menunggu waktu, Rin langsung melakukannya. WOOSSH—sebuah aura keluar dari tubuh Rin, meski masih tipis.
Marco menyipitkan mata. "Hem, energi ini memang lemah. Tapi… setidaknya kekuatannya setara dengan Rank D+. Itu cukup tinggi untuk anak seusianya."
"Sudah Rin. Hentikan," kata Marco.
"Bagaimana kak?" tanya Rin dengan penuh harap.
"Kau sudah cukup kuat dibandingkan bocah seusiamu," jawab Marco.
"Dia bertipe assassin sepertimu, Marco. Sepertinya dagger akan sangat cocok untuknya," ucap Lilia sambil menilai.
"Kau benar, Lilia. Mari kita coba dengan senjata ini," kata Marco sambil mengeluarkan sebuah dagger Rank B dari cincin penyimpanannya.
"Ambil ini, Rin. Dan coba serang aku dengan sekuat tenaga," ujarnya.
"Heh? Itu terlihat seperti senjata yang sangat mahal, kak," saut Rin ragu.
"Dari mana kau tahu? Bahkan jenis senjata ini adalah yang paling rendah di tempat penyimpananku," balas Marco.
"Benarkah? aku hanya menilai dari tampilannya saja." Rin tercengang.
"Sepertinya kau harus memberinya perlengkapan set, Marco. Senjata itu memang tidak buruk, tapi akan lebih baik kalau dia menggunakan perlengkapan lengkap," ucap Lilia.
"Ah, kau benar," kata Marco sambil mengeluarkan perlengkapan full set Rank S.
"Ini perlengkapan yang dulu kupakai. Sekarang aku tidak butuh lagi, jadi lebih baik kau yang mengenakannya."
"Wah, ini keren sekali," kata Rin dengan mata berbinar.
"Jubah dan perlengkapan lainnya tidak terlihat mencolok, hanya tampak seperti pakaian sehari-hari. Cobalah," ujar Marco.
"Baik, kak," ucap Rin sambil mengenakan perlengkapan itu.
ZUIIING—perlindungan ajaib menyusut menyesuaikan tubuh Rin.
"Waaah, keren sekali!" Rin tersenyum lebar.
"Aku ganti senjatanya. Gunakan dual dagger ini," kata Marco sambil mengeluarkan sepasang dagger Rank S+ yang berkilauan.
"Senjatanya bercahaya... apa aku boleh menyentuhnya, kak?" tanya Rin.
"Tentu saja boleh. Aku memberikannya padamu. Tapi ingat, gunakan hanya untuk melawan hewan iblis," jawab Marco.
"Baik kak," saut Rin, menerima dagger itu dengan hati-hati.
"Ini… sepertinya item super langka," batin Rin.
"Sekarang, coba serang aku dengan kekuatan penuhmu," kata Marco.
"Aku… aku tidak bisa, kak," saut Rin.
"Kenapa tidak bisa?" tanya Marco.
"Item ini sangat berharga. Aku tidak bisa menerimanya," jawab Rin sambil menunduk.
Marco terdiam sejenak. "Huh, dia sama sepertiku dulu… terlalu berhati-hati dengan barang orang lain."
"Baiklah. Aku hanya memintamu untuk menyerangku dengan perlengkapan itu. Lakukan saja," ucap Marco.
"Tapi… tanganku masih gemetar," saut Rin.
"Kau sangat naif sekali, Rin. Itu hanyalah item sampah di tempat penyimpananku," kata Marco dengan nada tajam.
"Kau tidak perlu khawatir dengan item itu. Kalau rusak, kau bisa memintanya lagi pada kak Marco," tambah Lilia menenangkan.
"Hm?" saut Rin terkejut.
"Apa kau ingin hidup terlantar seperti kemarin? Atau kau masih ingin terus di siksa oleh bangsawan bejat itu?" Marco sengaja memprovokasi.
Rin menggigit bibirnya. Ini membingungkan…
"Bagaimana, Rin? Waktu kita terbatas. Apa keputusanmu?" tanya Marco.
"Baiklah kak… aku akan mencoba menyerangmu," jawab Rin akhirnya.
"Bagus. Sekarang, serang aku," saut Marco.
Dengan ragu Rin menelan ludah. Perlahan ia bergerak mendekat, lalu berlari semakin cepat.
"HIAAA!" teriaknya sambil mengayunkan dagger.
SWOSH—WOSSH— serangan Rin terayun kencang, tapi Marco dengan mudah menghindar.
"Gerakannya masih sangat amatir," batin Marco.
"Hia! Hia! Hiaaa!" Rin terus mengayun, tapi serangannya masih sangat polos.
"Kau tidak bisa menyerang seperti itu. Gunakan sihirmu untuk mempercepat seranganmu!" kata Marco.
"Ah, baik! HOAA!" Rin mengeluarkan auranya.
SWOOSH—serangannya menjadi lebih cepat, meski tetap mudah dibaca.
"Hem… kalau seperti ini terus, dia tidak akan cepat berkembang," gumam Marco dalam hati.
Tiba-tiba Marco menghilang dari hadapan Rin, muncul di belakangnya, lalu ia menepuk pundak Rin, dan —DEEP. Dalam sekejap, mereka berdua menghilang dari tempat latihan.
Lilia hanya menghela napas. "Huh… dia terlalu terburu-buru."
…
Di tengah hutan lebat, jauh di luar benteng selatan. Marco melepaskan Rin dari atas udara.
"Heh?!" saut Rin kaget.
SWOOSH—tubuhnya dilempar begitu saja. BUOK! Ia menghantam tanah.
"Iteeh!" Rin meringis kesakitan.
GRRRRR—raungan menggema. Hewan-hewan iblis Rank A+ segera bermunculan, mengepung Rin dari segala arah.
Marco berdiri di atas pohon, menatap ke bawah. "Mari kita lihat seberapa hebat kau menghadapi hewan iblis secara langsung."
Rin menelan ludah. Tubuhnya gemetar. "Kenapa tiba-tiba kita berada di sini. dan inikah… hewan iblis?"
"Sepertinya aku dijebak…" pikirnya.
GROAAR—cakar salah satu hewan iblis menyambar.
"Hiks… menakutkan sekali… aku bahkan tidak bisa bergerak," batin Rin.
SWOSH—SRAK. Marco masih diam, hanya sesekali menangkis serangan dari jauh.
"Apa yang bocah itu lakukan? Nyawanya jelas terancam," gerutu Marco.
"Oe, bocah! Serang mereka dengan kemampuanmu! Kenapa kau hanya diam? Apa kau ingin mati?!" teriak Marco.
"Heh?" Rin menoleh, bingung.
SRAK—seekor hewan iblis berhasil mencakar tubuhnya, membuatnya terpental. BUOK! "Arrghh!" darah mengalir dari kepalanya.
"Hem… masih saja terluka, padahal sudah menggunakan perlengkapan langka," kata Marco.
Tiba-tiba DEEP—Lilia muncul di samping Marco.
"Kau terlalu memaksanya, Marco!" katanya kesal.
"Biarkan dia bertarung. Jika tidak, dia takkan pernah berkembang," balas Marco dingin.
"Apa kau sadar, bahkan kau baru mengajarinya beberapa menit?" Lilia menatap tajam.
"Diamlah, Lilia. Kita lihat saja apa yang akan ia lakukan," saut Marco.
Dibawah...
"Aah… sakit sekali," Rin terhuyung, berdiri kembali.
GRRRR—puluhan hewan iblis menyerbu.
"Apa yang harus kulakukan…?" Rin panik, matanya penuh ketakutan.
....
"Mari kita lihat, bocah jenius seperti yang kau katakan," gumam Marco sambil menyilangkan tangan.