Bertahun-tahun Nayla Larasati menyimpan rasa pada Nathan Anderson Decland, teman masa kecil sekaligus kakak angkat Nayla.
Namun.. hingga Nayla menamatkan pendidikan sebagai dokter, Nay masih memendam perasaan itu sendiri pada Nathan yang sudah menyelesaikan pendidikan sebagai dokter spesialis jantung di London.
Saat kembali ke Indonesia, Nathan telah memilih gadis lain sebagai pendamping hidupnya.
Perasaan Nayla hancur, gadis itu memilih kembali ke kampung halamannya, mengabdikan diri sebagai dokter umum di kota terpencil.
Apakah Nayla mampu menghapus Nathan dalam hidupnya?
Sementara Nathan tidak mengetahui perasaan Nayla untuknya yang sangat mendalam.
Ikuti terus kelanjutan kisah Nayla-Nathan. Semoga kalian suka 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Emily, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BERBAGI RUANGAN
Nayla baru saja sampai di lantai 3 yang menjadi ruang khusus para dokter yang bertugas di klinik itu, ketika salah satu petugas memberitahunya untuk mengikuti rapat di lantai 5 sekarang juga.
Gadis itu segera memakai jas putih dokter melapisi pakaiannya, Dengan langkah cepat Nayla bergegas keruang rapat seperti petunjuk petugas.
Ia sudah sering datang ke klinik bersama Yulia ketika mengantar Yulia yang bertindak sebagai komisaris bersama Yoga menghadiri rapat bersama jajarannya. Sehingga sebagian karyawan klinik sudah mengenal Nayla.
Tiba di lantai lima, Nay di persilahkan masuk. Ternyata ruang rapat sudah penuh. Rata-rata berprofesi sebagai dokter yang mengemban tugas sebagai kepala poli.
Nayla merasa tidak enak karena hanya dia sendiri yang tidak memiliki jabatan namun di ikutkan dalam rapat pagi ini. Bahkan Nay belum tahu ia akan di tempatkan di poli mana.
Nayla sempat mendengar obrolan dokter yang duduk tepat di sampingnya, mengatakan dokter Nathan akan memberi pengumuman penting.
Sepuluh menit berlalu, nampak Nathan melangkah masuk keruangan berukuran luas tersebut. Laki-laki itu mengucap salam yang di sambut oleh orang-orang yang hadir.
Sebagai pimpinan klinik Nathan duduk di kursi utama. Sekilas Nayla menatapnya. Wajah tampan itu begitu bersahaja dengan kata-kata lugas yang keluar dari mulutnya.
Di rapat kali ini Nathan menegaskan pada jajarannya untuk bekerja secara maksimal memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat yang membutuhkan pengobatan.
"Saya akan menyampaikan struktur klinik yang baru. Ada tambahan dokter baru yang akan membantu saya dalam menjalankan roda kepemimpinan. Dokter Nayla Larasati akan menjadi wakil saya di klinik ini", tegas Nathan sambil menatap Nayla yang kaget namanya di sebut.
Nayla nampak ragu, senyumnya nampak kaku, karena benar-benar terkejut. Sebelumnya Nay tidak tahu di bagian apa ia akan di di tempatkan. Baik Yoga mau pun Nathan tidak memberi tahunya. Nayla merasa tidak sopan sekali jika ia bertanya-tanya, terlebih Nayla masih sangat baru bahkan ijazah asli pun belum ia terima dari kampusnya.
Nayla berdiri dengan senyum dan tautan tangannya di depan dada. Gadis itu sedikit membungkukkan badannya. "Saya akan melakukan yang terbaik, mohon bimbingannya", ucap Nayla dengan suara lembut di sambut tepuk tangan peserta rapat.
Tiga puluh menit berlalu, Nayla berdiri di samping Nathan menerima ucapan selamat dari jajaran petinggi klinik.
Tak lama Nathan memanggil asistennya, Deri. "Kamu antar dokter Nayla ke ruangan. Aku harus memeriksa pasien ku", perintah Nathan.
Deri menganggukkan kepalanya. "Baik pak", jawabnya hormat.
Nathan berlalu dari hadapan Nayla tanpa bicara padanya.
Nayla mengikuti Deri masuk ke dalam lift khusus. Ia melihat laki-laki itu menekan angka 10.
Ting
Deri mempersilahkan Nayla keluar duluan. Di lantai itu suasana nya begitu tenang sangat berbeda dengan di bawah. Yang Nayla tahu ruang kerja Yoga di lantai ini juga.
"Selamat datang dokter Nayla".
Nayla tersenyum pada wanita yang menyapanya. "Pagi Maudy", jawab Nayla.
Sebelumnya Maudy adalah asisten Yoga, namun semenjak pimpinan di alihkan pada Nathan wanita itu di tugaskan menjadi sekretaris Nathan yang mengurusi semua administrasi dan jadwal sehari-hari Nathan.
Deri membuka pintu. Dan mempersilahkan Nayla masuk. "Selamat datang di ruangan anda dok", ujar Deri.
Nayla membaca nama yang tertempel di pintu.
dr. Nathan Anderson Decland, Sp.JP (K), FESC.
"Bukankan ini ruangan dokter Nathan?", tanya Nayla aneh. Kenapa ia malah satu ruangan dengan Nathan.
"Saya hanya menuruti perintah dokter Nathan. Dokter Nayla ditempatkan satu ruangan dengan dokter Nathan", jawab Deri menjelaskan pada Nayla.
Mau tidak mau Nayla menerima dan duduk di kursinya yang berdekatan dengan meja kerja Nathan. Bahkan akrilik di atas mejanya pun sudah tertata rapi.
Deri pamit undur diri karena masih ada pekerjaan yang harus ia lakukan di tempat lain.
"Aku akan bicara pada kak Nathan kenapa kami harus berbagi ruangan ini. Tentu saja hal itu membuat Nayla tidak nyaman. Bagaimana kalau Keira berkunjung, tentu Nay tidak akan nyaman.
"Ceklik..
Bertepatan Nayla hendak turun mengambil tas dan peralatan medisnya di lantai tiga, Nathan membuka pintu.
"Selamat datang Nay. Apa kau suka ruangan mu?"
Sesaat Nayla memejamkan matanya. "Kenapa kakak menempatkan aku di ruangan kakak? Biar aku satu ruangan dengan dokter umum di lantai tiga saja. Kak Nathan pasti membutuhkan privasi akan tidak nyaman kalau ada aku di sini", ujar Nayla terang-terangan di depan Nathan.
"Aku atau kamu yang tidak nyaman? Atau kau takut ada yang melihat kita berbagi ruangan begini? Kekasih mu?"
"Jangan gila deh. Tidak ada hubungannya. Bagaimana kalau Keira berkunjung menemui mu, tentu tidak akan nyaman situasinya", ketus Nayla mendebat Nathan.
Sesaat keduanya diam. Yang terdengar tarikan nafas masing-masing di ruangan yang tenang itu.
Nathan duduk di kursinya sambil mengusap dagu yang di tumbuhi jambang tipis.
"Tidak masalah buat Kei, karena ia yang menyarankan kau di sini bersama ku", jawab Nathan.
Jawaban tersebut membuat Nayla terhenyak berdiri tak bergeming di tempatnya di dekat pintu.
Nampak gadis itu menganggukkan kepalanya. "Baik kalau begitu. Aku akan mengambil barang-barang ku di lantai tiga".
Tanpa melihat ke arah Nathan, Nayla keluar dan menutup rapat pintu ruang kerja mereka.
Nathan memijat keningnya, begitu Nay pergi. Laki-laki itu melempar pena yang ada di tangannya ke atas meja.
*
Nayla hendak pulang setelah seharian bekerja. Ia berjalan bersama salah satu dokter muda yang baru di kenalnya tadi sejak sama-sama memeriksa pasien di kelas tiga. Teman baru Nayla bernama Desi. Keduanya cepat akrab.
"Nayla aku duluan ya. Kekasih ku sudah menunggu", ujar Desi tersenyum sumringah kala melihat mobil Innova hitam sudah terparkir.
"Iya", jawab Nayla tersenyum sambil melambaikan tangannya.
Nayla melihat arloji yang melingkar di tangannya, menunjuk pukul delapan malam. Hari sudah gelap. Gadis itu duduk di halte yang berada tepat di depan klinik menunggu mobil yang ia pesan datang.
Baru juga Nayla melihat handphone miliknya, sudah terdengar suara klakson. "Nay mengangkat kepalanya", Seketika raut wajahnya berubah.
"Nay cepat masuk. Kau tidak dengar suara petir sudah bersahutan begitu", teriak Nathan dari dalam mobil.
Nayla menghampiri Nathan. "Kak Nathan pulanglah, aku sudah memesan taksi online. Nah itu sudah datang", ujar Nayla menunjuk mobil yang berhenti di depan mobil Nathan.
Nathan turun, membuka dompetnya menghampiri mobil itu dan memberikan sejumlah uang pada sopir.
Nayla melongo melihatnya. Tidak bisa berkata-kata lagi, karena mobil yang di pesannya sudah melaju.
Nathan menarik tangan Nayla dan menyuruhnya masuk mobil.
"Kakak ini apa-apaan sih membatalkan mobil yang aku pesan. Tujuan kita kan berbeda, kejauhan jika kakak harus mengantar aku dulu kemudian balik ke apartemen kakak", ujar Nayla.
"Siapa bilang aku mengantar mu pulang kerumah. Mami menyuruh ku menjemput mu, karena mengajak kita makan malam", jawab Nathan terlihat kesal.
Nayla terdiam mendengar ucapan Nathan. Ia tahu Nathan terpaksa melakukannya. Nathan hanya menuruti permintaan orangtuanya saja, tidak lebih.
Seperti menempatkan Nayla satu ruangan dengannya adalah ide Keira. Dan sekarang memberi tumpangan padanya ide Yulia, semua dikarenakan ingin menghormati permintaan wanita-wanita yang di cintai Nathan. Nathan terpaksa melakukannya, bukan dari hati kecilnya.
Nayla mengalihkan pandangan matanya keluar kaca mobil yang melaju dengan kecepatan sedang. Kedua matanya memanas.
...***...
To be continue
sama-sama cinta tp gak sadar....