Arumi menikah dengan pria yang tidak pernah memberikan cinta dan kasih sayang padanya, pria yang selalu merasa tak pernah cukup memiliki dirinya. Kesepian dan kesunyian adalah hal biasa bagi Arumi selama satu tahun pernikahannya.
Raka— suami Arumi itu hanya menganggap pernikahan mereka hanya sekedar formalitas semata dan bersifat sementara. Hal ini semakin membuat Arumi menjadi seorang istri yang kesepian dan tidak pernah bahagia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vebi_Gusriyeni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13 : Memberitahu Perselingkuhan
Arumi menghela napas lalu menghembuskannya perlahan, dia yakin kalau saat ini Raka tengah beristirahat di rumah seseorang yang jelas bukan seorang selingkuhan.
“Kamu siapa ya?” tanya Arumi lagi karena tak kunjung mendapat jawaban dari Nadira.
“Saya ... Saya ini ... Saya.” Arumi bisa menangkap kalau suara di seberang sana tengah gugup.
“Siapa sayang? Ngapain ganggu malam-malam begini? Ayo tidur di sini, aku pengen meluk kamu.”
Deg!
Arumi kini tak lagi bisa berpikir positif setelah mendengar suaminya bicara pada perempuan itu dengan nada lembut. Perkataan dari suaminya juga sudah jelas menunjukkan seberapa jauh hubungan mereka.
“Istri kamu, Mas. Ini.”
Arumi bersiap untuk bicara dengan suaminya, dia mengatur napas lebih dulu lalu mengatur nada suaranya agar tidak terlihat lemah atau terdengar curiga.
“Ada apa, Rum? Bukannya aku sudah bilang, jangan hubungi aku atau mencariku jika aku tidak pulang malam ini. Apa perkataanku kurang jelas?” kata Raka dengan nada lembut, tak ada bentakan atau hardikan sama sekali di sana tapi jelas kalau Raka kesal.
“Aku hanya khawatir padamu, kalau kamu baik-baik saja baguslah.”
“Ya aku baik-baik saja.”
Raka memutuskan panggilan itu lebih dulu, Arumi yang merasa dikhianati kini merosot ke lantai sambil memeluk erat kedua lututnya. Tangisnya pecah mendengar betapa mesra dan mendayu suara Raka bicara dengan wanita lain, sedangkan dengannya, Raka tak pernah semanis itu.
Arumi menangis tersedu lalu menghempaskan diri ke atas kasur, rasanya ingin sekali mengakhiri hidupnya sendiri malam ini.
Puas menangis, akhirnya Arumi tertidur dengan posisi telungkup dan bangun di pagi hari dengan hati dan kepala yang terasa sakit.
Arumi segera ke dapur memasak makanan untuk dirinya sendiri lalu meminum obat. Setelah dirasa semuanya pulih, dia bersiap untuk membereskan rumah yang tidak berantakan sama sekali, lalu berkebun, menyapu halaman hingga menyiram tanaman di halaman depan.
Tak lama, mobil Raka memasuki pekarangan rumah itu. Arumi berusaha bersikap biasa saja dan menyambut suaminya dengan senyuman. Baru saja akan mendekati mobil Raka, pria itu keluar bersama dengan seorang wanita yang tak jauh beda usianya dengan Arumi.
Arumi berusaha tenang dan tetap tersenyum, dia mengambil jaket yang baru saja Raka lepaskan dari tubuhnya.
“Aku ingin bicara denganmu, Arum,” kata Raka dengan serius tanpa memperkenalkan Nadira lebih dulu.
Arumi berjalan di belakang, ia bisa melihat bagaimana Raka menggenggam erat tangan Nadira. Genggaman yang tak pernah sekali pun dirasakan oleh Arumi selama menjadi istri Raka.
Mereka duduk saling berhadapan di ruang tamu, Nadira sendiri duduk santai di samping Raka dengan tangan yang masih bergelayut manja di lengan suami Arumi itu.
Arumi tampak tenang, dia seakan siap jika nanti Raka memperkenalkan gadis itu padanya sebagai seorang kekasih dan juga dia sudah sangat siap jika nanti Raka menceraikannya.
“Aku sudah pernah katakan padamu mengenai sebuah perceraian, dan itu bukanlah jalan yang baik untuk kita serta nama baik keluargaku. Kau tau sendiri, kalau keluargaku sangat terpandang, di dalam keluarga besar kami, sebuah perceraian adalah hal yang sangat tabu.” Arumi mengangguk paham karena dia sudah mengetahui semua itu sejak awal menikah dengan Raka.
“Iya. Lalu?” tanya Arumi dengan tenang.
“Aku mencintai Nadira, dan kami sudah berhubungan badan semalam. Aku dan Nadira akan menikah secara siri dalam waktu dekat ini, aku ingin kau menerima pernikahan kami dengan baik tanpa mengeluh atau membocorkan semua ini ke media.” Arumi menunduk dengan sebuah senyuman di wajahnya.
Sakit? Memang sakit yang dia rasakan ketika mengetahui fakta ini tapi apa boleh buat? Dia hanyalah istri yang tak pernah dianggap oleh suaminya sendiri. Dia juga tidak pernah diinginkan oleh Raka, apa yang harus dia pertahankan lagi?
Arumi diam sembari mengangguk-anggukkan kepalanya, ia menatap Raka dan Nadira secara bergantian. Nadira sendiri cukup kaget dengan ekspresi Arumi yang tenang dan penuh wibawa itu. Dia mengira bahwa Arumi akan mengamuk atau memaki Raka.
“Berarti aku adalah kunci dari nama baik kamu dan keluargamu, Raka.” Arumi memberikan senyum sarkasnya.
“Aku akan merestui hubungan kalian dan akan diam dengan semua ini asalkan, tugas sebagai seorang istri dibagi juga dengan Nadira.” Raka dan Nadira saling pandang, mereka sedikit kurang mengerti dengan permintaan Arumi barusan.
“Apa maksudmu?”
Arumi menegakkan tubuhnya dan melipat satu kaki ke kaki yang lain, ia duduk dengan elegan sembari menatap kedua manusia itu.
“Tugas istri yang kau ketahui apa saja, Raka? Bukankah mengurus rumah, mencuci pakaian, mencuci piring, memasak, berkebun, menyapu halaman, melayani suami di ranjang. Itu kan yang sering kamu bilang? Nah, kalau dia juga akan menjadi istrimu, berarti semua itu harus dibagi dua, bukan hanya aku saja yang mengurus sendiri.” Raka mengepalkan tangannya dengan rahang mengeras mendengar perkataan Arumi. Dia merasa direndahkan dan diatur oleh wanita itu.
“Kau tidak berhak menentukan semua itu, Arum. Aku yang memiliki kuasa di rumah ini dan aku pula yang menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan seorang istri. Jangan coba-coba mengaturku,” hardik Raka sambil mengarahkan telunjuk ke wajah Arumi.
Arumi masih dengan senyumannya.
“Maaf Mbak Arumi, untuk mengurus sebuah pernikahan. Aku bisa dan tidak perlu didikte olehmu, Mbak. Aku juga tidak akan tinggal di sini setelah menikah dengan Mas Raka. Aku mempunyai rumah sendiri dan aku tidak akan mengusikmu.” Nadira angkat suara karena dia juga tidak mau membagi pekerjaan begitu berdua dengan Arumi.
“Baiklah kalau begitu, selama kalian tidak mengusik aku, silakan lakukan semua yang kalian inginkan.”
Arumi meninggalkan keduanya di ruang tamu karena merasa pembahasan itu sudah selesai. Raka yang kesal menyusul Arumi, ia meninggalkan Nadira dulu agar bisa bicara dengan Arumi berdua. Betapa kesal ia melihat respon santai dari Arumi.
“Ada apa lagi? Masih ada yang ingin dibicarakan?” tanya Arumi ketika Raka menutup pintu kamar mereka.
“Kau tidak menunjukkan sedikit rasa cemburu padaku setelah mendengar kabar itu. Apa kau memiliki kekasih di luaran sana hah?” Arumi tertawa sampai terbahak mendengar tuduhan Raka terhadap dirinya.
“Jangan menertawakan aku, Arum.”
Arumi menghapus air mata di sudut mata itu karena tertawa tadi lalu mendekati Raka. Ia melipat tangan ke dada. “Begini ya kalau orang yang suka selingkuh, dia yang berbuat tapi malah menuduhkan perbuatannya itu pada orang lain. Kalau aku ini memiliki kekasih, mungkin sudah lama aku kabur dengannya, tidak perlu aku bertahan dengan pria sepertimu, Raka.”
Raka mengepalkan kedua tangannya, ia begitu tersinggung dengan ucapan Arumi barusan.
“Jangan memojokkan aku, kau berani sekali menghinaku hah. Semua ini karena kau yang tidak becus menjadi seorang istri, kau tidak pernah membuat aku merasa nyaman di rumah ini.”
“Kata-katamu sudah bosan aku dengar, kalau memang itu alasanmu selingkuh, ya aku terima. Bukankah selama ini aku selalu menerima, baik itu materi, rasa sakit, tangis, duka, air mata, bahkan pengkhianatan. Orang yang berselingkuh, pasti akan menyalahkan pasangannya dan mengatakan pada dunia bahwa pasangannya tidaklah baik.”
Seketika Raka terdiam mendengar perkataan istrinya itu.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
sama-sama kagak gunaaa/Hammer//Joyful/
istri sah : Ngabisin duit suami
pelakor : ngabisin duit buat ngabisin nyawa istri sah/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Facepalm/
pelakor sakit hati : cari pembunuh bayaran 🤣🤣 gak ada harga dirinya lu Dir