"Ibu bilang, anak adalah permata. Tapi di rumah ini, anak adalah mata uang."
Kirana mengira pulang ke rumah Ibu adalah jalan keluar dari kebangkrutan suaminya. Ia membayangkan persalinan tenang di desa yang asri, dibantu oleh ibunya sendiri yang seorang bidan terpandang. Namun, kedamaian itu hanyalah topeng.
Di balik senyum Ibu yang tak pernah menua, tersembunyi perjanjian gelap yang menuntut bayaran mahal. Setiap malam Jumat Kliwon, Kirana dipaksa meminum jamu berbau anyir. Perutnya kian membesar, namun bukan hanya bayi yang tumbuh di sana, melainkan sesuatu yang lain. Sesuatu yang lapar.
Ketika suami Kirana mendadak pergi tanpa kabar dan pintu-pintu rumah mulai terkunci dari luar, Kirana sadar. Ia tidak dipanggil pulang untuk diselamatkan. Ia dipanggil pulang untuk dikorbankan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mrs. Fmz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35: Ibu Berbicara Sendiri
Kirana menggeliat saat sentuhan jari Nyi Laras menyentuh kulitnya sentuhan itu seperti es yang menusuk membuat pola hitam di perutnya berkedip seolah ada nyawa sendiri. Mata simbol kuno itu tampak semakin jelas pupilnya bergerak perlahan seolah mengamati setiap gerakan di ruangan. Garis-garis hitam mulai merayap ke atas dadanya membelah lekukan kulit dengan jalan yang presisi seolah sedang menyulam pola baru ke dalam tubuhnya.
"Minum..." bisik Nyi Laras matanya yang tak punya putih mengilap di kegelapan. "Sumur itu bukan hanya tempat untuk membersihkan Kirana. Ia adalah sumber kehidupan bagi 'Beliau' yang telah mengasuh keluarga kita sejak zaman nenek moyang." Dari mulutnya keluar uap dingin yang membeku di udara membentuk bentuk-bentuk aneh yang segera menghilang ke dalam bayangan.
Dari balik Nyi Laras tirai jendela tiba-tiba terkoyak oleh angin yang tidak masuk akal. Cahaya rembulan yang tadinya lemah kini menyala terang menerangi dinding-dinding ruang tengah yang tiba-tiba tampak dipenuhi lukisan-lukisan kuno yang sebelumnya tersembunyi. Kirana melihat gambar-gambar wanita hamil yang sedang merangkak ke arah sumur diikuti oleh sosok bertubuh panjang dengan rambut hitam yang mengalir seperti sungai gelap. Beberapa lukisan menunjukkan sosok itu sedang memasukkan ujung rambutnya ke dalam rahim para wanita itu gerakan yang membuat bulu kuduk Kirana merinding.
"Bahasa yang kau dengar bukanlah bahasa manusia karena 'Beliau' bukan dari dunia ini." Nyi Laras berdiri kembali tubuhnya mulai bergetar hingga suara kerak kulit yang retak terdengar seperti kaca yang pecah. Kulit di lengannya mulai terkelupas perlahan memperlihatkan lapisan rambut hitam yang tumbuh menggantikan jaringan dagingnya. "Laksmi tidak mau menerima panggilan jadi dia harus menjadi bagian dari rumah menyangga agar 'Beliau' tetap berada di sini. Dan kau kau yang sudah membawa janinnya tidak akan bisa kabur lagi." Kakinya yang menyeret mulai meninggalkan jejak rambut hitam tipis di lantai kayu yang segera merayap ke segala arah.
Rasa panas di perut Kirana semakin membakar bergantian dengan rasa dingin yang menusuk tulang. Ia merasakan gerakan yang tidak biasa di dalam perutnya janinnya bukan lagi bergerak seperti bayi normal melainkan seperti sesuatu yang sedang menggeliat dan siap melewati dinding tubuhnya. Pola hitam di perutnya mulai menyebar ke lengan dan kaki membuat kulitnya terasa seperti tertutup oleh kain kasar yang beku. Setiap denyut nadi membuat simbol mata di perutnya berkedip lebih cepat seolah sedang merespons irama yang tidak bisa didengar telinga manusia.
Saat itu suara gemericik air terdengar dari arah pintu keluar suara sumur yang seolah sedang menggelegak sendirinya. Bunyi itu semakin keras seperti air sedang mendidih padahal sumur itu menggunakan air tanah yang selalu dingin. Dari celah pintu Kirana melihat bayangan rambut hitam panjang yang mengalir dari luar merayap ke dalam ruangan seperti ular yang sedang mencari mangsa. Beberapa helainya bahkan merangkak ke arahnya menyentuh kulitnya yang sudah membeku dan membuatnya terengah-engah. Rambut itu mulai meresap ke dalam pori-porinya membawa rasa sakit yang menusuk ke dalam tulang belakangnya.
"Tidak tolong..." Kirana mencoba menarik diri menjauh tapi tubuhnya sudah hampir tidak bisa digerakkan. Kakinya terasa seperti terikat oleh rambut hitam yang tumbuh dari lantai menjerat pergelangan kakinya dengan erat. Rambut hitam itu mulai meresap ke dalam pola di perutnya dan simbol mata kuno itu tiba-tiba mulai berkedip cepat seolah siap membuka lebar. Ia merasakan sesuatu yang besar sedang bergerak di dalam dirinya menyesuaikan posisi seolah bersiap untuk keluar dengan cara yang tidak wajar.
Nyi Laras mendekat lagi wajahnya yang retak semakin terbuka hingga memperlihatkan struktur seperti serat rambut hitam di dalam tengkoraknya. Matanya yang tanpa putih mulai berputar dengan arah yang tidak alami mengikuti gerakan simbol di perut Kirana. "Malam ini kau akan memberikan apa yang sudah dijanjikan kepada 'Beliau'. Dan keluarga kita akan tetap hidup abadi..." Suaranya kini terdengar seperti suara banyak orang yang berbicara sekaligus beberapa di antaranya adalah suara yang dikenali Kirana—suara kakaknya Laksmi suara neneknya bahkan suara ayahnya yang sudah lama meninggal.
Suara tawanya bergema menyatu dengan gemericik air sumur dan desahan yang terdengar dari dalam perut Kirana suara yang bukan lagi tangisan bayi melainkan geraman rendah yang sama sekali tidak dikenal manusia. Rambut hitam dari lantai mulai mengelilingi tubuhnya membentuk sebuah lingkaran gelap yang menghalangi setiap jalan keluar sementara cahaya rembulan di luar mulai tertutup oleh awan hitam yang tampak seperti rambut yang mengumpul di langit. Dari arah sumur terdengar suara seperti nyanyian kuno yang diiringi oleh gemericik air semakin keras semakin merdu namun juga semakin mengerikan membuat Kirana merasa ingin menyerah dan mengikuti suara itu ke dalam kedalaman sumur yang menunggu.