Pesantren Al-Insyirah, pesantren yang terkenal dengan satu hal, hal yang cukup unik. dimana para santriwati yang sudah lulus biasanya langsung akan dilamar oleh Putra-putra tokoh agama yang terkemuka, selain itu ada juga anak dari para ustadz dan ustadzah yang mengajar, serta pembesar agama lainnya.
Ya, dia adalah Adzadina Maisyaroh teman-temannya sudah dilamar semua, hanya tersisa dirinya lah yang belum mendapatkan pinangan. gadis itu yatim piatu, sudah beberapa kali gagal mendapatkan pinangan hanya karena ia seorang yatim piatu. sampai akhirnya ia di kejutkan dengan lamaran dari kyai tempatnya belajar, melamar nya untuk sang putra yang masih kuliah sambil bekerja di Madinah.
tetapi kabarnya putra sang kyai itu berwajah buruk, pernah mengalami kecelakaan parah hingga membuat wajahnya cacat. namun Adza tidak mempermasalahkan yang penting ada tempat nya bernaung, dan selama setengah tahun mereka tidak pernah dipertemukan setelah menikah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Penapianoh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ADZA BERTEMU DENGAN GUS AZKA
Adza berjalan turun dari dalam pesawat sementara di sebelahnya anak buah yang membawa troli langsung mendorongkan kopernya beserta koper-koper yang mereka punya. Karena rasa hormat pada guru yang mengajari majikan mereka, beberapa anak buah adza juga mendorongkan troli milik Kyai Firdaus dan istrinya karena mereka memang sudah mulai terlihat tua walaupun masih bugar.
Firdaus sudah berjalan lebih dulu untuk mencari keberadaan putranya yang datang menjemput, hingga adza merasa penasaran sekaligus deg-degan akan bertemu dengan pria yang tak lain adalah calon suaminya itu. Mereka tiba kurang lebih di jam enam pagi dan begitu mereka selesai salat langsung turun karena pesawat yang sudah landing di Madinah.
Dia penasaran dengan bagaimana wajah dari pria itu walaupun dia tahu kalau pria itu sudah meminta izin padanya untuk tidak menunjukkan bagaimana wajahnya sebenarnya. Tetapi adza tetap ingin melihat bagaimana sosok dari pria yang tak lain adalah calon suaminya itu.
"Ah, itu dia."
adza menoleh ke arah yang ditunjukkan Firdaus. Dia menelan ludah melihat seorang pria yang sedang duduk di kursi tunggu sambil menatap ponselnya dan sesekali melihat sekitar.
"Azka!"
Pria yang merasa dipanggil namanya itu menoleh dan dia tersenyum melihat ayahnya. Walau wajahnya ditutupi dengan masker tapi tetap terlihat sorot matanya yang teduh dan bagaimana wajahnya yang berubah seperti tersenyum.
Berhenti di dekat mereka, adza bisa melihatnya yang langsung mencium tangan Firdaus dan memeluk ayahnya itu seperti orang yang sangat rindu. Lalu tak lama dia beralih pada ibunya dan melakukan hal yang sama. Adza bisa melihat kebaktian yang dilakukan oleh Azka hanya saja dia diam di salah satu sisi dan memperhatikannya dengan serius.
Pria itu kurang lebih setinggi 175 cm, tubuhnya tidak gemuk dan tidak kurus melainkan cukup tegap dan kekar. Dari balutan pakaian jubah putih yang dipakainya bisa adza lihat kalau dia sempurna, dia juga tidak menggunakan peci hanya masker putih yang membuatnya begitu selaras dengan pakaiannya.
Hanya saja adza tetap merasa tidak begitu puas karena pria itu memakai masker, walau sudah yakin di dalam hatinya kalau dia tidak akan mempermasalahkannya.
"Aku sudah siapkan tempat tinggal dan hotel untuk beristirahat. Kebetulan selama seminggu ini aku tidak begitu banyak urusan kuliah jadi bisa menemani Abi dan Ummi untuk melakukan umroh."
Adza mendengar suaranya dan itu terdengar bagus. Suaranya khas dan kelaki-lakian, membuat adza mengangguk tanpa sadar lalu tersenyum kecil walau dia tidak diperhatikan oleh siapapun kecuali Faiz. Pria itu tersenyum kecil tapi dia sangat kesal di dalam hatinya karena adza sama sekali tidak mempermasalahkan dia diperhatikan atau tidak.
"Ini adza yang kamu minta pada Abi dan Ummi," ujar rini membuat adza tersentak kaget.
Tadi dia sedang melamun jadi tidak begitu sadar dengan apa yang dibicarakan. Jadi ketika lengannya di sentuh, dia kaget bukan main.
"Adza..." ujar rini dengan lembut membuat adza tersenyum.
"Ini Azka Bukhori, kamu mungkin belum pernah melihatnya tapi dia sudah sempat melihatmu sebelum dia berangkat dulu. Jadi dia melamarmu bukan hanya karena kasihan, tapi mungkin ada alasan lain."
"Benar, mungkin saja sudah cinta pada pandangan pertama." Ameena berkata riang, layaknya anak bungsu pada umumnya.
Wajah Faiz masam mendengar itu, sementara Azka sudah tersenyum dan menunduk padanya untuk menyapa. Hal yang sama dilakukan oleh adza karena di dalam konteks ini mereka belum mahram jadi tidak begitu boleh untuk saling bersitatap begitu lama apalagi bersentuhan.
"Sebaiknya kita segera ke hotel saja untuk beristirahat. Abi, Ummi, Mas Faiz, Meena dan adza sudah lelah. Kebetulan aku sudah menyewa hotelnya selama beberapa hari kedepan di Madinah jadi kita bisa kesana." Azka berkata membuat keluarganya mengangguk.
adza berjalan saat Kyai Firdaus dan Ustadzah rini juga sudah berjalan. Dia menatap wajah Rahman dan sebenarnya Azka merasa penasaran kenapa begitu banyak anak buah adza yang ikut. Namun dia tidak bicara apapun dan membukakan pintu mobil untuk keluarganya.
Berkebetulan pula untuk Rahman dan anak buah adza yang lain sudah disiapkan oleh Rahman sendiri dan mobil mereka bisa dikatakan sewa alias rental karena ini bisa dikatakan perjalanan penting yang mereka lakukan jadi menggunakan kas perusahaan sesuai dengan izin adza.
Azka mengemudi di depan sana dan di sebelahnya Faiz yang terlihat cuek dan kebanyakan melihat ke arah luar jendela daripada membuka percakapan dengan adiknya, sementara adza ada di sebelah Ameena di bagian belakang lalu di sisi tengah adalah Ustadzah rini dan Kyai Firdaus. Mobil yang dipinjam Azka dari temannya adalah mobil yang memiliki kursi enam buah, makanya cukup.
adza antara sadar dan tidak merasakan lirikan mata daerah depan dan itu berasal dari Azka yang melihatnya dari spion dalam. Dia hanya tersenyum pelan dan memalingkan wajah, karena merasa tidak pantas untuk saling tatap-tatapan sementara mereka belum ada hubungan yang jelas.
Tetapi pandangannya teralihkan ketika dia melihat payung-payung Masjid Nabawi dari kejauhan ketika mereka baru saja membelok di sebelah gedung kecoklatan. Dia tersenyum dan tak menyangka bisa sampai di sini karena tentu saja ini adalah destinasi liburan sekaligus ibadah yang paling diimpikan oleh seluruh umat muslim.
Siapa yang menyangka kalau dia akan datang ke sini dan bukan hanya sekedar ibadah seperti shalat atau umroh biasanya melainkan akan memulai sebuah ibadah paling panjang yang ada di dunia, menikah. adza merasakan kebahagiaan di hatinya yang dia tak tahu apa sebabnya tapi dia merasa ada sebuah kebahagiaan yang memang muncul begitu saja dan itu dia syukuri karena semuanya masih tersirat baik dan belum ada tanda-tanda kalau dia akan menyesal menerima pernikahan ini.
Mereka turun dan menuju sebuah hotel yang bernama Taiba Front, hotel yang paling dekat dengan masjid Nabawi sehingga terlihat kubah hijaunya dari sini. Adza memperhatikan sekitarnya dengan wajahnya yang cerah, cahaya pagi yang baru masuk terlihat lebih bagus dan membuatnya merasa sangat senang.
Tanpa menyadari kalau ada dua pasang mata yang melihatnya dengan tatapan yang sama sama bahagia, Azka dan Faiz. Entah apa yang dipikirkan oleh Faiz hingga terus memperhatikannya dan itu membuat Firdaus memanggil anak sulungnya itu agar mengalihkan perhatiannya. Faiz berjalan patuh mendekati ayahnya, sementara Azka malah berjalan ke arah adza saat tahu kalau anak buah dari gadis itu yang mengurus koper.
"Adza ..."
Gadis itu menoleh dan langsung kaget ketika menyadari siapa yang baru saja menyebut namanya. Dia mundur dua langkah lalu menunduk membuat Azka tersenyum di balik maskernya dan bicara menahan rasa gugup.
"Ayo masuk dulu," ajaknya membuat adza mendongak sejenak.
"Sebentar lagi masuk waktu Dhuha, karena sudah semalaman di dalam pesawat jadi sebaiknya masuk ke kamar dulu untuk istirahat dan bersih-bersih. Setelah itu kita shalat Dhuha disini."
Adza tersenyum dan mengangguk sopan. Azka mempersilakannya berjalan lebih dulu membuat adza melakukannya dengan patuh, sementara itu, Azka kembali tersenyum dan tak bisa dibohongi kalau matanya penuh dengan kebahagiaan.
Adzadina Maisyaroh, sebentar lagi akan menjadi istrinya, sesuai engan harapan dan doanya selama ini.
Ayo! Jangan sedih lagi. Cepat atau lambat bahagia sedang menantimu di depan.