Kisah perjalanan sepasang saudara kembar memiliki sifat yang berbeda, juga pewaris utama sebuah perusahaan besar dan rumah sakit ternama milik kedua orang tuanya dalam mencari cinta sejati yang mereka idamkan. Dilahirkan dari keluarga pebisnis dan sibuk tapi mereka tak merasakan yang namanya kekurangan kasih sayang.
Danial dan Deandra. Meski dilahirkan kembar, tapi keduanya memiliki sifat yang jauh berbeda. Danial yang memiliki sifat cuek dan dingin, sedangkan Deandra yang ceria dan humble.
Siapakah diantara dua saudara kembar itu yang lebih dulu mendapatkan cinta sejati mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caca99, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23 Pisang
Pagi menjelang, Meldy sudah terbangun dari tidur lelap nya. Menggeliat diatas tempat tidur mengumpulkan nyawanya yang belum sepenuhnya terkumpul. Meldy terperanjak ketika otaknya kembali bekerja. Melihat pakaian yang dia kenakan, betapa kagetnya Meldy kalau saat ini dia tidak lagi memakai pakaian yang dia kenakan tadi malam saat dirumah nya. Yang Meldy ingat adalah dia pulang dalam keadaan mengantuk dan habis itu tidak ingat lagi. Meldy seketika berpikiran buruk.
"Danial, berani-beraninya dia." Meldy bangkit dari kasurnya, bergegas keluar dari kamar menuju kamar sebelah, yang mana itu adalah kamar Danial.
Bruk...
Bruk...
Bruk.....
Meldy mengetuk pintu kamar suaminya itu dengan kasar. "Daniaaaall..... Bangun lo.... Danial....." Meldy berteriak. Yang dia pikirkan sekarang adalah Danial yang mengganti bajunya tadi malam. Kalau Danial yang mengganti sudah pasti... akkhhhh sudahlah, Meldy tak mau memikirkan hal buruk itu.
"Dannialll......" Meldy tak menyerah, sebelum Danial bangun dan membukakan pintu, dia tak akan berhenti membuat keributan didepan kamar Danial.
Ceklek....
Pintu terbuka dari dalam. "Apa sih pagi-pagi udah ribut aja lo." Tanya Danial dengan wajah bantalnya, menggaruk-garuk belakang kepalanya.
"Apa lo bilang? Tangung jawab lo, aset berharga gue Danial." Meldy memukul-mukul Danial.
"Eh eh eh, kenapa sih lo, sakit?." Danial masih sempat-sempatnya menempelkan punggung tangan nya dikening Meldy.
"Tanggung jawab lo Danial." Meldy masih memukul-mukul tubuh Danial. Danial yang berusaha menghindar berjalan mundur hingga kakinya terhalang kaki kasur hingga mereka berdua ambruk bersamaan keatas kasur Danial dengan tubuh Meldy berada diatas.
"Lo mau gue tanggung jawab untuk apa? Hamil aja belum, atau mau dihamilin sekarang?." Ucap Danial dengan santainya.
"Enak aja." Meldy langsung bangkit dari tubuh Danial. "Lo kan yang gantiin baju gue. Lo udah lihat aset-aset berharga gue, Danial. Tanggung jawab lo." Meldy mencak-mencak.
"Mau tanggung jawab gimana? Atau biar adil lo juga mau lihat aset gue?."
Bugh....
Meldy melempar bantal hingga mengenai wajah Danial. "Jangan mesum lo."
Danial berdiri mensejajarkan tubuhnya dengan Meldy. Meldy yang terbilang pendek hanya sebatas dada Danial. "Terus dengan cara apa gue harus bertanggung jawab." Danial melangkahkan kakinya selangkah demi selangkah hingga saat ini jaraknya dengan Meldy hanya beberapa centi saja.
Danial menundukkan wajahnya dan berbisik di telinga Meldy. "Ini masih pagi loh, masih ada waktu untuk kita sebelum berangkat sekolah." Bisik Danial membuat bulu roma Meldy merinding.
"Dasar mesum." Meldy mendorong tubuh Danial hingga kembali jatuh di atas kasurnya. Sementara Meldy keluar dari kamar itu.
"Gerah gue gerah, mimpi apa sih gue bisa nikah sama cowok mesum itu." Gerutu Meldy sambil berjalan masuk kekamar nya kembali. Mengambil handuknya lalu masuk kedalam kamar mandi.
Begitu selesai mandi, Meldy lalu memakai seragam sekolahnya. Barulah turun kelantai bawah untuk sarapan. Pagi ini Meldy tak menantu mbak Siska didapur.
"Pagi mbak Siska." Sapa Meldy, lalu duduk dimeja makan.
"Pagi non Meldy. Mau sarapan apa non?." Tanya mbak Siska.
"Roti aja deh mbak."
"Mau saya buatkan?."
"Nggak usah mbak, biar Meldy sendiri aja. Mbak Siska lanjut aja kerjaan nya. Mbak Siska masak apa?." Tanya Meldy.
"Nggak masak kok non, cuma manasin cumi asam pedas dari ibuk."
"Dari bunda?."
"Iya non, tadi malam non Dea kesini nganterin makan malam untuk mbak Meldy sama den Danial. Tapi karena non sama den Danial sedang keluar makanya saya simpan di kulkas aja." Ucap mbak Siska. Ternyata bunda Kanaya juga memberikan masakan untuk mereka.
"Kalau dipanasin sekarang nanti siang nggak akan basi kan mbak?."
"Nggak kok non, atau non mau makan sekarang?."
"Nanti siang aja deh mbak, udah kenyang makan roti. Kalau makan nasi lagi takutnya nanti ketiduran pas belajar."
"Ya sudah, biar mbak simpan kan untuk non makan nanti ya."
"Terimakasih mbak Siska."
"Wangi banget, masak apa mbak?." Tanya Danial yang baru bergabung dimeja makan.
"Cumi asam pedas dari ibu Kanaya den." Jawab mbak Siska.
"Bunda yang kasih?."
"Iya, den Danial mau sarapan pake nasi atau roti?." Tanya mbak Siska. Kalau Meldy jangan ditanya, dia masih kesal dengan Danial. Sesekali menatap suaminya itu dengan tatapan sinis.
"Nasi aja mbak, tapi dikit aja ya."
"Dasar mesum." Gerutu Meldy dengan suara kecil tapi ternyata masih bisa didengar oleh Danial.
"Gue mesum-in beneran baru tau rasa lo."
"Coba aja, kalau mau nasib pisang lo sama kayak pisang ini." Meldy mengambil sebuah pisang lalu mematahkan nya hingga terbagi menjadi dua bagian.
Danial sontak menoleh kearah bawahnya, membayangkan harta berharganya senasib dengan pisang yang ada ditangan Meldy.
"Sikopat." Umpat Danial.
"Mesum." Meldy balik mengumpat. Keduanya saling lirik dengan tatapan sinis.
Tiiin....
Untung saja Pijar sudah datang menjemput Meldy, kalau tidak mungkin aura rumah itu semakin panas akibat perdebatan suami istri yang tak pernah ada habisnya itu.
"Mbak Siska, Meldy berangkat ya." Meldy hanya berpamitan dengan mbak Siska.
"Iya non, hati-hati." Saut mbak Siska dari dapur.
"Mbak aku juga berangkat ya." Danial juga ikut berpamitan.
"Iya den."
Meldy masuk kedalam mobil Pijar dengan membanting pintu dengan kasar dan bibirnya yang maju beberapa centi meter.
"Kenapa sih, pagi-pagi udah manyun aja tuh mulut. Gue kepang baru tau rasa lo." Ucap Pijar.
"Emangnya rambut, bisa lo kepang."
"Kenapa sih?." Pijar kembali bertanya.
Belum sempat Meldy menjawab, Danial berucap dari atas motor nya. "Pi, hati-hati lo bawa sikopat tuh." Danial tetap saja meledek Meldy.
"Lo tuh yang mesum." Teriak Meldy karena Danial sudah meluncur dengan motornya.
"Kenapa sih kalian?." Tanya Pijar heran.
"Tau ah, nggak usah dibahas. Ayolah kita berangkat."
Pijar tak mau banyak tanya lagi, percuma saja bertanya kepada Meldy kalau dalam mode kesal seperti ini.
Baru sama memarkirkan motornya diparkirkan khusus murid, Danial dihampiri oleh Gadis.
"Hai Dan." Gadis bergelayut dilengan Danial.
Danial hanya menatap dengan wajah datar nya. "Lepasin atau gue berbuat kasar sama lo."
"Kok lo gitu sih Dan, gue cuma mau dekat doang tau sama lo." Ucap Gadis dengan nada yang dibuat-buat.
"Gue nggak mau dekat sama lo, minggir."
"Danial, iiih kok gitu sih."
"Heh, cewek nggak tau malu. Lepasin abang gue." Untung Dea datang, melepaskan genggaman Gadis dilengan Danial. "Alergi tau nggak abang gue dekat-dekat sama lo. Asal lo tau ya ulet bulu, Danial udah punya pacar tau nggak. Jadi jauh-jauh deh."
"Kan masih pacaran, belum nikah." Gadis kembali bergelayut dilengan Danial.
Dengan kasar Danial menepis tangan Gadis. "Lo urus deh De." Ucap Danial, lalu pergi dari sana.
"Lo sih Dea, coba aja lo nggak datang pasti Danial nggak pergi."
"Emang gue pikirin." Dea pun pergi meninggalkan Gadis, lalu menghampiri Meldy dan Pijar yang baru sampai disekolah.
"Hai, girls baru sampai ya?." Tanya Dea.
"Iya kak, lo tumben pagi-pagi udah sampai, biasanya pasti telat." Ucap Pijar.
"Jarang ya gue datang telat. Oh ya Mel, kenapa sih lo nggak datang bareng Danial aja, biar tuh ulet bulu nggak dekat-dekat terus sama Danial." Tanya Dea.
"Ulet bulu apa sih kak?." Tanya Meldy tak paham.
"Tuh cegil nya Danial." Dea menunjuk kearah Gadis yang sudah bergabung dengan teman-teman nya.
"Biarin aja, nggak urus tuh gue. Yok lah kita kekelas." Ajak Meldy, dia masih kesal kalau membahas Danial.
"Kalian duluan aja, gue ada janji. Bye..." Dea melambaikan tangannya.
Sedangkan Meldy dan Pijar langsung masuk kedalam kelas mereka.
°°°
Jam pulang sekolah telah berbunyi, waktu yang paling ditunggu oleh semua murid. Begitu mendengar bel berdering semuanya langsung menyimpan buku kedalam tas dan bersiap untuk pulang.
Sampai dipintu kelas, Meldy dikagetkan dengan Danial yang sudah berdiri didepan pintu kelasnya.
Meldy tak menyapa, dia melengos pergi tapi tangannya berhasil ditahan Danial.
"Apa sih, lo lupa kalau disekolah kita nggak saling kenal?." Tanya Meldy, sekarang saja mereka sudah jadi perhatian teman-teman satu kelas Meldy.
"Lo pulang sama gue."
"Nggak." Tolak Meldy.
"Pulang sama gue, lo paham nggak sih?."
"Maksa banget sih, gue bilang nggak mau ya nggak mau."
"Heh, cewek sikopat lo pikir gue dengan senang hati gitu ngajak lo pulang? Nggak ya, kalau bukan bunda yang minta nggak akan gue capek-capek jemput lo kesini."
"Lo aja yang bod*h. Kan punya hp, kenapa nggak telpon aja."
"Gue lupa kalau nyimpen nomor lo. Ayolah, buruan." Danial menarik tangan Meldy.
"Lepasin kak, sakit tau."
"Nggak akan, gue tau isi pikiran lo. Lo mau kabur kan?."
"Lo pikun atau gimana sih, nggak mungkin gue kabur yang ada gue dimarahin bunda."
"Tuh lo tau, makanya nurut aja jangan berontak."
"Ya lepasin dulu, sakit tau tangan gue." Akhirnya Danial melepaskan cengkraman nya ditangan Meldy, itupun karena mereka sudah sampai didepan motor Danial.
"Pake nih." Danial menyodorkan sebuah helm untuk Meldy pakai. "Naik." Ucap Danial begitu Meldy selesai dengan helmnya.
"Bisa ngomong baik-baik nggak?."
"Nggak." Jawab Danial.
"Dasar mesum." Gerutu Meldy lalu naik keatas motor Danial.
"Pegangan." Ucap Danial, lalu tancap gas.
"Danial." Meldy hampir terjengkang, memukul punggung Danial.
"Gue kan udah bilang pegangan." Ucap Danial dibalik helm full face nya.
Tanpa keduanya sadari, ternyata ada sepasang mata yang melihat dari jauh, dia adalah Gadis. "Apa benar kata Dea tadi pagi kalau Danial punya pacar. Awas aja ya tuh cewek, berani-beraninya dia dekatin Danial." Gadis mengepalkan tangannya membentuk tinju