Alana Xaviera merasa seperti sosok yang terasing ketika pacarnya, Zergan Alexander, selalu terjebak dalam kesibukan pekerjaan.
Kecewa dan lapar akan perhatian, dia membuat keputusan nekad yang akan mengubah segalanya - menjadikan Zen Regantara, pria berusia tiga tahun lebih muda yang dia temui karena insiden tidak sengaja sebagai pacar cadangan.
"Jadi, statusku ini apa?" tanya Zen.
"Pacar cadangan." jawab Alana, tegas.
Awalnya semua berjalan normal, hingga ketika konflik antara hati dan pikiran Alana memuncak, dia harus membuat pilihan sulit.
📍Membaca novel ini mampu meningkatkan imun dan menggoyahkan iman 😁 bukan area bocil, bijak-bijaklah dalam membaca 🫣
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Red_Purple, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 14 : TCB
"Kena kau."
Diam-diam Zen melirik ke arah Alana dan melihat kekesalan yang semakin nyata diwajah wanita itu. Ya, dia yang sengaja mengudang Jessica kesana untuk membuat Alana cemburu. Dan sepertinya usahanya berhasil.
Hampir dua minggu sejak mereka berpacaran, dan selama itu juga mereka selalu jalan berdua. Tidak menutup kemungkinan yang awalnya hanya sekedar membutuhkan dan sekedar kesenangan, perlahan bisa berubah menanamkan benih-benih cinta dihati Alana. Setidaknya itulah yang Zen pikirkan.
Merasa tidak tahan, Alana akhirnya memutuskan berdiri dan menghampiri ke meja Zen dan Jessica.
"Zen, aku mau pulang."
Zen menoleh, menatap Alana dengan wajah datar. "Buru-buru sekali," dia melihat jam dipergelangan tangannya.
"Baru juga jam lima, aku masih ingin mengobrol dengan Jessica disini," ujarnya, kembali menatap Alana yang berdiri.
Dada Alana naik turun, jelas dia sangat kesal dengan jawaban yang Zen berikan. Dia adalah pacarnya, tapi Zen lebih memilih mengobrol dengan Jessica dan mengabaikannya.
"Kalau begitu aku akan pulang sendiri!"
"Ya sudah sana," jawab Zen, berpura-pura acuh.
Melihat Alana pergi dengan wajah kesal, Zen bersorak dalam hati. Dia langsung pamit pada Jessica dan mengejar Alana, menarik tangannya sebelum Alana sempat menghentikan taksi dan membawanya ke mobilnya yang terparkir di halaman kafe.
Alana menarik kuat tangannya dari genggaman Zen begitu Zen membuka pintu mobil, "Untuk apa kamu mengejarku! Ngobrol saja dengan teman wanitamu sana!"
"Kenapa?" Zen memperhatikan wajah kesal Alana. "Cemburu?" tanyanya dengan satu alis terangkat.
Alana tersentak mendengarnya, kemudian dia tertawa. "Ha-ha-ha... Cemburu? Mana mungkin aku cemburu, Zen."
Alana sangat yakin, dia tidak mungkin cemburu pada Zen dan Jessica, dia hanya merasa kesal saja karena Zen telah mengacuhkannya dan lebih memilih mengobrol dengan Jessica.
"Lain kali kamu tidak perlu mengajakku jika hanya ingin bertemu dengan teman-temanmu, jadi kamu bisa ngobrol sepuasnya dengan teman wanitamu itu," imbuhnya menegaskan.
Zen menatap kecewa, matanya menjelajahi mata Alana, seakan ada perasaan yang ingin dia gali dari sana.
"Jadi, statusku ini apa?" tanya Zen.
Alana terkejut mendengar pertanyaan yang Zen ajukan, dia nampak tertegun sejenak.
"Pacar cadangan." jawab Alana, tegas. Seperti yang dia janjikan dari awal, jika Zen hanya dia jadikan pacar cadangan disaat Zergan sibuk dengan pekerjaannya.
Jawaban itu membekukan Zen, dan dalam sekejap suasana berubah. Dia tidak mau lagi menjadi orang yang hanya ada ketika Zergan sibuk. Dia ingin menjadi kekasih Alana satu-satunya.
Sebelum Alana sempat melangkah, Zen sudah lebih dulu menarik tangannya dan memaksanya masuk kedalam mobil. Dengan kecepatan penuh Zen melajukan mobilnya menjauh meninggalkan area kafe, mengabaikan pertanyaan-pertanyaan yang Alana ajukan saat dia mengendarai mobilnya bukan ke arah jalan pulang kerumah.
Hujan deras mengguyur selama diperjalanan, hari yang mulai gelap membuat jalanan mulai terasa sunyi dan mencekam. Dua jam perjalanan, mobil itu memasuki halaman sebuah villa yang terletak di pinggiran kota. Villa milik keluarga Zen yang jarang digunakan, hanya sesekali setiap tahunnya tempat itu dikunjungi untuk berlibur keluarga.
Zen melepaskan jaketnya dan turun lebih dulu, dia menggunakan jaket itu untuk memayungi Alana begitu wanita itu turun dari mobil.
"Zen, kenapa kamu membawaku kesini?" tanya Alana begitu mereka masuk kedalam villa, pandangannya menyapu sekitar ruangan tempat mereka berdiri.
Zen tak menjawab, dia menarik tangan Alana dan membawanya ke salah satu kamar yang ada di lantai bawah.
"Malam ini kita akan menginap disini." Zen membuka lemari dan memperlihatkan pakaian-pakaian milik kakaknya yang tertata rapi disana. "Ini pakaian kakakku, kamu bisa menggunakannya malam ini."
"Kamarku ada diujung sebelah kanan, jika perlu sesuatu kamu bisa memanggilku kesana." imbuhnya.
Sikap yang ditunjukkan Zen sangat berbeda seratus delapan puluh derajat dari biasanya, Zen begitu dingin dan terkesan mengacuhkan Alana. Usaha penyangkalan yang dilakukan Alana jika wanita itu tidak cemburu melihatnya dekat dengan Jessica nyatanya membuat Zen merasa kesal.
"Apa yang membuatmu membawaku kemari?" tanya Alana, menahan pergelangan tangan Zen sebelum pria itu sempat melangkah keluar.
Zen menoleh, menatap Alana dengan tatapan dingin. "Lusa aku sudah mulai bekerja di perusahaan papaku, jadi mungkin aku tidak akan memiliki waktu lagi untukmu."
"Lagipula, kekasihmu juga akan segera kembali. Kamu pasti akan lebih banyak menghabiskan waktu bersamanya ketimbang denganku."
"Aku ingin kamu menemaniku disini sampai besok sore. Setelah kita pulang dari sini, aku ingin hubungan kita berakhir, Alana." tegasnya.
Kalimat itu seperti belati tajam yang menusuk hati Alana. Harusnya dia tidak masalah jika Zen ingin mengakhiri hubungan karena Zen hanya pacar cadangan yang tidak pernah dia cintai. Tapi... Mengapa yang dia rasakan sekarang justru malah sebaliknya, dia merasa takut kehilangan Zen.
-
-
-
"Memangnya Alana tidak bilang mau pergi kemana, Tan?"
Sudah sejak satu jam yang lalu Zergan berada dirumah Alana dan tengah menunggu kepulangan kekasihnya itu. Sengaja dia pulang lebih awal dari luar kota untuk memberikan kejutan, tapi Alana malah tidak ada dirumah dan sudah beberapa kali dia menelfon ke nomornya tapi tidak aktif.
"Cuma bilang mau pergi keluar sebentar sama teman," jawab Amara dengan wajah yang mulai khawatir karena sudah hampir jam sembilan malam tapi Alana belum juga pulang.
"Teman? Teman yang mana, Tan?" tanya Zergan, penasaran. "Apa Alana sering pergi-pergi keluar seperti ini?"
"Ah, itu..." Amara nampak bingung untuk menjawab, tidak mungkin dia bercerita kalau hampir setiap hari Alana pergi keluar selama Zergan berada diluar kota. Bahkan dia sendiri tidak tahu dengan siapa putrinya pergi karena Alana tidak pernah menyebutkan nama teman yang pergi dengannya.
David yang sedari tadi berada di dalam kamar akhirnya memutuskan keluar, malam ini dia ingin bicara serius dengan pria yang sudah menjalin hubungan lama dengan putrinya. Tadinya dia ingin menunggu sampai Alana pulang untuk membicarakannya, tapi karena putrinya tak kunjung pulang akhirnya dia memutuskan untuk bicara dengan Zergan lebih dulu.
"Zergan, ada yang ingin Om bicarakan dengan kamu. Ini tentang hubungan kamu dengan putri Om, Alana." David menatap Zergan yang kini duduk di hadapannya.
"Hubungan kalian sudah terjalin lama, dan usia kalian juga sudah cukup untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius. Sebagai orang tua, Om hanya ingin memastikan. Apa kamu serius dengan Alana?" tanya David memastikan.
Zergan terdiam sejenak, kemudian dia mengangguk dengan yakin. "Ya, Om. Itulah sebabnya saya pulang lebih awal, karena saya berencana ingin melamarnya. Saya ingin menikahi Alana, Om."
-
-
-
Bersambung....
mo komen di paragrap gak bisa,, lagi repisi katanya🤧🤧
gonjang-ganjing hubungan
selamat berpusing ria ya lana 😂
Kalo zergan, Dateng lagi Jan diterima ya rin.dia ngebuang kelean sebegitu enaknya
sory ini ya Alana Mungin agak jahat. tapi Karin cerita aja dech.
biar bisa dapet selotip yang baek