Ketika Tuan Muda punya perasaan lebih pada maid sekaligus sahabatnya.
Gala, sang pangeran sekolah, dipasangkan dengan Asmara, maidnya, untuk mewakili sekolah mereka tampil di Festival Budaya.
Tentu banyak fans Gala yang tak terima dan bullyan pun diterima oleh Asmara.
Apakah Asmara akan terus melangkah hingga selesai? Atau ia akan mundur agar aman dari fans sang Tuan Muda yang ganas?
Happy Reading~
•Ava
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bravania, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
You are Mine
Gala mendudukkan Asmara di sofa setelah sampai di ruang tamu paviliun yang ditempati gadis berfreckles itu lalu duduk di sampingnya.
"Sekarang jelaskan padaku kenapa kau baru pulang dan kenapa harus pergi dengan dia?!"
Ada nada kesal yang kentara di ucapan Gala.
"Huh.. tadi aku sudah mengirim pesan padamu, kan? Aku hanya jalan-jalan sebentar dengan Bastian."
"Tetap aku tak suka. Kau bahkan mengabaikan balasan dariku."
Asmara diam. Ya.. ia sedikit merasa bersalah untuk itu. Tapi ia juga ingin pergi dengan Sebastian. Jadi ia mengabaikan pesan Gala yang bilang ia harus tetap menunggunya.
"Lain kali jangan pergi dengannya lagi! Jika ingin jalan-jalan, bilang saja padaku."
"Hmm."
"Apa saja yang kalian lakukan tadi?"
"Kami hanya jalan-jalan di taman lalu Bastian mengajakku membeli bubble tea."
"Hanya itu?"
Gala memicingkan matanya tak percaya.
"Em... Bastian menyatakan perasaannya padaku."
Tatapan Gala menajam seketika. Sedang Asmara masih bersikap biasa saja.
GREB
Gala menarik Asmara sehingga duduk di pangkuannya.
"Tak boleh! Kau tak boleh menerimanya! Kau milikku, Asmara."
Ucapan bernada rendah itu cukup membuat Asmara berpikir.
"Gala, aku ini maid mu. Kau tak seharusnya seperti ini."
"Berapa kali harus ku katakan kau lebih dari itu?! Kau orang terpenting di hidupku saat ini."
"Kau tuanku, Gala. Aku memang harus menuruti apa pun ucapan mu. Tapi tidak untuk hal ini."
"Aku mencintaimu, Asmara Candrima."
Pemuda itu menjauhkan tubuhnya tanpa melepas pelukannya di pinggang Asmara.
Ia mendekatkan tubuhnya lagi berniat mencium bibir gadis di hadapannya itu sebagai bukti jika ia serius. Namun pundaknya segera ditahan oleh Asmara agar ia berhenti.
"Kau tak boleh seperti ini! Ada banyak orang yang lebih pantas untuk kau cintai."
"Orang seperti apa? Beritahu aku orang seperti apa yang kau anggap lebih pantas bersamaku."
Gala berusaha melembutkan suaranya yang justru terdengar seperti orang putus asa.
"Setidaknya carilah seseorang yang setara denganmu."
Lirih. Bahkan Asmara sama sekali tak berani mengangkat kepalanya saat mengucapkan kalimatnya tadi.
"Hei, lihat aku!"
Gala menaikkan kepala yang tertunduk itu agar mau menatapnya.
"Aku tak peduli. Aku hanya melihatmu sebagai Asmara. Dan aku serius saat mengatakan aku mencintaimu."
Asmara hanya bisa diam. Terpaku pada manik segelap malam yang saat ini menatapnya. Bohong jika ia tak punya perasaan yang sama dengan Gala. Pun bohong jika ia bilang tak mau bersama pemuda itu.
"Tapi aku tak bisa. Aku tak ingin merusak kepercayaan Tuan Besar padaku dan Ayah. Apalagi Beliau sudah terlalu baik pada kami. Aku tak ingin membuatnya kecewa. Dan tidak jatuh cinta padamu adalah salah satu caraku."
Kini Gala yang terdiam.
"Apa kamu pernah berpikir? Kamu anak tunggal. Kamu satu-satunya harapan yang dimiliki Tuan Besar. Kamu yang akan menjadi pewaris dari semua usaha yang sudah dibangunnya. Lalu apa yang akan dibicarakan orang-orang jika kamu bersamaku?"
Tanpa diduga Asmara mencium kening Tuannya itu cukup lama. Lewat kecupan ini Gala bisa merasakan jika gadis di pangkuannya ini memiliki perasan yang sama dengannya.
"Juga ciumanmu hanya untuk pendampingmu suatu saat nanti dan itu bukan aku."
Asmara beranjak dari pangkuan Gala,
"Sekarang kau harus kembali ke mansion. Sebentar lagi Tuan Besar akan pulang. Beliau pasti ingin makan malam bersama putra kesayangannya."
lalu menarik Gala yang masih terdiam ke gedung utama mansion megah itu.
~·~
Gala menarik Asmara ke kamarnya begitu Papanya dan Pak Alan pergi dari ruang makan.
"Kau ini kenapa?"
Asmara menyentak tarikan Gala begitu mereka masuk ke kamar Tuan Muda Pramadana itu.
"Temani aku! Tidurlah di sini."
"Kenapa tiba-tiba? Kau bahkan tak ijin pada ayahku."
"Untuk apa? Paman Alan pasti mengijinkan anaknya menemani Tuan Mudanya."
"Ck. Yasudah. Aku akan memberitahu ayah dulu."
Gala menarik Asmara ke ranjangnya sedang yang ditarik sibuk mengirim pesan pada ayahnya. Gadis itu mengantongi ponselnya kembali setelah selesai.
"Sekarang tidur."
Asmara menyelimuti Gala yang sudah berbaring.
"Temani aku."
Gala menepuk-nepuk ruang kosong di sampingnya dan Asmara pun menurut meski helaan napas sempat keluar dari bibirnya.
Gala merengkuh pinggang ramping Asmara. Kepalanya ia benamkan di leher gadis itu.
"Kenapa?"
Asmara mulai mengusap-usap rambut Gala dengan lembut. Gala sedang dalam mode manja sepertinya.
"Aku ingin kau yang menjadi pendamping hidupku nanti."
"Jangan bicarakan hal itu, ku mohon."
Dan Gala menuruti ucapan Asmara untuk tidak membahas hal itu. Ia ingin menikmati momen langka dengan gadis kesayangannya sekarang.
"Tidur! Besok kita ada latihan, kan?"
"Asmara."
"Ya?"
"Berjanjilah untuk tetap ada di sampingku sampai kapan pun."
Butuh beberapa detik untuk Asmara berpikir sebelum bisa menjawab permintaan Tuannya itu.
"Aku tak bisa melakukannya."
"Jika aku tak bisa memilikimu, setidaknya kau akan tetap ada di sampingku."
"Lihat saja nanti di masa depan."
Gala mendongak menatap Asmara yang tersenyum geli.
"Ck. Kenapa kau jadi menyebalkan begini?!"
"Bukan menyebalkan. Hanya saja kita masih terlalu kecil untuk memikirkan hal itu. Lagipula kita tak akan tahu seperti apa masa depan nanti."
"Justru karena kita tak tahu masa depan jadi aku masih boleh berharap. Kau akan menikah denganku setelah kita lulus kuliah nanti."
"Hmm. Sudah, sudah! Sekarang waktunya tidur. Jangan bicara yang aneh-aneh lagi!"
Akhirnya Gala berusaha tidur ditemani usapan-usapan lembut dari Asmara di kepalanya.
~·~
Seperti biasa, Asmara menyiapkan bekalnya dan Gala bersama Bibi Indah.
Namun, pekerjaannya terhenti saat sepasang lengan kokoh memeluk pinggangnya dari belakang.
"Lepas, Tuan Muda! Jika Tuan Besar lihat, Beliau akan memarahi ayahku."
"Tak mau! Sedang menyiapkan bekal?"
"Ya dan terganggu karena kedatanganmu. Pergi sana! Kau harus sarapan dulu."
"Aku ingin sarapan denganmu."
"Aku sudah sarapan bersama Ayah. Sudah, sana sarapan."
Asmara melepas pelukan Gala agar bisa menyelesaikan bekal untuk mereka.
"Bi Indah tolong lanjutkan pekerjaan Asmara, ya? Aku ingin dia menemaniku sarapan."
Bibi Indah yang baru kembali dari ruang makan hanya mengiyakan permintaan Tuan Muda itu.
Ia mengambil alih pekerjaan Asmara dan menyuruhnya untuk ikut dengan si Tuan Muda.
Dan akhirnya ia pasrah saat Gala menyeretnya ke ruang makan.
"Kau menyebalkan!"
Kekehan kecil Gala jadi balasan dari gerutuan orang yang diseretnya.
"Cepat sarapan! Aku sudah menemanimu, kan."
Gala menatap Asmara yang hanya berdiri di sampingnya. Merasa ditatap, gadis itu balas menatap balik.
"Apa?"
"Suapi aku!"
"Kau bisa makan sendiri."
"Tapi aku mau kau suapi. Dulu kau sering melakukannya tanpa ku minta."
"Itu saat kita belum sebesar ini. Cepat makan! Kita bisa terlambat, Gala."
"Kalau begitu aku tak mau makan. Biar saja kita terlambat."
Asmara mengerang kesal setelah melirik jam tangannya. Ia putuskan menuruti keinginan Gala saja agar mereka tak terlambat.
Pemuda itu tersenyum penuh kemenangan. Senyumnya melebar saat Asmara mulai menyuapinya.
Asmara menghentikan tangannya yang akan menyuapi Gala lagi saat melihat Tuan Besar Pramadana -yang sudah pasti ditemani Ayahnya- duduk di kursi yang berada di ujung meja.
"Selamat pagi, Tuan."
Asmara membungkuk sebagai sapaan yang dibalas Tuan Pramadana dengan senyuman dan anggukan kecil.
"Kau bisa menunggu Gala di depan, Asmara."
"Ayah! Dia sedang menyuapiku."
"Kau sudah besar jadi kau bisa makan sendiri. Pergilah Asmara!"
"Baik, Tuan."
Asmara meletakkan sendok yang masih ada di tangannya. Membungkuk sebentar sebelum pergi dari ruang makan.
Pak Alan pun ijin untuk menyusul putrinya. Dan kini tinggallah Gala dengan sang Papa.
"Kau menyukainya?"
"Ya. Sebagai laki-laki, bukan majikan."
"Kau harusnya sadar posisi kalian tak memungkinkan kalian bersama."
Tuan Pramadana meneguk kopinya dengan santai. Tak merasa bersalah sama sekali atas ucapan yang tanpa sadar menyinggung perasaan putranya sendiri.
Sebenarnya ia sudah mengamati kedua remaja itu sejak mereka masuk ke SMA. Dan Gotcha! Dugaannya benar jika putranya itu menyimpan perasaan yang lain pada anak dari asisten pribadinya.
"Aku tak peduli! Dia akan tetap bersamaku. Hanya dia yang ku punya saat ini. Bahkan Papa tak bisa menjauhkan dia dariku."
"Maka Papa pun tak peduli. Kalian tetap tak akan bisa bersama!"
Tangan Gala mengepal erat. Sebaiknya ia berangkat saja daripada kekesalannya bertambah.
"Aku selesai."
Sampai di depan, Asmara bingung melihat raut wajah Gala.
"Hei! Kenapa dengan wajahmu? Perlu ku setrika agar sedikit rapi?"
Gala hanya mendengus keras.
"Aku berangkat dengan Bastian saja kalau-"
"Jangan!"
Sudah pasti Gala tak akan rela jika itu terjadi.
"Senyum."
Gala pun memasang senyum manis yang dibuat-buat sebelum wajahnya berubah menjadi datar.
"Yang benar!"
Ringisan-ringisan pelan kuar dari mulut Gala karena Felix Asmara mencubit dan memukul pelan pinggangnya.
"Iya, iya."
Dan nyatanya setelah itu Gala menampilkan senyum manisnya serta usakan pelan di kepala Asmara. Juga tatapan yang tiba-tiba menjadi teduh saat menatapnya.
"Kenapa tersenyum seperti itu? Ah, sudahlah! Ayo, berangkat!"
Asmara duduk di samping Pak Adit yang diikuti Gala yang duduk di belakangnya.
'Kau milikku! Tak ada yang bisa menjauhkanmu dariku.' -Gala