NovelToon NovelToon
Perjodohan Berdarah Menantu Misterius

Perjodohan Berdarah Menantu Misterius

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Romantis / Mafia / Percintaan Konglomerat / Identitas Tersembunyi / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Portgasdhaaa

Dulu, dia hanyalah seorang anak jalanan—terlunta di gang sempit, berselimut kardus, hidup tanpa nama dan harapan. Dunia mengajarinya untuk tidak berharap pada siapa pun, hingga suatu malam… seorang gadis kecil datang membawa roti hangat dan selimut. Bukan sekadar makanan, tapi secercah cahaya di tengah hidup yang nyaris padam.

Tahun-tahun berlalu. Anak itu tumbuh menjadi pria pendiam yang terbiasa menyimpan luka. Tanpa nama besar, tanpa warisan, tanpa tempat berpijak. Namun nasib membawanya ke tengah keluarga terpandang—Wijaya Corp—bukan sebagai karyawan, bukan sebagai tamu… tapi sebagai calon menantu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Portgasdhaaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Penyelamatan

Gelap. Hening. Nafasnya tercekat.

Laras masih di lantai. Tangan kirinya berdarah, perih karena goresan kaca. Kakinya terasa ngilu akibat terkilir. Tapi semua rasa sakit itu tertelan oleh satu hal, ketakutan.

Damian baru saja menarik tubuhnya dengan paksa. Nadanya kasar, napasnya berat, dan sorot matanya penuh kegilaan. Ia seperti binatang liar yang siap menerkam.

Pintu di belakang terkunci. Tidak ada suara dari luar. Tidak ada siapa-siapa.

Laras merangkak ke sudut ruangan, menggigil. Tangannya yang berdarah kini meninggalkan jejak di lantai kusam. Air matanya jatuh diam-diam, tanpa suara. Bukan karena lemah, tapi karena tak ada lagi ruang untuk teriak.

"Jangan... tolong..." Bisiknya. Tapi Damian malah tertawa pelan.

Langkah kaki pria itu semakin dekat. Tubuhnya menunduk, siap meraih wajah Laras. "Hari ini kau akan bayar semuanya..."

Laras memejamkan mata. Mungkin ini akhir dari segalanya. Namun, tiba-tiba...suara ledakan terdengar dari arah pintu.

 

BAGHH!!

 

DUARRR!!

BRAKKKK!!!

Pintu itu meledak ke dalam, serpihan kayunya beterbangan menghantam dinding dan menyapu udara dalam debu dan kekacauan. Bunyi dentuman keras mengguncang seluruh ruangan, seolah ledakan kecil terjadi dari balik dunia sunyi yang mematikan.

Laras membuka matanya, terkejut. Ia menoleh ke pintu yang kini tak lagi utuh.

Debu belum sempat mereda ketika suara langkah berat menggema.

Siluet tinggi dengan jas panjang dan sorot mata tajam berdiri di ambang pintu yang telah hancur berkeping.

Damian mundur setengah langkah. "Siapa—"

Tapi sebelum kata itu sempat rampung, satu benda meluncur cepat.

 

BRUGHH!!

Tendangan brutal menghantam perut Damian, membuat tubuh pria itu terpental ke rak kayu di sudut ruangan.

Braakkk!! Rak roboh. Properti pesta berjatuhan.

Damian terbatuk keras. "Sialan... Siapa kau?!"

Sosok yang berdiri di depan pintu kini melangkah maju.

Matanya seperti bara yang terbakar. Napasnya dalam, pelan, namun tiap langkahnya seakan mengguncang lantai.

Tangan kanannya mengepal keras, sementara tangan kirinya menyeret seseorang yang terkulai lemas, babak belur.

Braakkk...

Sebuah tubuh melayang tepat ke arah Damian.

Damian refleks menunduk tapi terlambat.

BRUGH!!

Tubuh itu menghantam meja di sampingnya, membuat kayu pecah dan serpihan kaca beterbangan. Tubuh yang terlempar adalah Kevin, wajahnya bonyok, darah menetes dari pelipis hingga dagu. Tubuhnya menggeliat, lalu diam tak bergerak.

Damian melangkah mundur, sorot matanya panik, “Sialan! Apa yang kau lakukan...”

Tanpa menghiraukan, sosok itu perlahan mendekat.

"Beraninya kau menyentuh Laras..." Suara itu... dingin. Sangat dingin. Tapi ada kemarahan yang tak bisa disembunyikan.

Laras yang masih di lantai, perlahan menoleh.

Matanya berkaca-kaca. Jantungnya masih berdegup kencang. Tapi ketika ia melihat wajah itu... tubuhnya seakan menemukan kembali gravitasi.

Arka.

Arka menatapnya sejenak. Pandangan mereka bertemu. Sekilas saja. Tapi cukup untuk mengalirkan kekuatan yang hampir padam dari tubuh Laras.

Kemudian, pandangan Arka kembali pada Damian. Kali ini… tatapan pembunuh.

"Jadi ini yang kau lakukan setelah dikeluarkan dari sekolah?" ucap Arka perlahan. "Menyusup ke pesta, menjebak perempuan yang tak berdaya, lalu menyentuhnya dengan tangan najis itu?"

Damian menyeringai, berdarah di sudut bibirnya. “Jadi kau si bajingan pelindungnya ya? Atau kekasihnya, hah?” 

Arka tidak menjawab. Ia hanya berjalan lebih dekat, menarik lengan bajunya perlahan.

Damian tertawa kecil. “Lihat dirimu… tampan, dingin, sok berkuasa. Apa kau pikir aku takut? Aku Damian Lim, anak dari—"

BRAKK!!

Pukulan telak menghantam rahang Damian sebelum kalimatnya selesai. Darah segar keluar dari mulutnya.

"Ulangi namamu satu kali lagi," desis Arka. "Dan aku akan mengukirnya di dinding... dengan darahmu."

Damian mengerang, mencoba bangkit. Tapi Arka tak memberinya waktu.

Ia menendang kaki Damian—keras. Bunyi tulang retak terdengar jelas.

Damian berteriak. Tapi suara itu ditelan oleh deru amarah yang mengisi ruangan.

"Dulu kau menyakiti orang-orang lemah karena tak ada yang melawan mu." Arka membungkuk, menarik kerah kemeja Damian, mendekatkan wajahnya.

"Tapi hari ini kau menyentuh Laras...Dan itu artinya kau telah berani menyentuh duniaku."

Satu pukulan lagi mendarat. Hidung Damian pecah, darah mengalir deras.

Laras ingin berkata sesuatu. Tapi suaranya tercekat.

Arka... sosok yang biasanya dingin, selalu menjaga emosi, kini berubah menjadi badai.

Satu sisi menakutkan. Tapi di sisi lain... ia merasa aman. Seolah… tak peduli seberapa rusak dunianya, Arka akan selalu datang.

Damian kini tergeletak tak berdaya. Tangannya gemetar. “Kau pikir... ini akan berakhir di sini? Kau pikir... keluarga Lim akan tinggal diam setelah tahu kau berani menyentuhku?!”

Nadanya penuh amarah dan kesombongan. Meskipun wajahnya babak belur. Bahkan ketika darah mengalir deras dari hidung dan bibirnya, matanya tetap menyala dengan tatapan arogan.

“Kau tahu siapa aku, bukan?” lanjutnya, tertawa kecil meski terbatuk darah. “Aku bukan preman jalanan. Aku Damian Lim. Putra pewaris keluarga Lim. Salah satu dari Sembilan Naga! Kami yang membiayai kampanye presiden kalian, yang mengganti menteri seperti pion catur. Dan kau pikir kau bisa melakukan ini lalu pergi begitu saja?”

Arka menatapnya... sebentar.

Tatapan yang tak menunjukkan ketertarikan, tak menunjukkan takut, bahkan tak menunjukkan kemarahan lagi.

Yang ada hanya kosong. Seolah... Damian bukan ancaman. Bukan siapa-siapa.

“Apa kau sudah selesai bicara?”

Damian terdiam. Nafasnya tersengal.

Arka berjongkok perlahan. Wajahnya hanya berjarak sejengkal dari Damian yang kini terkulai.

“Aku tidak peduli siapa keluargamu, berapa banyak uang kalian, atau berapa kursi menteri yang bisa kalian beli.”

Suara Arka merendah, tapi justru karena itulah terasa mengerikan.

“Kau hanya benalu kecil... yang menyentuh sesuatu yang sangat berharga bagiku.”

Damian mencengkeram lantai, amarahnya meledak. “Jangan sok kuat, brengsek. Siapa pun kau, kalau kau berani menyentuhku, kau sudah selesai.”

Arka tersenyum tipis.

“Selesai? Aku hanya menginjak seekor anjing liar yang berani masuk ke rumahku.”

“Kau pikir kau siapa, hah?! Apa kau berpikir lebih tinggi dari keluarga Lim?! Kau bahkan bukan bagian dari Sembilan Naga!”

Arka tidak menjawab langsung. Ia hanya memiringkan kepala sedikit.

“Benar. Aku bukan siapa-siapa.”

Ia mendekatkan wajahnya ke telinga Damian, suaranya berbisik... mengiris.

“Tapi...apakah kamu tau? Aku akan menghancurkan dunia sekalipun jika itu membahayakan Laras.”

Damian perlahan membatu. Tapi kini tatapannya mencibir. Dia sempat merasa takut, tapi sekarang dia tau...laki-laki itu hanya membual.

“Kau pikir ancaman kosong seperti itu bisa menakuti ku? Banyak yang pernah mencoba menjatuhkan ku. Tapi pada akhirnya mereka semua berakhir dengan kepala tertunduk.”

Arka menatapnya dalam diam beberapa detik. Lalu, dengan suara nyaris seperti bisikan, ia berkata:

“Kau boleh bermimpi, Damian. Tapi kalau mimpimu menyentuh Laras lagi...pastikan kau sudah menulis wasiat mu sebelum tidur.”

Damian mendesis. “Lihat saja! Aku akan kembali cepat atau lambat. Dan ketika waktu itu tiba, lihat siapa yang akan tertawa terakhir.”

Arka menatapnya terakhir kali. Kali ini, bukan dengan amarah, tapi... kejijikan.

Arka mendesah, sebelum akhirnya melayang satu lagi pukulan ke wajah Damian. Kali ini jauh lebih kuat dari sebelumnya.

Dughh...

Pukulan itu mendarat telak di sisi wajah Damian.

Kepalanya tersentak keras ke samping, nyaris seperti akan terlepas dari lehernya.

Tubuhnya bergeming sesaat...

Lalu ambruk ke samping, tergeletak pingsan dengan satu lengan menutupi wajah.

Kemudian, Arka berjalan ke arah Laras. Ia menunduk perlahan, dan tanpa berkata apa pun, mengangkat tubuh gadis itu ke dalam pelukannya.

“Maaf, Aku terlambat.”

Tubuh Laras masih gemetar dalam gendongan Arka.

Ia tak berkata apa-apa, hanya memejamkan mata… lalu perlahan melingkarkan lengannya ke leher pria itu.

Dan di sanalah tangisnya kembali pecah.

“Terimakasih.” Bisiknya diiringi isakan.

Diam-diam, tanpa suara. Hanya air mata yang jatuh satu per satu di pundak Arka, menyerap dalam kain jasnya. Napasnya tersengal pelan, seolah beban yang ditahannya sejak tadi akhirnya runtuh.

Di balik air mata dan pikiran yang penuh gejolak, Laras sadar—Ada sesuatu yang Arka sembunyikan.

Bagaimana Arka tahu tempat ini?

Kenapa dia bisa datang secepat itu?

Siapa dia sebenarnya?

Tapi tubuhnya terlalu lelah untuk menyusun logika. Ia hanya bisa menggenggam jas Arka lebih erat. Dan untuk malam ini, membiarkan semua tanda tanya larut bersama air matanya.

Arka menggenggamnya lebih erat, langkahnya mantap meninggalkan ruangan.

Meninggalkan Damian yang tak sadarkan diri. Meninggalkan luka malam itu, pelan-pelan, tapi pasti.

 

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!