Istriku menganut childfree sehingga dia tidak mau jika kami punya anak. Namun tubuhnya tidak cocok dengan kb jenis apapun sehingga akulah yang harus berkorban.
Tidak apa, karena begitu mencintainya aku rela menjalani vasektomi. Tapi setelah pengorbananku yang begitu besar, ternyata dia selingkuh sampai hamil. Lalu dia meninggalkanku dalam keterpurukan. Lantas, wanita mana lagi yang harus aku percaya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fitTri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Asyla Dan Alendra
🌸
🌸
“Sudah, diamlah. Kenapa kamu terus menangis?” Alendra akhirnya protes setelah beberapa saat Asyla masih sesenggukkan sementara kedua tangannya tetap menahan handuk basah untuk mengompres lebam di wajah.
Ya, perkelahian malam itu menyisakan cedera yang cukup kentara setelah beberapa saat. Lebam di bawah mata dan sudut bibir begitu jelas dan Asyla mencoba untuk mengobatinya dengan memberikan kompres air hangat. Dia belum berhenti menangis karena merasa sedih sekaligus terharu, mengetahui ada orang yang peduli kepadanya.
“Kenapa Bapak menolong saya? Seharusnya Bapak nggak melakukan itu.” Wanita itu terbata-bata.
“Kenapa katamu? Sedangkan saya melihat ada kekeliruan di sana. Kamu tau, kalau menikah karena terpaksa dan di bawah tekanan itu tidak sah? Lagipula, secara tidak langsung kamu sedang dijual sama mertuamu itu!”
Asyla terdiam.
“Sudah, cukup!” Lalu Alendra menarik tangannya untuk menghentikan apa yang Asyla lakukan.
“Untuk sementara tinggal lah dulu di sini sampai keadaan aman. Lagipula, hutang mu harus saya bayar dulu.”
Asyla menatap wajah pria itu kemudian menggelengkan kepala.
“Kenapa?”
“Nggak usah, Pak.”
“Kenapa nggak usah? Lagian saya sudah janji sama mertuamu.”
“Nggak usah dituruti, Pak. Saya cicil saja. Hanya … jangan berhentikan saya dari sini.”
“Ck!” Alendra berdecak kesal. “Hutang segitu mau kamu cicil setiap bulan sebesar satu juta setengah? Kapan lunasnya?”
“Bukankah Bapak bilang kalau menginap gaji saya bisa lebih besar?”
“Ya, memang.”
“Kalau begitu, mulai malam ini saya menginap saja di sini.”
“Heh, serius?”
“Ya. Memangnya ke mana lagi saya bisa pergi? Apalagi dengan Tirta ….” Asyla menoleh ke arah putranya yang sejak tadi terlelap di sofa. “Izinkan saya membawa Tirta, Pak. Saya nggak punya saudara tang bisa dititipi. Sebagai gantinya, saya janji akan bekerja dengan baik. Bapak suruh apa saja akan saya lakukan.”
Alendra memicingkan mata.
“Saya serius, Pak.”
"Gajimu hanya saya tambaj satu juta kalau menginap."
"Nggak apa-apa."
"Nanti kamu nggak bisa menabung."
"Menabung buat apa? Saya tinggal di sini kok."
"Ya buat apa saja, namanya juga orang hidup."
"Kalau begitu tambah lebih dari satu juta."
"Kelebihan."
"Ya udah, nggak apa-apa. Asalkan saya boleh bawa Tirta."
“Dia rewel tidak?” Lalu Alendra pun menatap ke arah bocah satu tahun tersebut.
“Dia nggak rewel, malah bisa dibilang sangat anteng. Saya janji, dia nggak akan menyusahkan.”
“Bukan saya kok yang bakalan susah kalau kerja bawa anak. Dia ‘kan anakmu, ya kamu lah yang susah.”
“Iya, itu maksudnya, Pak.”
“Terus pekerjaanmu bagaimana?”
“Saya janji nggak akan terganggu, Pak. Pekerjaan akan jadi prioritas saya meskipun ada Tirta.”
“Benar?”
“Beneran, Pak. Saya janji.”
“Saya pegang janjimu lho.”
Asyla menganggukkan kepala.
“Lalu soal hutangmu —”
“Sudah saya bilang jangan dibayar, Pak. Biarkan saya cicil saja. Lagipula sekarang saya sudah tinggal di sini, jadi pasti aman. Gerbangnya tinggi dan saya bisa sembunyi kalau ada apa-apa.”
“Mudah sekali kamu bilang begitu, ya?”
“Ya … sebenarnya memang mudah. Sejak awal itu yang saya sanggupi, tapi Ambu ….”
“Masalahnya mobil saya ada di sana. Kalau nggak saya bayar hutangmu, bagaimana saya mau ambil mobil itu? Nagaimana saya pergi bekerja?”
Asyla tertegun.
“Lagipula bekas apa hutang kamu sampai sebesar itu? Walaupun ditinggal mati suami dengan satu anak, masa iya kamu bisa sampai berhutang begitu banyak?”
“Nggak tau, Pak.”
“Kok nggak tau?”
“Itu karena Ambu menggadaikan kebun untuk operasi saya.”
“Gadai kebun untuk operasi?”
Asyla menganggukkan kepala.
“Operasi apa? Memangnya kamu sakit?”
“Caesar, Pak.”
“Caesar?”
“Ya, waktu melahirkan Tirta.”
“Kenapa bisa sampai 150 juta? Memangnya kamu ambil vvip?”
“Nggak.”
“Terus?”
“Waktu itu kalau nggak salah bayar ke rumah sakitnya 20 juta.”
“Terus kenapa jadi 150 juta?”
“Itu karena Ambu.”
Alendra ingat percakapan yang didengarnya saat di rumah Maysaroh beberapa saat yang lalu.
“Jadi hutang kamu hanya 20 juta sebenarnya?”
“Iya.”
“Dan itu bekas biaya melahirkan?”
“Iya, Pak.”
“Dan kamu melahirkan setelah suami kamu meninggal?”
Asyla mengangguk lagi, namun Alendra terdiam sejenak.
“Kamu tau, kalau sebenarnya itu sudah menjadi kewajiban mertuamu untuk mengurus kalian.” Dia kembali menatap Tirta yang tampak lelap. “Karena meski telah menikah, orang tua laki-laki punya kewajiban untuk memberi nafkah dan menjamin kehidupan, apalagi karena suamimu sudah meninggal. Memang sudah seharusnya dia menjamin hidupmu.”
“Tapi kenyataannya nggak begitu, Pak.”
“Apa mertuamu begitu miskin sampai-sampai dia tidak mampu dan membebankan hutang sebesar itu padamu?”
“Sebenarnya nggak. Ambu punya beberapa petak tanah dan kebun. Yang digadai sama juragan Somad cuma salah satunya.”
“Benarkah?”
“Iya. Dua kebun di pinggir desa bahkan dipakai tani sama kang Ahmad.”
“Kang Ahmad itu siapa?”
“Kakak ipar saya, Pak.”
“Kakak suamimu?”
“Iya.”
Alendra menarik dan menghembuskan napasnya dengan keras, “luar biasa. Dia menjualmu sama tuan tanah untuk membayar hutang padahal hartanya ternyata cukup banyak. Mertua macam apa itu?”
Asyla terdiam lagi.
“Mama saya bahkan mempercayakan pabrik teh keluarga sama anak menantunya dan nggak ada masalah soal itu.”
Asyla kini menatap sang majikan.
“Sudah, sekarang istirahat dulu. Soal hutangmu kita pikirkan nanti.” Lalu Alendra bangkit.
“Tapi, Pak ….”
“Jangan bahas dulu apa-apa, saya mau istirahat. Badan mulai terasa nggak enak, mungkin karena sudah lama nggak berkelahi. Terakhir waktu kelas dua SMA karena rebutan pacar." Pria itu berjalan sambil menggeliat lalu menepuk-nepuk bahunya yang mulai terasa pegal.
“Tapi saya ….”
“Apa lagi sih, Syl? Sudah, soal hutang kita pikirkan besok. Lagipula saya nggak ada uang tunai sebanyak itu sekarang, jadi —”
“Bukan soal itu!” potong Asyla.
“Lalu apa?”
“Saya tidurnya di mana ini?”
“Lho? Oh, iya ya. Kamu kan baru malam ini menginap, jadi kamar pegawai di belakang masih kosong.”
Asyla menganggukkan kepala.
“Di kamar tamu saja dulu, di sana bersih kan?”
“Kamar tamu, Pak?”
“Iya. Hanya untuk malam ini. Besok kamu bisa bereskan kamar belakang, lalu kita beli kasur untukmu.”
“Kasur?”
“Ya. Nggak mungkin kamu tidur di lantai, kan?”
“Soal itu nggak usah Bapak pikirin. Saya bisa kok tidur di mana aja.”
“Tidak apa-apa. Kamu … pegawai saya, kan?”
“Tapi, Pak?”
“Sudah, Asyla. Saya ngantuk, capek dan badan saya pegal. Jadi … saya mau tidur.” Alendra melanjutkan langkahnya menuju ke lantai dua di mana kamarnya berada.
“Umm … Pak?” Namun panggilan Asyla kembali menghentikan langkah Alendra sehingga pria itu dibuat kesal karenanya.
“Apa lagi, Asyla? Kamu nggak dengar apa yang saya bilang? Saya ini capek, ngantuk sama badan sakit semua. Saya mau istirahat!!” Dengan geram dia berbalik dan menatap nanar wanita itu.
“Baju saya gimana? Masa tidur pakai ini?” Asyla meremat ujung kebayanya yang hampir digunakan untuk menikah dengan juragan Somad tadi. Make up nya bahkan masih terlihat dan baru Alendra sadari itu.
Karena panik dan takut, dia bahkan tidak ingat untuk membawa pakaiannya sendiri. Bahkan mengganti kebayanya pun tak sempat.
Alendra kini yang terdiam.
“Saya lupa ….”
“Pakai baju saya dulu.” Pria itu tiba-tiba.
“Ap-apa?”
“Di ruang cucian ada pakaian saya, kan? Pakai itu saja dulu. Besok kita ambil pakaianmu ke sana.” Lalu dia berbalik.
“Huh, ada-ada saja hari ini!!” Alendra menggerutu sambil menggeleng-gelengkan kepala.
🌸
🌸
Ya Allah 🙈🙈🙈
Ayo dong like komen sama gift nya yang kenceng.
alopyu sekebon 😘😘
Ini perempuan main nyelonong masuk tempat tinggal orang aja, bok permisi kek🤦♀️
Listy ini mangkin lama mangkin ngelunjak kayaknya
Ale bukan hanya ga rela kalo Syla disuruh-suruh tapi yang pasti dia ga rela Syla dilirik laki² lain.
Kekecewaan Ale akibat pengkhianatan sedikit demi sedikit mulai terkikis dengan kehadiran, Syla dan Tirta.