Keira hanya ingin mengejutkan pacarnya di Italia, tapi justru dialah yang dikejutkan. Dikhianati di negeri asing, Keira nekat melampiaskan rasa sakit dengan cara yang gila memesan seorang gigolo. Sayangnya, ia salah kamar. Dan pria yang menatapnya di ranjang… bukan siapa-siapa, melainkan CEO termuda di Eropa, Dean Alferoz
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BabyCaca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 6 - Kedatangan Tom
2 Hari berlalu…
Setelah kejadian itu, Keira kembali ke Indonesia hari itu juga. Perjalanan pulang terasa seperti mimpi buruk yang tidak berakhir tubuhnya letih, pikirannya kusut, dan batinnya seperti diremas-remas.
Tapi hidup tidak menunggu seseorang pulih; dua hari ini gadis itu tetap harus bekerja, berdiri selama berjam-jam di belakang kasir dengan wajah pucat dan mata yang sayu. Teman-temannya memperhatikan perubahan drastis itu, tetapi Keira seakan mengenakan topeng kosong, bergerak seperti robot yang kehilangan arah.
“Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa dia seperti itu, semenjak pulang dia tidak bercerita apa pun,”bisik Luna pelan, matanya melirik Keira yang berdiri diam seperti patung.
“Aku juga tidak tau, tapi firasatku mengatakan kalau Tom benar-benar selingkuh dengan gadis itu,”balas Zara sembari menghela napas panjang.
Luna mendengus jengkel. “Bajingan itu… padahal mereka sudah tujuh tahun. Bayaran cicilan mobil juga lunas daripada Kei yang harus bayar bulanan sendirian.”
Mereka berdua memandang Keira yang tampak seperti hidup tanpa jiwa. Sejak pulang dari Italia, Keira tak lagi menjadi Keira yang mereka kenal yang ceria, cerewet, dan selalu berisik. Kini, ia lebih banyak termenung, tiba-tiba menangis, atau menghilang untuk menenangkan diri.
Bila ditanya, Keira cuma menjawab singkat: “Aku akan baik-baik saja.”
Padahal jelas ia tidak baik-baik saja.
“Lun, aku makan dulu ya,”ucap Keira pelan tanpa ekspresi.
“Iya, nggak masalah. Sana makan. Jangan sedikit lagi ya, kau makin kurus,”jawab Luna lembut, meski hatinya miris.
Keira hanya mengangguk kecil, lalu berjalan pelan ke belakang. Langkahnya lambat, seperti seseorang yang membawa beban besar di bahunya. Namun sebelum masuk ruang istirahat, ia melihat tumpukan sampah di dekat pintu.
Dengan refleks, ia mengambil kantong-kantong itu dan melangkah keluar lewat pintu utama untuk memilah dan membuangnya. Zara dan Luna memperhatikan dari jauh, sama-sama menghela napas sedih.
Terik matahari menusuk kulit, tapi Keira tidak merasakan apa-apa. Rasanya tubuhnya hanya bergerak dengan sisa tenaga. Ia membuka kantong sampah, memilah sesuai warna, lalu mengikatnya. Saat hendak kembali masuk, seseorang menahan pergelangan tangannya.
“Kei,”panggil sebuah suara lembut.
Suara itu… suara yang selama tujuh tahun menjadi penyemangat baginya. Suara yang dulu membuatnya tersenyum setiap pagi dan menangis setiap kali bertengkar. Suara itu begitu Keira kenal, begitu ia hafal.
Tubuh Keira langsung menegang, jantungnya serasa jatuh ke perut. Dengan gemetar ia memutar badannya.
“Tom?!”serunya penuh keterkejutan.
Pria itu berdiri di sana wajahnya sama, senyumnya lembut, namun mata yang dulu hangat kini terlihat asing. Keira memandangnya dengan kekecewaan dan luka yang terlalu dalam untuk disembunyikan.
“Apa yang kau lakukan di sini? Kau bisa kembali ternyata… tapi selama empat tahun ini, bahkan semenjak kau kuliah kau belum pernah pulang. Lalu ketika wisuda ku, kau juga…” suara Keira pecah, tubuhnya bergetar hebat.
Air mata yang ia tahan dua hari terakhir akhirnya pecah.
“Kei…” Tom menunduk.
“Aku benar-benar minta maaf. Aku datang bukan untuk memaksa mu lagi. Aku akan katakan semuanya secara langsung. Aku pulang karena aku ingin kau mendengar ini dariku sendiri…”
Ia menarik napas.
“Kita sampai di sini saja, Kei. Aku tidak tega membohongimu lebih lama.”
Dunia Keira seakan berhenti. Suara di sekitar hilang, hanya debar jantungnya yang terdengar keras di telinga. Ia mundur selangkah, seperti baru saja ditikam dari depan.
Di dalam kafe, Luna dan Zara melihat kejadian itu dari balik kaca. Mereka saling pandang dengan wajah shock.
“Itu Tom, Lun! Ayo!” Zara menarik tangan Luna, keduanya bergegas keluar.
“Ja… jadi kau mengatakan itu semua benar?” suara Keira pecah, tubuhnya bergetar parah.
“Semua yang kulihat adalah kenyataannya, bukan? Hiks… pria bajingan! Kau jahat! Kau jahat, Tom!”
Tangis Keira tumpah tanpa bisa dihentikan. Dadanya terasa seperti ditusuk berkali-kali.
“Aku kira… kalau kau pulang, kau akan datang memelukku erat,” ucap Keira terbata sambil mencakar dadanya sendiri, “dan mengatakan kalau kau masih mencintaiku… kalau semua itu cuma hiburan sesaat…”
“Aku kira… kalau kau datang meminta maaf… jika kau datang dengan penyesalanmu… mungkin, Tom… mungkin saja aku bisa memaafkanmu. Tapi? Apa?”
Ia menatap Tom dengan mata sembab, penuh luka.
“Kau lebih memilih mengakhiri hubungan tujuh tahun ini… daripada berbohong sedikit saja demi membuatku tetap merasa Aman?!”
Teriakan Keira mengguncang semua orang yang mendengar. Tangisnya deras, sesenggukan sampai tubuhnya goyah. Tujuh tahun… tujuh tahun yang tidak bisa kembali.
Dan akhirnya tubuhnya ambruk.
Bruk…
“Kei! Kei kau baik-baik saja?!” Tom berusaha meraih tubuhnya, namun terlambat kening Keira membentur lantai.
“KEIRA!!!” Luna dan Zara berlari panik.
Tom hendak mengangkat Keira, tapi Luna menepis tangannya keras-keras.
“Jangan sentuh Kei, Tom! Bahkan dengan ujung jarimu pun tidak boleh!” teriak Luna, wajahnya merah karena marah.
“Tapi dia harus dibawa ke rumah sakit! Dia pingsan!” Tom ikut berteriak, namun suaranya terdengar putus asa.
Zara berdiri di depan Tom, sikapnya defensif. “Atas hak apa kau berteriak? Kau yang buat dia seperti ini! Pergi sekarang, atau aku benar-benar akan memukulmu!”
Tom terdiam, wajahnya penuh sesal namun ia tak berkata lagi. Ia mundur perlahan, lalu pergi sambil menunduk.
Zara masuk ke dalam untuk memanggil rekan pria mereka. Salah satu dari mereka keluar dan mengangkat tubuh Keira dengan hati-hati. Mereka hendak mencari taksi, namun tiba-tiba sebuah mobil mewah berhenti tepat di depan kafe.
Kacanya gelap. Dua pria berjas keluar.
“Nona, silakan masuk. Kami akan membawa Nona Keira ke RS,” ujar pria berkacamata hitam.
“Hah? Kau siapa? Jangan ganggu kami! Teman kami sedang sakit!” bentak Luna masih penuh emosi.
“Nona,” pria itu menunduk sopan.
“Kami keluarga Nona Keira. Silakan masuk.”
Luna dan Zara saling pandang bingung. Situasi mendesak, dan hari semakin panas. Akhirnya mereka masuk ke mobil itu. Rekan kafe mereka kembali bertugas, sementara mobil melaju cepat menuju RS William salah satu rumah sakit termahal di kota.
“Mas… ini RS mahal! Ke klinik aja, Keira pingsan juga karena kecapekan,” ujar Luna panik.
“Nona, yang terbaik memang untuk Nona Keira. Kalau tidak, tuan kami akan marah,” jawab pria itu tenang.
Mereka dibawa masuk, dokter dipanggil seketika. Pemeriksaan berlangsung cepat. Setelah beberapa menit, dokter menjelaskan bahwa Keira jatuh pingsan karena stres berat dan kelelahan.
Keira akhirnya mendapat infus dan cairan khusus.
“Kei… kau benar-benar menderita,” bisik Luna sambil mengusap tangan Keira yang lemah.
Zara menghela napas. “Lun… kayaknya kita harus balik, deh. Kasihan Rendi sendirian. Nanti malam pelanggan makin banyak.”
“Tapi Kei…”
“Nona, saya akan menjaga Nona Keira. Jangan khawatir,” ucap pria berjas itu sopan.
“Hah… okey deh,” Luna akhirnya pasrah.
...----------------...
Terima kasih sudah mengikuti cerita ini! Yuk bantu dukung dengan tekan like atau share ke favorit kalian. Dukungan kalian sangat berarti.
lagi manja kepada istri
sadar gak tuch
kalau suaminya CEO...
lanjut Thor ceritanya
di tunggu updatenya
aku sudah mampir ya🙏