Aura Mejalani hubungan dengan kekasihnya selama dua tahun, dan mereka sudah merencanakan sebuah pertunangan, namun siapa sangka jika Aura justru melihat sang kekasih sedang berciuman di bandara dengan sahabatnya sendiri. Aura yang marah memiliki dendam, gadis 23 tahun itu memilih menggunakan calon ayah mertuanya untuk membalaskan dendamnya. Lalu apakah Aura akan terjebak dengan permainannya sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Al-Humaira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
Lisa terperangah saat melihat isi hunian mewah itu, matanya tak bisa berkedip dengan mulut yang terbuka lebar bahkan air liurnya hampir menetes, ia seperti terkena penyakit stroke mendadak.
"K-kamu benar-benar tinggal disini Aura?" tanyanya dengan suara gagap dan kaku.
Lisa mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru isi apartemen itu, gadis itu benar-benar takjub melihat interior mewah dan beberapa perabotan yang terlihat mahal dan berkelas.
"Tentu saja, jika tidak mana mungkin aku bisa masuk sembarangan," Timpal Aura dengan nada sombong.
'Tapi kenyataanya bukan,' Batinya terkikik dalam hati.
Lisa mendekati Aura yang berada di dapur minimalis, terlihat begitu rapi dan juga bersih, bahkan peralatan masak yang terlihat saja masih kinclong tanpa adanya noda seperti habis dipakai.
"Apa kamu tidak sayang uang mu Aura? Inikan hunian mahal!" Lisa menatap Aura dengan tatapan menyelidik.
'Kamu pasti menyembunyikan sesuatu Aura, selama aku kenal kamu bukan tipe wanita yang suka menghamburkan uang apalagi hanya untuk bergaya dan tinggal di apartemen mewah seperti ini,'
"Tidak!, aku bahkan tak mempedulikan hal itu!"
Wajah Lisa tampak tegang, matanya menatap Aura dengan tatapan menuntut dan tajam.
"Aura, jangan-jangan kamu menjadi simpanan Om-Om pemilik apartemen ini!" Tuduh Lisa dengan wajah serius.
Padahal dalam hatinya Lisa bersorak riang, karena ia yakin jika Aura sedang ada main dibelakang Mario.
Mata Aura menyipit menatap Lisa yang begitu serius menatapnya, hingga membuat Aura terkekeh sambil menutup mulutnya, sudah seperti wanita sosialita saja.
"Kenapa kamu serius seperti itu? Lagi pula jika aku bermain dengan Om-Om aku rasa aku tidak akan rugi!" Aura begitu santai menanggapi.
Lisa semakin membulatkan matanya tampak terkejut mendengar jawaban Lisa.
"Apartemen ini saja sangat mewah, sudah pasti dia sangat kaya bukan?" Ucap Aura lagi sambil menenggak minuman dingin.
"Aura, apa kamu tidak memikirkan Mario.. Mario juga anak tunggal pemilik perusahaan kita bekerja," Tutur Lisa dengan suara tak percaya. Padahal dalam hati ia hanya ingin mengompori Aura untuk meninggalkan Mario.
"Jika ada ikan kakap mendekat kenapa juga harus mempertahankan ikan teri yang bahkan suka makanan tentangnya,"
*
*
Haikal menatap Mario yang duduk didepanya dengan kening berkerut.
"Ada apa kamu sampai ingin bertemu papa," Haikal tampak sedang memeriksanya berkas yang menumpuk di mejanya, pria itu bicara tanpa menatap wajah Mario.
Mario belum bicara, ia masih memilih kata-kata yang pas untuk mengutarakan maksudnya, karena ucapan Lisa tempo lalu Mario jadi memikirkan hal ini. Ia juga tidak ingin selamanya hanya menjadi bayangan di perusahaan ayahnya sendiri, karena dengan begitu ia sama sekali tak memilki wewenang untuk megambil alih.
"Papa, kapan aku akan diresmikan di perusahaan ini? Bukankah selama ini aku sudah membantu perusahaan dengan baik?"
Pertanyaan itu meluncur dari bibir Mario yang sudah ia rencanakan, akan tetapi reaksi Haikal justru membuat Mario bingung. Terlihat tenang dan sama sekali tidak terganggu degan ucapanya barusan.
"Aku anak papa satu-satunya, dan semua pemegang saham juga tahu." Lanjutnya lagi.
Kali ini Haikal tampak menghentikan gerakan tangannya saat membubuhkan tanda tangan, pria matang dengan wajah tampan dan menawan itu mendongak dan menatap Mario lurus.
"Mario, apa kau yakin dengan yang kau minta?"
Pertanyaan Haikal membuat Mario menelan ludah dengan tatapan tertegun.
Haikal menghela napas panjang, pria itu menyandarkan punggungnya di sofa sambil menatap Mario.
"Bagaimana kesepakan dengan perusahaan AIX yang kamu janjikan!"
Mario menelan ludah dengan wajah tegang, bola matanya tampak berorasi seolah sedang memikirkan jawaban yang tepat untuk kebohongan yang ia lakukan.
'Sial! Kenapa aku melupakan itu! Seharusnya aku sudah kembali membuat janji saat pulang kemarin,' rutuk Mario pada dirinya sendiri
"Papa, em itu aku-"
Bruk
Haikal melempar beberapa foto di atas meja yang mana membuat mata Mario terbelalak lebar.
"Kau lebih mementingkan wanita itu dari pada klien penting di perusahaan kita, hm!" Ucap Haikal dengan suara berubah dingin. Tatapannya pun sudah tak biasa seperti tadi kini tatapan itu tajam menghunus Mario.
Foto-foto itu menunjukan kebersamaan Mario dengan Lisa dan beberapa foto mesra yang seharusnya tak di umbar secara umum, namun karena keduanya berada di negara Eropa membuat mereka tak punya rasa malu. Bahkan ada juga beberapa foto mereka yang keluar masuk dari kamar hotel yang sama itu berarti.
Mario berulang kali menelan ludah, kedua tangannya mengepal erat dibawah meja dengan dada bergemuruh.
"Lalu jelaskan, kenapa kamu membawa wanita lain kerumah untuk bertunangan!"
Mario membisu, ia tertangkap basah dan tak bisa mengelak lagi, namun bukan Mario jika dia tak memiliki seribu alasan.
"Aura wanita yang berbeda papa, sedangkan Lisa hanya untuk bersenang-senang saja," Ucapnya dengan wajah serius. Berharap papanya akan percaya.
Haikal menyipitkan matanya, menunjukan reaksi tak percaya yang membuat Mario kembali bicara.
"Aku hanya ingin menikah dengan Aura, hanya dia yang aku inginkan untuk menjadi pengantinku,"
Mario masih saja terus berusaha menyakinkan sang ayah, dia benar-benar tak ingin kepercayaan ayahnya menghilang begitu saja karena foto-foto perselingkuhannya.
"Tapi caramu tak bisa di benarkan, bagaimana jika Aura tahu kau bermain dengan sahabatnya sendiri!"
Glek
Mario melupakan sesuatu, ayahnya pasti menyuruh orang untuk menggali informasi.
"Aku sudah besar papa, dan papa tidak perlu ikut campur dengan urusan ku!" Suara Mario mulai meninggi karena marah.
Sejak tadi Mario menahan kekesalan dalam dirinya, tapi ternyata ia tak sesabar itu.
"Ya, kamu sudah besar. Maka dari itu kamu menuntut hak mu yang bahkan kamu tidak bertanggung jawab dengan hubungan mu, lalu bagaimana kamu akan bertanggung jawab dengan pekerjaanmu?"
Brak
Mario menggebrak meja dengan wajah tegang dan tatapan marah, membuat Haikal cukup terkejut dengan reaksi Mario.
"Papa tidak perlu menghakimi tentang hubungan ku! Yang harus Papa lakukan adalah memberiku jabatan tetap di perusahaan ini!"
Katanya dengan suara menggebu-gebu. Sejak pertama datang yang ia inginkan hanya pengakuan untuk mengesahkan dirinya didepan para dewan direktur, tapi yang dia dapat justru masalah lain yang membuatnya marah.
"Maaf Mario, Papa belum bisa,"