Seorang wanita muda bernama Misha, meninggal karena tertembak. Namun, jiwanya tidak ingin meninggalkan dunia ini dan meminta kesempatan kedua.
Misha kemudian terbangun dalam tubuh seorang wanita lain, bernama Vienna, yang sudah menikah dengan seorang pria bernama Rian. Vienna meninggal karena Rian dan Misha harus mengambil alih kehidupannya.
Bagaimana kisahnya? Simak yuk!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AgviRa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengungkap identitas
"Info yang aku terima dari Jo, ternyata Rian dan Tika bukanlah saudara kandung melainkan sepasang suami istri, walau itu hanya pernikahan siri. Dan yang membuat aku terkejut, Misha diceraikan sama laki-laki br3ngsek itu disaat aku ingin memberikan kejutan. Dan dengan teganya mereka mengusir Misha dari rumahnya sendiri. Makanya dia sekarang aku ajak untuk tinggal disini."
Kevin tambah penasaran dengan cerita Refan.
"Jadi, dia istri si Rian itu? Lalu, kenapa dia bisa diusir dari rumahnya sendiri?"
"Soal itu aku tidak tahu. Kamu bisa menanyakan masalah itu kepadanya. Jadi, apa kamu bisa mengurusnya? Untuk perceraian Misha, dia sudah mendaftarkan kemarin. "
"Percayakan saja semuanya pada sahabatmu ini. Kamu tinggal menyerahkan syarat-syaratnya kepadaku."
Tak lama Misha datang membawakan dua minuman dan cemilan.
"Silahkan diminum dulu, Mas."
"Ah, terima kasih."
Misha tersenyum mengangguk.
Misha hendak beranjak pergi, namun dengan cepat Refan menghentikannya.
"Misha, kamu duduk dulu. Ada yang ingin aku tanyakan."
"Oh, iya Mas." Misha pun duduk di sofa.
"Misha, sebelumnya perkenalkan dia sahabatku sekaligus pengacaraku. Disini aku meminta bantuannya untuk mengurus perceraianku. Apa kamu sudah menyewa pengacara?"
Misha menggelengkan kepalanya.
"Belum, Mas."
"Kalau begitu, urusanmu juga biar diurus sama Kevin."
"Tapi, apa gak merepotkan, Mas?"
"Kamu tenang aja cantik, itu sudah menjadi pekerjaanku, lagian yang bayar aku kan Refan. Jadi, kamu iyain aja. Jangan sungkan-sungkan."
Bukannya Refan yang menjawab, namun Kevin lah yang menyahut pertanyaan Misha sambil menaik turunkan kedua alisnya.
"Main embat aja. Hm." Ucap Refan kesal.
Misha tersenyum melihat kedua laki-laki yang berada didepannya tersebut.
"Oh ya, Misha. Aku sebenarnya begitu penasaran, kenapa kamu mau-maunya diusir dari rumahmu sendiri? Dan sepertinya, kamu juga tidak merasa menyesal ataupun melakukan perlawanan." Tanya Refan yang sedari kemarin begitu ingin mendengar alasan Misha.
Begitu juga dengan Kevin, Kevin menatap Misha dalam-dalam, menanti sebuah jawaban yang akan keluar dari bibir manisnya.
"Kalau Mas Refan, aku beri tahu, aku ini bukan Misha, apa Mas Refan akan percaya?" Tanya Misha menatap Refan lekat-lekat.
Refan mengerutkan keningnya.
"Pasti Mas Refan bingung kan?" Tanya Misha.
Misha pun menceritakan siapa dirinya dan awal dia tahu suatu kejadian. Misha pun menceritakan mimpinya waktu bertemu dengan Misha yang asli.
Kevin dan Refan nampak terbengong. Saling pandang merasa ungkapan cerita Misha tak masuk akal.
"Bentar-bentar, jadi kamu ini aslinya Mima itu?" Tanya Kevin yang merasa masih begitu bingung.
Misha mengangguk.
"Wow, ternyata hal begini nyata, bro. Aku baru pertama kali ini menjumpai hal seperti ini."
"Apalagi aku."
'Pantas, awal ketemu denganku dia terlihat bingung dan aneh. Tapi, yang aku herankan, aku bisa langsung dekat dengannya.' Batin Refan.
"Oke, kalau begitu aku akan membantu kalian berdua. Misha, semua bukti yang kamu punya nanti bisa kamu kirim kepadaku."
Misha mengangguk.
Setelah apa yang diperlukan sudah selesai, Kevin pun pamit.
Dan sejak saat itu, Refan dan Misha nampak canggung.
*****
Jam sudah menunjukkan pukul 15.45 WIB. Rian gegas membereskan pekerjaannya. Dia siap-siap menunggu jam pulang.
Karena tidak jadi bertemu dengan CEO, pikiran Rian menjadi kacau. Sehingga pekerjaannya hari ini terasa menumpuk dan melelahkan. Tampilannya saja kini terlihat kusut.
Waktu yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Rian gegas menyambar tas kerjanya dan melangkah pergi untuk pulang.
Singkatnya, Rian sudah sampai di rumah. Dia baru saja memarkirkan mobilnya. Rian pun melangkah masuk ke dalam rumah.
"Astaga, apa rumah ini baru saja kemalingan atau kerampokan? Kenapa terlihat berantakan begini?" Seru Rian merasa terkejut dengan keadaan rumah yang berantakan.
"Mama, Tika."
Rian pun memanggil Dewi dan Tika.
Terlihat Tika menuruni tangga. "Eh, Mas. Udah pulang." Sambut Tika.
"Ini, kenapa rumah berantakan begini? Sampah dimana-mana, piring gelas kotor." Tanya Rian sambil menunjuk kearah yang dimaksud.
"Itu, Mas. Mama tadi ada arisan. Tapi, gak dibersihin. Eh, malah enak-enak tidur di kamar." Jawab Tika.
"Ya kalau mama gak bisa bersihin, kamu kan bisa membantu, Tika. Jangan didiamkan begini. Kalau begini sepet nih mata."
"Aku mana bisa, Mas. Kan kamu tahu sendiri kalau aku gak pernah bersih-bersih, pegang sapu aja gak pernah. Lagian itu kan pekerjaan pembantu, Mas. Makanya Mas Rian cari pembantu dong."
Rian menarik nafasnya berat.
"Kalau nyari pembantu harus bayar jasanya, sayang. Kan sayang kalau buat bayar pembantu. Mending buat jajan kan?" Jawab Rian mengatur emosi.
"Ya tapi, aku gak mau kalau disuruh seperti pembantu, Mas. Mas Rian kan juga tahu kan kalau aku ini sedang hamil, wanita hamil gak boleh capek-capek loh."
Tiba-tiba Dewi datang. "Rian, kamu udah pulang?" Tanya Dewi.
"Iya, Ma, baru aja."
Dewi nampak mangguk-mangguk. Namun, sorot mata Dewi teralihkan oleh pemandangan yang kurang mengenakkan.
"Loh, Tika. Kenapa belum kamu bersihin? Itu masih utuh semuanya?" Tanya Dewi.
Dewi sebelumnya sudah menyuruh Tika untuk membereskan dan membersihkan semua bekas arisan tadi siang tapi, ternyata masih utuh.
"Aku gak mau, Ma. Jijik. Mama aja yang bersihin sendiri." Jawab Tika acuh lalu pergi mengabaikan Dewi dan Rian.
"Rian, lihat itu istrimu, cuma disuruh bersihin aja gak mau. Masak harus Mama sih! Oh ya, Rian. Tadi, Mama ada acara arisan, kamu pasti sudah tahu kan yah? Nah, Mama kan gak bisa masak, kalau gak dijamu juga Mama pasti malulah ya sama teman-teman Mama. Jadi, Mama tadi pesan makanan yang tinggal siap makan gitu. Berhubung Mama kan sudah gak punya uang, nanti kamu yang bayarin! Ini tagihannya."
Rian menerima selembar kertas tagihan.
"Astaga, Ma. 5 juta? Ini kenapa banyak sekali? Mama belanja makanan apa aja?" Tanya Rian terkejut dengan nominal tagihan.
"Ya ellah, itu cuma sedikit, Rian. Teman-teman Mama kan sosialita semua. Malu dong kalau cuma ngasih makan nasi kucing."
Rian mengacak rambutnya frustasi.
"Ya udah, biar nanti Rian yang bayar. Aku mau ke kamar dulu."
Rian pun beranjak pergi meninggalkan Dewi.
'Arghh, hari ini kenapa aku apes banget sih?' Batin Rian kesal.
**
Dewi masih berdiri mematung melihat penampakan ruang tamunya yang berantakan dan kotor.
"Apa harus aku yang bersihin ini semua? Haih, punya mantu kok gak bisa diandelin. Hah, tahu bakal begini, seharusnya kemarin aku minta Rian buat jangan buru-buru mengusir Misha. Kalau begini repot di aku susah di aku sendiri." Gerutu Dewi.
Akhirnya Dewi terpaksa membereskan dan membersihkan semuanya sendiri.
Malam harinya, Dewi yang sudah merasa lapar mengetuk pintu anaknya.
Tok! Tok!
"Rian, Rian. Kita makan malam yuk."
Pintu terbuka, terlihat Tika lah yang membukanya.
"Dimana Rian?" Tanya Dewi.
"Oh, baru selesai mandi, baru ganti baju, Ma."
"Ayo turun, kita makan."
Tika mengangguk dan memanggil Rian lalu mengajaknya untuk turun.
Sedang Dewi sudah duluan meninggalkan mereka berdua.