NovelToon NovelToon
Suami Hyper Anak SMA

Suami Hyper Anak SMA

Status: sedang berlangsung
Genre:Bad Boy / Teen Angst / CEO / Dijodohkan Orang Tua / Nikah Kontrak
Popularitas:4.7k
Nilai: 5
Nama Author: Raey Luma

"DAVINNNN!" Suara lantang Leora memenuhi seisi kamar.
Ia terbangun dengan kepala berat dan tubuh yang terasa aneh.
Selimut tebal melilit rapat di tubuhnya, dan ketika ia sadar… sesuatu sudah berubah. Bajunya tak lagi terpasang. Davin menoleh dari kursi dekat jendela,
"Kenapa. Kaget?"
"Semalem, lo apain gue. Hah?!!"
"Nggak, ngapa-ngapain sih. Cuma, 'masuk sedikit'. Gak papa, 'kan?"
"Dasaaar Cowok Gila!"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Raey Luma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

akses terputus

Davin baru saja keluar dari kamar mandi. Ia tak tahu jika Leora kini dalam bahaya. Sampai akhirnya dia mencari Leora untuk mengajak makan bersama.

"Leora?" tanyanya, sedikit berteriak.

Ia mencari ke beberapa ruangan, tempat yang sering Leora kunjungi. Tapi, nihil. Perempuan itu bahkan tak menjawab satu sautan pun.

"Den... Udah pulang? Maaf Bibi ketiduran" Bi Marni muncul dari arah dapur.

"Iya bi. Enggak papa. Cuman, aku kehilangan Leora" jawab Davin, matanya masih sibuk menelusuri sekitar, barangkali Leora ada namun tak menjawab panggilannya.

"Tapi tadi ada kan, Den?"

"Iya Bi. Kayaknya belum lama ini dia pergi"

Davin menatap sisa cookies di meja.

Nafasnya menurun pelan…

Davin mengambil ponselnya. Ia mencoba menelpon.

Nada dering cuma satu detik, lalu dimatikan sepihak.

Alis Davin mengerut dalam.

Ia coba chat.

Ceklis satu.

Ia coba nomor cadangan yang hanya Leora yang tahu.

Gagal terkirim.

Ia bahkan mencoba telepon lewat pembantunya… dan ternyata sama: diblokir.

Leora memutus semua aksesnya.

Davin menatap layar ponsel cukup lama, rahangnya mengeras.

“…oke, Ra. Lo mau apa lagi kali ini?”

Ia meletakkan ponsel itu, menahan amarahnya agar tak meledak.

Sudah tau Leora tipe keras kepala, tapi ini… sudah keterlaluan.

Mata Davin mengarah ke lantai, mengingat pola, dan kemungkinan.

Rey.

Davin mengusap wajahnya kasar.

“Perfect. Dia pergi buat nemuin Rey…”

Bi Marni menatapnya takut-takut.

“Den… Non Leora gak akan kenapa kan?”

Davin menatap pintu rumah.

“…dia bakal baik baik aja, Bi.”

Ia pun bergegas ke kamarnya, mengganti celana, mengambil jaket dan kunci mobil. Setidaknya hal itu, yang akan menjaganya dari dicurigai oleh Rey dan gengnya.

Begitu ia hendak keluar, ia teringat satu hal:

Dia tidak punya koneksi pada Rey.

Nomornya tidak ada.

Jejak digitalnya hilang.

Anakn itu bukan sembarang orang.

Satu-satunya petunjuk yang ia punya…

Adalah kejadian dua hari lalu.

Saat Davin tanpa sengaja melihat Rey hampir membawa Leora ke cafe—yang ternyata club gelap yang terkenal jadi tempat bermain Rey.

Jadi…

jika Rey memanggil Leora kembali.

Hanya ada satu tempat Rey akan membawa Leora, yakni:

Cafe itu.

Dia tahu satu hal penting:

Tempat itu berbahaya.

Dan Leora datang sendirian.

Dalam keadaan demam.

Davin menendang pintu rumah pelan tapi keras, seperti menahan amarah yang hampir meledak.

“Den, hati-hati!” teriak Bi Marni dari dalam.

Davin tak menjawab.

Ia hanya menatap jalanan depan rumah…

dan gumamannya keluar rendah, penuh ancaman.

“Leora… jangan sampai lo gegabah.”

Davin menginjak pedal gas sedikit lebih dalam setiap kali detak jantungnya memukul rongga dada. Jalanan sore itu padat untuk orang yang sedang terbakar kecemasan.

Begitu sampai di depan café tujuan, Davin langsung turun, menatap bangunan itu dari bawah.

Hening.

Pintu terkunci.

Gembok digantungkan begitu saja.

Davin mengepalkan tangan.

“…sialan lo, Rey."

Ia mencoba mengetuk kaca samping, namun tak ada jawaban. Ia memeriksa sisi belakang, masih kosong. Tidak ada orang satupun.

Semua tanda menunjukkan satu hal jika Rey tidak ada di sini.

Davin bersandar sebentar ke pintu café, berusaha menstabilkan isi kepalanya yang hampir pecah.

Tapi ketenangan itu hanya bertahan beberapa detik.

Ia mengirim pesan ke satu-satunya orang yang mungkin punya informasi, yaitu Raga.

Lo ada kontak temennya Rey

Gue butuh sekarang. Isi pesannya pada Raga.

Butuh waktu menunggu.

Terlalu lama menurut Davin.

Ia mondar-mandir di depan cafe yang tutup itu, jantungnya makin kacau.

Sampai akhirnya ponselnya bunyi.

Notifikasi dari Raga.

Ada Vin. Kenapa?

Sorry kalau gue ngerepotin. Tapi bisa gak lo tanyain di mana posisi dia? Jangan bilang gue yang nanyain. Pura pura aja itu lo. Penting." Davin menjelaskan.

"Oh. Oke bro. Gue bakal coba"

Davin mengusap keringatnya. Waktu terasa berjalan lebih cepat, tapi Raga belum juga menjawab, sampai akhirnya.

Tring.

Pesan forward.

Gue lagi di basecamp bareng Rey. Ini lokasinya (1 file sent): lokasi basecamp.

Davin membuka peta.

Matanya langsung mengecil.

“…deket banget.”

Ia mengangkat wajahnya, menatap ke arah jalan kecil yang tampak gelap di ujung blok.

Jaraknya benar-benar hanya 700 meter dari tempat ia berdiri sekarang.

Davin menelan ludah.

“Lo gila, Ra… lo pergi ke tempat kayak gitu sendirian?”

Ia berlari kembali ke mobil, hampir membanting pintu saat masuk. Mesin langsung hidup sebelum sabuk pengaman terkunci sepenuhnya.

Dalam perjalanan singkat itu, pikirannya berputar keras

Leora sedang marah.

Dan Rey…

Rey tahu betul celah itu.

Yang membuat semua ini jauh lebih buruk adalah Leora bahkan tidak sadar kalau dua hari yang lalu ia sempat dijebak oleh Rey.

Dan itu bukan kebetulan.

Davin memukul setir satu kali, menahan sumpah serapahnya.

“Kalau Rey nyentuh dia… sumpah gue bakal cabik-cabik.”

Mobilnya berhenti tepat di ujung gang ketika ia melihat tanda-tanda di tempat itu.

Beberapa motor custom terparkir berderet.

Suara musik rendah dari speaker kecil.

Beberapa cowok berkumpul sambil merokok.

Itu sudah cukup jadi jawaban:

Davin mematikan mesin.

Ia duduk lima detik untuk mempersiapkan diri, memakai topeng beserta alat pengaman lainnya agak tidak dikenali untuk menghadapi kemungkinan buruk yang akan terjadi.

Saat turun dari mobil.

Langkahnya mantap, namun dibuat santai seolah ia hanya orang lewat yang tak ada urusan.

Begitu masuk ke area basecamp, tatapan langsung mengarah padanya.

Beberapa pria bertubuh besar melirik dari ujung mata, sebagian menggeram kecil, seperti mempertanyakan siapa pendatang baru ini.

Davin menunduk sedikit.

Berjalan melewati mereka.

Namun tentu saja… tidak semudah itu.

Satu tangan besar mendarat di dadanya, menahan langkahnya.

“Woi. Mau ke mana?”

Tanyanya kasar.

Davin mendongak sedikit,

“Santai. Cuma mau ketemu orang.”

“Nama?”

Davin sengaja menjawab dengan suara serak yang ia buat-buat.

“Ketemu temen gue. Cewek.”

Dua pria itu saling pandang. Satu mendengus.

“Cewek siapa?”

Davin melirik ke dalam, menangkap suara yang sangat ia kenal.

“Dia,” jawab Davin pendek.

Pria itu hendak mendorongnya kembali namun Davin lebih cepat.

“Gue cuma mau jemput dia,” ucap Davin pelan… tapi tajam.

Pria satunya hendak maju, tapi suara berat dari dalam membuat mereka berhenti.

“Udah. Biarin dia masuk.”

Itu suara Rey.

Davin menegakkan badan dan melewati mereka, menahan dorongan adrenalin yang hampir membuatnya menghajar semuanya.

Ruangan dalam basecamp gelap, bau rokok pekat, suara musik rendah bergetar di lantai.

Dan di sana ada Leora.

Dengan hoodie kebesaran Rey di bahunya.

Duduk menyudut.

Matanya merah…

Demamnya jelas terlihat.

Davin menghentikan langkah.

Rey berdiri di samping, bersandar ke tembok sambil tersenyum kecil penuh kemenangan.

“Lo siapa?” tanya Rey.

Davin tak menjawab.

Ia menatap Leora.

“Non...”

“Apa—”

Ia refleks berdiri, tapi Rey menahan lengannya.

Davin merasakan sesuatu di dadanya meledak.

“Lepasin dia.”

Suara Davin sangat rendah.

Rey menyeringai.

“Kenapa? Dia yang datang ke gue duluan.”

“Gue gak akan ulang dua kali. Lepasin dia.”

Ketegangan memenuhi ruangan.

Anak buah Rey refleks siap mengepung, tapi sebelum mereka bergerak, Rey menaikkan tangan, menahan mereka.

“Kalian keluar.”

“Bos—”

“KELUAR.”

Ruangan langsung kosong, menyisakan tiga orang.

Rey, Davin, dan Leora.

Rey melepaskan genggamannya perlahan, tapi ia masih berdiri dekat, seolah menantang.

Leora menunduk, merasa bersalah… tapi juga kesal, karena ia masih terbakar amarah pada Davin.

“Ayo pulang,” kata Davin sambil meraih pergelangan tangan Leora.

“G… gak mau…” balas Leora ketus, menarik tangannya pelan. “Aku datang ke sini karena aku mau. Kamu jangan sok—”

Davin mendekat, suaranya lirih namun mengguncang.

“Kamu sakit. Dan dia—”

Tatapannya menusuk Rey.

“—bukan tempat aman.”

“Dia balik sendiri ke gue. Lo pikir kenapa?” sambung Rey percaya diri.

Leora mengepal tangan, ingin membantah, namun kepalanya pusing.

Davin menggenggam tangan Leora lebih kuat dan menatap Rey lurus-lurus.

“Gue harus bawa dia pulang.”

Rey mendekat, menantang.

“Kalau gue gak izinin?”

Davin tersenyum dibalik maskernya.

Dingin.

“Lo bisa coba halangi gue.”

Tatapannya turun ke lengan Leora yang tadi sempat diremas Rey.

“Tapi lo gak akan siap sama akibatnya.”

Hening.

Rey mengayunkan kepalanya ke samping, kesal.

“Bawa dia pergi kalo dia mau.”

Davin tidak menoleh.

Ia menarik Leora keluar.

Begitu sampai luar, dua pria besar dari tadi langsung siap menahan tapi Davin bergerak sangat cepat.

Ia meraih pundak salah satu, memutarnya ke samping.

Yang satu lagi hendak menarik hoodie Davin, tapi Davin menghindar dan mendorongnya ke dinding.

Leora tertegun melihatnya.

“Masuk mobil,” pinta Davin cepat.

Leora menurut… meski wajahnya masih manyun.

Beberapa orang mengejar saat mobil Davin mundur cepat, namun ia memutar kemudi dengan sangat mulus, melesat keluar gang kecil itu.

“Tahan, Ra.”

Davin mencondongkan diri sedikit, menahan tubuh Leora yang oleng saat mobil berbelok cepat.

Pengejar muncul.

Motor-motor besar menghampiri dari belakang.

Davin menekan pedal gas dalam.

Mobil melesat.

Ia berbelok di tikungan sempit tanpa menginjak rem, membuat dua motor hampir menabrak tembok dan berhenti mengejar.

Davin akhirnya keluar ke jalan besar, melajukan mobil dengan kecepatan stabil.

Setelah benar-benar aman, Davin menghembuskan napas keras dan melepas topengnya.

Wajahnya terlihat… marah, cemas, sekaligus lega.

“Lo…” Davin menatap Leora, suara tertahan.

“Lo mau mati, hah?”

Leora menoleh, tersinggung.

“Lo jangan ngomong gitu!”

“Lo demam 38 derajat, Ra!” Davin membalas.

“Lo blokir semua akses gue, pergi sendirian, ke tempat kayak gitu, ke orang kayak dia—”

Leora membuang wajah.

“…tapi itu urusan gue.”

“Urusan lo? Ra, lo tau gak kalau tadi gue telat lima menit aja, dia bisa—”

“BERHENTI!”

Leora menatap Davin sengit.

“Lo gak usah sok jadi pahlawan. Gue datang ke Rey karena gue mau. Karena gue butuh jawaban. Dan lo gak akan peduli!”

Davin memejamkan mata sebentar.

Sakit. Marah. Khawatir.

“Gue peduli. Bahkan lebih peduli dari cowok lo itu.”

1
Shifa Burhan
author tolong jawaban donk dengan jujur

*kenapa di novel2 pernikahan paksa dan sang suami masih punya pacar, maka kalian tegas anggap itu selingkuh, dan pacar suami kalian anggap wanita murahana, dan suami kalian anggap melakukan kesalahan paling fatal karena tidak menghargai pernikahan dan tidak menghargai istrinya, kalian akan buat suami dapat karma, menyesal, dan mengemis maaf, istri kalian buat tegas pergi dan tidak mudah memaafkan, dan satu lagi kalian pasti hadirkan lelaki lain yang jadi pahlawan bagi sang istri

*tapi sangat berbanding terbalik dengan novel2 pernikahan paksa tapi sang istri yang masih punya pacar, kalian bukan anggap itu selingkuh, pacar istri kalian anggap korban yang harus diperlakukan sangat2 lembut, kalian membenarkan kelakuan istri dan anggap itu bukan kesalahan serius, nanti semudah itu dimaafkan dan sang suami kalian buat kayak budak cinta dan kayak boneka yang Terima saja diperlakukan kayak gitu oleh istrinya, dan dia akan nerima begitu saja dan mudah sekali memaafkan, dan kalian tidak akan berani hadirkan wanita lain yang baik dan bak pahlawan bagi suami kalau pun kalian hadirkan tetap saja kalian perlakuan kayak pelakor dan wanita murahan, dan yang paling parah di novel2 kayak gini ada yang malah memutar balik fakta jadi suami yang salah karena tidak sabar dan tidak bisa mengerti perasaan istri yang masih mencintai pria lain

tolong Thor tanggapan dan jawaban?
Raey Luma: Sementara contoh yang kakak sebutkan mungkin lebih menonjolkan karakter pria yang arogan, sehingga apa pun yang dia lakukan selalu tampak salah di mata pembaca. Apalagi di banyak novel, perempuan yang dinikahkan secara paksa biasanya digambarkan berasal dari tekanan ekonomi atau tanggung jawab keluarga, sehingga karakternya cenderung lebih lemah dan rapuh. Dan itu yang akhirnya membuat tokoh pria terlihat seperti pihak yang “dibenci”.


Beda dengan alur ceritaku di sini, di mana pernikahan mereka justru terjadi karena hal konyol dua orang ayah yang sama-sama sudah kaya sejak lama, jadi dinamika emosinya memang terasa berbeda.

Kurang lebih seperti itu sudut pandangku. Mohon maaf kalau masih ada bagian yang kurang, dan terima kasih sudah berbagi opini 🤍
total 2 replies
Felina Qwix
kalo aja tau Rey si Davin suaminya Leora haduh🤣🤣🤣
Raey Luma: beuuh apa ga meledak tuh sekolah🤣
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!