Reinkarnasi Pendekar Dewa

Proses membuka dantian biasanya memerlukan waktu paling sedikit delapan jam. Itu pun jika dilakukan dengan bantuan seorang guru atau senior beladiri. Namun, aturan itu tentu tidak berlaku bagi Boqin Changing. Baginya, ini adalah proses kedua yang pernah dijalaninya dan kali ini, ia melakukannya hanya dalam waktu kurang dari satu jam.

Di ruangan sederhana yang diterangi cahaya samar, seorang anak berusia enam tahun duduk bersila dengan tubuh basah oleh keringat. Napasnya teratur namun berat. Dari tubuh mungil itu memancarkan tenaga dalam yang baru saja lahir.

“Ah... akhirnya selesai juga. Kukira akan lebih lama,” gumamnya pelan, tersenyum tipis sembari menyeka dahinya. Kini ia telah menembus ranah pendekar pertama.

Di kehidupan sebelumnya, ia mencapai tahap ini saat berusia sembilan tahun dan itu pun setelah melalui pelatihan keras bersama gurunya. Tapi sekarang, ia mencapainya sendirian. Tanpa bimbingan, tanpa suara tepuk tangan. Hanya dirinya dan ingatan dari masa lalunya .

Boqin Changing segera memeriksa dantiannya, berharap menemukan sebuah keajaiban bahwa Bola Pemanggil masih ada di dantiannya.  Namun, harapan itu segera sirna. Wajahnya memucat, lalu ia tertunduk lemas.

“Bola itu... benar-benar tidak ada,” gumamnya lirih. “Berarti saat ini aku harus mengandalkan kekuatanku sendiri untuk berkembang.”

Ia menarik napas dalam-dalam, lalu kembali bermeditasi. Meskipun kecewa, ia tahu bahwa setelah membuka dantian, langkah berikutnya adalah menstabilkan energi dan menyatu dengan kekuatan barunya. Ia harus menerima kenyataan bahwa jalannya kali ini tidak semudah yang ia kira.

Namun, Boqin Changing bukanlah anak biasa. Ia segera menyusun kemungkinan.

“Jika bola itu tidak berada di tubuhku sekarang berarti satu-satunya kemungkinan adalah bola itu masih berada di tempat aslinya.”

Tempat itu adalah Hutan Santinel. Di kehidupan sebelumnya, ia menemukan bola pemanggil di dalam sebuah gua tua di hutan itu, setelah ia terluka dan melarikan diri dari sergapan pendekar aliran hitam. Kini, ia tahu gua itu benar-benar ada dan bola itu kemungkinan masih belum ditemukan siapa pun.

Tapi untuk memasuki Hutan Santinel, ia tahu syaratnya. Di bawah ranah kultivasi pendekar raja, masuk ke sana sama saja dengan bunuh diri.

“Aku akan kembali ke sana. Tapi tidak sekarang. Aku harus menjadi lebih kuat... jauh lebih kuat.”

...****...

Pagi berikutnya, setelah kedua orang tuanya berangkat ke ladang, Boqin Changing meninggalkan rumah. Ia membawa sebuah karung di tangannya saat ini. Tujuannya adalah hutan kecil di sebelah barat desa. Bukan Hutan Santinel, melainkan tempat yang lebih aman untuk level kekuatannya saat ini.

Dengan ilmu meringankan tubuh yang sederhana, ia berlari menyusuri jalan setapak. Langit cerah, angin sejuk berhembus, dan suara burung-burung hutan mengiringi langkahnya. Tapi dalam dadanya, ada semangat yang membara.

“Jika ingin menjadi kuat tanpa uang, maka aku harus menggantungkan diri pada alam.”

Itu sebabnya ia menunggu hingga menembus ranah pendekar pertama. Sebab meski hutan ini belum seberbahaya Hutan Santinel, tetap saja ia bisa saja bertemu dengan binatang buas. Bahkan beberapa hutan lainnya kadang dihuni oleh siluman liar yang berkeliaran.

Sekitar satu jam kemudian, ia sampai di tepian hutan. Di balik pepohonan lebat itu, udara terasa lebih lembap dan gelap. Bau tanah basah dan suara dedaunan menari dihembus angin menyambut kedatangannya.

Boqin Changing tidak gegabah masuk ke dalam. Ia hanya menyusuri bagian luar, berjalan hati-hati sambil mengamati sekelilingnya. Dua jam berlalu tanpa hasil. Tidak ada tanaman herbal berharga, tidak ada batu energi, bahkan tidak ada jejak binatang kecil.

Sampai akhirnya... matanya menangkap sesuatu. Sesuatu yang membuat dadanya berdegup kencang.

“Rumput naga!” serunya dengan mata berbinar.

Di depan sana, tumbuh sebatang tanaman aneh. Bentuknya meliuk seperti naga kecil, dengan ujung daun seperti tanduk dan warna hijau bercampur merah muda. Ia mengenali rumput itu dengan sangat baik.

Di kehidupan pertamanya, pada masa ini, rumput ini dianggap sebagai gulma liar yang tak berguna. Dua puluh tahun kemudian seorang tabib tua melakukan penelitian mendalam, diketahui bahwa rumput ini memiliki kemampuan meningkatkan kualitas tulang dan mempercepat pembentukan tenaga dalam.

Saat kabar itu tersebar, harga rumput naga melonjak berkali-kali lipat. Tapi sayangnya, rumput ini tidak bisa dibudidayakan, hanya bisa tumbuh liar di hutan. Tak heran banyak pendekar kemudian saling berebut hanya demi sehelai rumput naga.

Boqin Changing tersenyum lebar. Di hadapannya, terbentang hamparan kecil penuh rumput naga. Tidak hanya satu, melainkan ratusan.

“Sepertinya... jalanku untuk menjadi kuat akan sedikit lebih mudah.”

Dengan hati-hati, ia mulai memetik satu per satu, menyimpannya ke dalam kantong kulit miliknya. Pikirannya terus berputar, apa saja yang akan ia lakukan pada rumput ini, berapa banyak yang bisa ia konsumsi sekarang, dan berapa yang sebaiknya disimpan untuk nanti.

Ia tahu ini baru awal. Tapi setiap langkah kecil hari ini, akan membentuk jalan besar di masa depan. Kali ini Boqin Changing  tidak akan menyia-nyiakannya.