NovelToon NovelToon
MEMPERBAIKI WALAU SUDAH TERLAMBAT

MEMPERBAIKI WALAU SUDAH TERLAMBAT

Status: sedang berlangsung
Genre:Bapak rumah tangga / Selingkuh / Percintaan Konglomerat / Crazy Rich/Konglomerat / Aliansi Pernikahan / Mengubah Takdir
Popularitas:683
Nilai: 5
Nama Author: frj_nyt

Ongoing

Feng Niu dan Ji Chen menikah dalam pernikahan tanpa cinta. Di balik kemewahan dan senyum palsu, mereka menghadapi konflik, pengkhianatan, dan luka yang tak terucapkan. Kehadiran anak mereka, Xiao Fan, semakin memperumit hubungan yang penuh ketegangan.

Saat Feng Niu tergoda oleh pria lain dan Ji Chen diam-diam menanggung sakit hatinya, dunia mereka mulai runtuh oleh perselingkuhan, kebohongan, dan skandal yang mengancam reputasi keluarga. Namun waktu memberi kesempatan kedua: sebuah kesadaran, perubahan, dan perlahan muncul cinta yang hangat di antara mereka.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon frj_nyt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

12

Tangisan Xiao Fan terdengar lagi saat fajar belum sepenuhnya pecah. Bukan tangisan keras. Lebih seperti rengekan kecil yang putus-putus, seolah bayi itu sendiri masih ragu apakah ia pantas meminta sesuatu atau tidak.

Ji Chen langsung terbangun. Tubuhnya terasa berat, seperti belum benar-benar tidur. Lehernya kaku karena semalaman tidur setengah duduk di sofa kecil rumah sakit. Tapi begitu ia mendengar suara itu, refleksnya bekerja lebih cepat dari rasa lelah.

Ia bangkit, berjalan mendekat ke ranjang bayi kecil di sudut kamar. “Shh… Papa di sini,” bisiknya. Xiao Fan menggerakkan kepalanya, mulut kecilnya membuka dan menutup, refleks mencari. Tangannya mengepal, wajahnya sedikit memerah.

Ji Chen menelan ludah. Ia tahu itu tanda apa. Lapar. Ia menoleh ke arah ranjang Feng Niu. Istrinya sudah bangun. Ia bersandar di kepala ranjang, rambutnya sedikit berantakan, wajahnya pucat tapi riasan tipis sudah menempel seperti perisai.

Mata mereka bertemu. Untuk sesaat, Ji Chen ragu. Ia sudah tahu jawabannya. Tapi ia tetap bertanya. “Xiao Fan lapar,” katanya pelan. “Mau… menyusui sebentar?” Nada suaranya hati-hati. Tidak menuntut. Tidak memaksa.

Feng Niu mengerutkan kening, refleks menurunkan selimut sedikit, seperti melindungi tubuhnya sendiri. “Tidak,” jawabnya cepat. Terlalu cepat. Ji Chen terdiam. “Kenapa?” tanyanya, lebih sebagai formalitas daripada harapan.

Feng Niu menghela napas kesal. “Aku capek. Badanku masih sakit. Lagi pula… pakai susu formula saja. Sama saja.” Ji Chen menatapnya. “Sama saja,” ia mengulang pelan, seolah mencicipi kata itu.

“Ya,” Feng Niu menegaskan. “Tidak perlu dibesar-besarkan.” Xiao Fan mulai menangis lebih keras, seolah tidak setuju dengan keputusan itu. Tangisan itu memenuhi kamar. Ji Chen tidak berkata apa-apa lagi. Ia menggendong Xiao Fan, menepuk-nepuk punggungnya perlahan.

“Baik,” katanya akhirnya. “Aku buatkan susu.” Ia berbalik menuju meja kecil tempat botol dan termos air hangat berada. Di belakangnya, Feng Niu memejamkan mata. Ada rasa lega. Dan sesuatu yang lain yang ia tolak untuk diberi nama.

Saat Ji Chen menuangkan susu formula, pintu kamar diketuk. “Masuk,” katanya. Seorang perawat senior masuk, membawa clipboard. Matanya langsung tertuju pada Xiao Fan yang menangis di pelukan Ji Chen. “Oh, lapar ya?” katanya ramah. Lalu ia menoleh ke arah Feng Niu. “Bu Feng, mau saya bantu posisikan untuk menyusui?” Feng Niu membuka mata. Tatapannya dingin.

“Saya tidak menyusui,” jawabnya singkat. Perawat itu terdiam sejenak. Wajahnya tetap profesional, tapi jeda itu terasa jelas. “Oh… begitu,” katanya akhirnya. “Kalau begitu, pastikan jadwal susunya teratur ya, Pak Fu.” Ji Chen mengangguk.

Perawat itu mencatat sesuatu di clipboard, lalu menambahkan dengan nada lembut tapi tegas, “ASI memang sangat dianjurkan, terutama untuk bonding awal. Tapi tentu… keputusan ibu.” Kata ibu itu menggantung di udara. Feng Niu memalingkan wajah ke jendela. Ji Chen tidak membela. Tidak juga menegur. Ia hanya fokus memasang dot ke botol.

Xiao Fan akhirnya tenang setelah minum susu. Matanya terpejam perlahan, mulutnya masih bergerak-gerak kecil, refleks mengisap meski botol sudah kosong. Ji Chen menatap wajah itu lama. Ia tidak tahu kenapa dadanya terasa nyeri. Mungkin karena ia tahu, ini bukan sekali. Ini akan jadi kebiasaan.

Madam Fu datang menjelang siang. Ia masuk dengan langkah tenang, matanya langsung menilai suasana. Tatapannya jatuh pada botol susu kosong di meja. “Tidak menyusui?” tanyanya, datar. Ji Chen menggeleng. “Feng Niu… memilih formula.” Madam Fu menoleh ke arah menantunya. Feng Niu tidak menatap balik. “Pilihanmu?” tanya Madam Fu.

“Iya,” jawab Feng Niu. Nada suaranya defensif. “Aku tidak mau tubuhku rusak. Lagi pula, banyak anak besar dengan susu formula.” Madam Fu mengangguk pelan. “Ada banyak anak besar,” katanya. “Dan ada banyak anak yang tumbuh dengan rasa kurang.”

Kalimat itu tidak keras. Tidak juga tajam. Justru itu yang membuatnya menusuk. Feng Niu mendengus pelan. “Ibu selalu melebih-lebihkan.”nMadam Fu tidak menjawab. Ia berjalan mendekat ke Ji Chen, menatap cucunya yang tertidur.n“Kau jaga dia baik-baik,” katanya pada Ji Chen. “Jangan biarkan apa pun kurang."bJi Chen mengangguk.

Malam itu, mereka akhirnya pulang ke rumah. Rumah baru yang Ji Chen beli luas, modern, terlalu sunyi. Xiao Fan kembali menangis begitu diletakkan di boks bayi. Feng Niu langsung menjauh, duduk di sofa sambil memainkan ponsel. Ji Chen mengangkat bayi itu lagi. Ia mencoba mengingat instruksi perawat. Suhu air. Takaran susu. Waktu minum. Tangannya bergerak otomatis.nDi sofa, Feng Niu melirik sekilas.

“Jangan terlalu sering digendong,” katanya. “Nanti manja.” Ji Chen berhenti sebentar. “Dia bayi,” jawabnya pelan. Feng Niu mengangkat bahu. “Aku cuma bilang.” Ji Chen kembali bergerak.

Malam semakin larut. Xiao Fan tertidur di pelukan Ji Chen, napas kecilnya hangat di dada. Ji Chen duduk di sofa, tidak berani memindahkan bayi itu ke boks. Ia takut. Takut ia akan bangun dan menangis lagi. Takut… tidak ada yang membantu.

Ia menoleh ke arah Feng Niu. Istrinya sudah masuk kamar, pintu tertutup. Ji Chen menunduk, menempelkan dagunya ke kepala kecil Xiao Fan. “Tidak apa-apa,” bisiknya. “Papa ada.” Kata-kata itu bukan sekadar penghiburan. Itu sumpah diam-diam.

Dan malam itu, di rumah besar yang seharusnya penuh kebahagiaan, Ji Chen kembali menyadari satu hal pahit: Ia bukan hanya suami yang diabaikan. Ia adalah ayah yang harus mengambil peran ganda karena ibu anaknya memilih menjauh, bahkan sejak detik pertama kehidupan Xiao Fan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!