(MUSIM KE 3 PERJALANAN MENJADI DEWA TERKUAT)
Setelah pengorbanan terakhir Tian Feng untuk menyelamatkan keluarganya dari kehancuran Alam Dewa, Seluruh sekutunya terlempar ke Alam Semesta Xuanlong sebuah dunia asing dengan hukum alam yang lebih kejam dan sistem kekuatan berbasis "Energi Bintang".
Akibat perjalanan lintas dimensi yang paksa, ingatan dan kultivasi mereka tersegel. Mereka jatuh terpisah ke berbagai planet, kembali menjadi manusia fana yang harus berjuang dari nol.
Ye Chen, yang kini menjadi pemuda tanpa ingatan namun memiliki insting pelindung yang kuat, terdampar di Benua Debu Bintang bersama Long Yin. Hanya berbekal pedang berkarat (Pedang Naga Langit) dan sebuah cincin kusam, Ye Chen harus melindungi Long Yin dari sekte-sekte lokal yang menindas, sementara kekuatan naga di dalam diri Long Yin perlahan mulai bangkit kembali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sang_Imajinasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 33
Gudang Senjata Gagal, Reruntuhan Bintang Kuno.
Debu logam perlahan mengendap. Ketegangan di ruangan itu begitu padat hingga terasa bisa diiris dengan pisau.
Di satu sisi, Ye Chen berdiri santai dengan pedang hitam besar yang ujungnya menancap di lantai. Di sampingnya, Long Yin bersiaga dengan aura dingin yang mengelilingi tubuhnya.
Di sisi lain, Wang Teng dan Tetua Jubah Darah tampak menyedihkan. Pakaian mereka hangus, rambut mereka gosong, dan napas mereka memburu. Pelarian dari Ular Sanca Api telah menguras separuh energi mereka.
Namun, saat melihat Ye Chen, rasa lelah itu digantikan oleh amarah.
"Kau masih bisa tersenyum?" desis Wang Teng, matanya merah. "Kau menjebak kami dengan ular itu! Kau membunuh murid-muridku!"
"Aku hanya membuang sampah pada tempatnya," jawab Ye Chen tenang. "Dan sepertinya, sampah itu kembali lagi."
"MATI KAU!" Wang Teng tidak tahan lagi.
Aura Ranah Pengumpul Bintang Tahap 4 meledak dari tubuhnya. Meskipun lelah, fondasi kultivasinya masih jauh di atas Ye Chen (yang baru Tahap 1).
Wang Teng mengeluarkan pedang cadangannya sebuah pedang biru berkilau Tingkat Roh Kelas Menengah.
"Teknik Pedang Bintang: Tusukan Meteor!"
Wang Teng melesat. Tubuhnya diselimuti cahaya biru, dan ujung pedangnya memancarkan sinar tajam yang menyilaukan, mengincar tenggorokan Ye Chen.
Cepat. Sangat cepat.
Tapi di mata Ye Chen, gerakan itu penuh celah.
Ye Chen tidak menggunakan teknik langkah. Ia hanya memutar pergelangan tangannya.
Ia mengangkat Pedang Naga Langit yang kini seberat 2.000 kilogram dengan satu tangan, seolah itu hanyalah ranting kayu.
Ia tidak menangkis. Ia mengayunkan nya untuk menyambut tusukan itu.
"Pergi."
CLAAAANG!
Bentrokan terjadi.
Biasanya, pedang cepat bisa membelokkan pedang berat. Tapi hukum fisika tidak berlaku saat perbedaan beratnya terlalu ekstrem.
Pedang biru Wang Teng langsung bengkok 90 derajat saat dihantam sisi datar pedang Ye Chen. Getaran hantaman itu merambat ke lengan Wang Teng.
"ARGH!" Wang Teng menjerit. Pedangnya terlepas dari genggaman.
Namun pedang Ye Chen terus melaju. Bilah hitam yang lebar itu menghantam dada Wang Teng.
Wang Teng tidak panik. Ia segera mengaktifkan Armor Bintang-nya. Lapisan cahaya biru tebal menyelimuti tubuhnya.
"Armor Bintang Tahap 4 tidak bisa ditembus oleh Tahap 1!" pikir Wang Teng percaya diri.
Namun...
Saat bilah Pedang Naga Langit menyentuh armor cahaya itu, corak perak di tepi pedang Ye Chen menyala.
KRAK!
Suara yang paling ditakuti oleh kultivator terdengar. Armor Bintang Wang Teng tidak retak; ia ditembus begitu saja seperti kertas basah.
Bilah pedang Ye Chen menghantam tulang rusuk Wang Teng tanpa hambatan.
BUGH!
"UHUK!"
Wang Teng memuntahkan darah segar bercampur pecahan organ dalam. Tubuhnya terlipat dan terlempar ke belakang seperti layang-layang putus, menabrak tumpukan senjata rongsokan hingga terkubur.
"Tuan Muda Wang!" Tetua Jubah Darah terbelalak.
Ia melihat dada Wang Teng yang penyok dalam. "Mustahil... Armor Bintangnya tidak berfungsi?!"
Ye Chen menarik kembali pedangnya, meletakkannya di bahu.
"Armor Bintangmu..." Ye Chen menatap Wang Teng yang menggeliat kesakitan di tumpukan sampah. "...terlalu tipis."
Tetua Jubah Darah mundur selangkah. Insting Ranah Inti Bintang-nya (meski terluka) berteriak bahaya. Bocah ini aneh. Pedang itu aneh.
"Giliranmu, Tetua," kata Ye Chen, mengalihkan tatapan merah delimanya pada si pria tua.
Tetua Jubah Darah menggertakkan gigi. "Jangan sombong, Bocah! Wang Teng itu bodoh karena meremehkanmu. Tapi aku... aku akan menggunakan kekuatan penuh!"
Tetua itu menggigit lidahnya, menyemburkan darah ke tangannya sendiri.
"Seni Terlarang: Tombak Darah Iblis!"
Darah itu memadat menjadi tombak merah sepanjang dua meter yang berputar kencang, memancarkan bau amis yang melumpuhkan saraf.
"Mati!"
Tetua itu melempar tombak darah itu. Kecepatannya memecahkan barier suara. BOOM!
Ye Chen menyipitkan mata. Serangan ini berbahaya. Jika terkena, tubuhnya akan meledak.
"Yin'er! Bekukan lintasannya!"
Long Yin di belakang Ye Chen bereaksi instan. Mata birunya bersinar.
"Jalan Beku!"
Udara di depan tombak darah itu membeku seketika, menciptakan hambatan es yang tebal.
Tombak itu menembus es (PRAANG!), tapi kecepatannya berkurang 30%.
Itu sudah cukup bagi Ye Chen.
Ye Chen memegang pedang dengan dua tangan. Otot punggungnya mengembang, merobek jubahnya.
"Sembilan Hantaman: Runtuhnya Langit!"
Ia melompat menyambut tombak itu, mengayunkan pedang hitamnya dari atas ke bawah.
Ujung pedang bertemu ujung tombak darah.
SZZZTTT!
Atribut Devour (Menelan) aktif.
Tombak darah itu tidak meledak. Tombak itu disedot. Energi merahnya ditarik masuk ke dalam pedang Ye Chen seperti air masuk ke lubang pembuangan.
"APA?!" Tetua Jubah Darah menjerit horor. "Teknikku... dimakan?!"
Pedang Ye Chen membelah sisa tombak darah yang melemah, terus melaju ke arah kepala Tetua itu.
Tetua Jubah Darah panik. Ia tidak bisa menghindar. Ia mengangkat kedua tangannya untuk menahan bilah pedang itu dengan tangan kosong yang dilapisi Qi Inti Bintang.
DHUAAARR!
Pedang Ye Chen menghantam lengan Tetua itu.
Lantai gudang senjata retak dan ambles sedalam satu meter.
"GGGRRRHHH!" Tetua itu menahan beban 2 ton + Kekuatan Fisik Ye Chen. Lututnya gemetar, tulang lengannya retak. Darah mengalir dari hidung dan telinganya karena tekanan.
"Kau... monster apa kau..." desis Tetua itu, menatap mata merah Ye Chen yang hanya berjarak beberapa inci dari wajahnya.
"Aku adalah mimpi burukmu," bisik Ye Chen.
Ye Chen menambah tekanan.
KRAK!
Lengan kiri Tetua itu patah. Pedang miring ke kiri, mengiris bahunya dalam-dalam.
"AAAAARGH!"
Sadar bahwa ia akan mati jika terus begini, Tetua Jubah Darah membuat keputusan gila.
"Persetan! Jika aku tidak bisa mendapatkan pedang itu, tidak ada yang boleh!"
Tubuh Tetua itu membengkak merah.
"Ledakan Darah!"
Ia meledakkan lengan kirinya sendiri yang sudah patah.
BOOOM!
Ledakan energi darah jarak dekat itu melemparkan Ye Chen mundur lima langkah. Tetua itu sendiri terpental ke belakang, kehilangan satu lengan, wajahnya pucat pasi seperti mayat.
Tanpa membuang waktu, Tetua itu menyambar kerah Wang Teng yang pingsan di tumpukan sampah dengan tangan kanannya yang tersisa.
"Lari!"
Tetua itu menendang dinding di belakang Wang Teng—dinding yang rapuh karena usia.
BRUK!
Dinding itu runtuh, mengungkapkan sebuah lorong besar yang mengarah ke bawah, ke pusat reruntuhan.
Tetua Jubah Darah melompat masuk membawa Wang Teng, menghilang ke dalam kegelapan.
"Sial!" Ye Chen mengibaskan debu dari bajunya. Ia ingin mengejar, tapi ledakan tadi membuat napasnya sedikit kacau.
"Kakak, kau terluka?" Long Yin berlari mendekat.
"Hanya lecet," Ye Chen menyeka darah di pipinya (darah si Tetua).
Ia menatap lubang tempat musuhnya lari.
"Mereka lari ke bawah. Ke Aula Singgasana," kata Ye Chen, merasakan getaran Pecahan Kunci di sakunya.
Ye Chen menoleh ke arah Long Yin, senyum buas tersungging di bibirnya.
"Bagus. Biarkan mereka yang membuka jalan dan memicu semua jebakan di depan."
Ye Chen mengangkat pedang hitamnya yang kini memiliki sedikit corak merah baru (hasil memakan tombak darah dan lengan Tetua).
"Ayo, Yin'er. Pecahan kunci ketiga menunggu. Dan kali ini... tidak akan ada yang lolos."