"Apa gunanya uang 100 Miliar jika tidak bisa membeli kebahagiaan? Oh, tunggu... ternyata bisa."
Rian hanyalah pemuda yatim piatu yang kenyang makan nasi garam kehidupan. Dihina, dipecat, dan ditipu sudah jadi makanan sehari-hari. Hingga suatu malam, sebuah suara asing muncul di kepalanya.
[Sistem Kapitalis Bahagia Diaktifkan]
[Saldo Awal: Rp 100.000.000.000]
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sukma Firmansyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 12: SPG Terbuang dan Laptop Spek Dewa
Mall Grand Indonesia, Jakarta Pusat.
Rian berjalan santai melewati deretan toko barang branded. Penampilannya masih sama: Kaos oblong, celana jeans pudar, dan sandal. Bedanya, sekarang di saku celananya ada kartu debit Black Card (Prioritas) yang baru saja ia urus di bank pagi tadi.
Tujuannya satu: Toko Elektronik Premium.
Ia butuh "Senjata Perang". Laptop spek tinggi untuk mengakses database sistem dengan nyaman, dan HP baru yang baterainya tidak drop setiap 2 jam.
Rian masuk ke sebuah gerai gadget terbesar di mall itu. Suasana ramai. Banyak SPG (Sales Promotion Girl) berseragam ketat yang berdiri di depan etalase, menebar senyum manis pada pengunjung yang terlihat kaya.
Saat Rian masuk, beberapa SPG meliriknya.
"Liat tuh, sandalnya jepit," bisik satu SPG ke temannya.
"Halah, paling cuma numpang ngadem atau nanya-nanya doang. Nggak usah diladenin. Mending urus Bapak yang pake batik itu."
Rian diabaikan. Ia berjalan sendirian melihat-lihat deretan laptop gaming dan workstation seharga motor.
"Permisi, Mas. Ada yang bisa dibantu?"
Sebuah suara lembut namun tegas menyapanya.
Rian menoleh. Di depannya berdiri seorang wanita muda berkacamata dengan rambut diikat kuda. Seragamnya sama dengan SPG lain, tapi ia memakai blazer tambahan yang membuatnya terlihat lebih sopan dan tertutup. Wajahnya cantik, tapi ada guratan lelah yang mendalam di bawah matanya.
Nametag-nya tertulis: Maya.
"Saya lagi cari laptop," jawab Rian singkat. "Buat kerja berat. Multitasking, render 3D, sama enkripsi data."
"Kalau untuk kebutuhan itu, saya sarankan seri Workstation X-Pro yang di ujung sana, Mas," jawab Maya lancar tanpa melihat penampilan Rian. "Prosesornya sudah i9 generasi terbaru, RAM 64GB, dan layarnya akurasi warna 100%. Kebetulan ada diskon pameran."
Rian tertarik. Bukan pada laptopnya, tapi pada cara wanita ini menjelaskan. Tidak genit, tidak merayu, tapi sangat teknis dan to the point.
Rian mengaktifkan Mata Dewa.
[Target: Maya Andriani (26 th)]
[Keahlian: Manajemen Bisnis (A), Administrasi (S), Akuntansi (A)]
[Status Mental: Tertekan, Trauma Profesional]
[Riwayat Singkat: Mantan Sekretaris Eksekutif PT. Megah Karya. Dipecat karena menolak manipulasi pajak. Blacklisted oleh Asosiasi HRD.]
[Kondisi Keuangan: Kritis (Menanggung biaya sekolah adik & sewa rusun).]
Rian tertegun. Jackpot lagi.
Dunia ini membuang berlian ke tong sampah, dan Rian ada di sini untuk memungutnya.
"Mbak Maya," potong Rian saat Maya sedang menjelaskan spesifikasi kartu grafis. "Kamu ngerti soal pembukuan perusahaan?"
Maya berhenti bicara. Keningnya berkerut bingung. "Maksudnya, Mas? Saya ngerti sedikit akuntansi dasar, tapi tugas saya di sini jualan laptop."
"Laptop ini harganya 50 juta kan?" Rian menunjuk laptop yang dipajang.
"Iya, Mas. 49.999.000 tepatnya."
"Saya ambil dua unit. Tambah iPhone pro max terbaru dua unit. Tambah iPad pro satu unit. Bayar tunai sekarang."
Mata Maya membelalak. Bukan cuma dia, SPG lain yang tadi nyinyir di pojokan kini menoleh kaget. Transaksi total hampir 150 juta dalam satu kalimat?!
"M-Mas serius?" suara Maya sedikit bergetar.
"Serius. Tapi ada syaratnya," Rian menatap mata Maya tajam. "Habis transaksi ini selesai, kamu resign dari toko ini. Ikut saya."
Wajah Maya langsung berubah dingin. Trauma masa lalunya bangkit. Ia mundur selangkah, tangannya menyilang di dada.
"Maaf, Mas," suaranya berubah ketus. "Saya SPG, bukan wanita panggilan. Kalau Mas cari yang 'bisa dibawa', silakan cari di tempat lain. Saya jualan gadget, bukan jualan harga diri."
Rian justru tersenyum lebar. Bagus. Dia punya prinsip.
"Kamu salah paham," kata Rian santai. "Saya baru buka perusahaan. Omzet harian saya di atas 50 juta, tapi pembukuan saya berantakan karena nggak ada yang ngurus. Saya butuh Sekretaris yang ngerti hukum, pajak, dan nggak bisa disogok."
Rian mengeluarkan kartu namanya yang baru dicetak (hanya tertulis Nama dan Nomor HP).
"Gaji awal 15 juta. Tunjangan transport dan kesehatan lengkap. Tugas kamu cuma satu: Rapikan duit saya biar legal dan bikin PT atas nama saya."
Maya menatap kartu nama itu, lalu menatap wajah Rian. Mata Dewa Rian melihat gejolak batin di sana. Antara butuh uang untuk adiknya, dan ketakutan akan dibohongi lagi.
"Kenapa saya?" tanya Maya lirih. "Mas nggak kenal saya. Saya ini... saya punya track record buruk di perusahaan lama."
"Karena kamu satu-satunya SPG di sini yang nawarin saya spek laptop, bukan nawarin nomor WA," jawab Rian lugas.
Rian meletakkan kartu debit Black Card-nya di meja kaca.
"Gesek ini buat bayar barang-barangnya. Kalau kamu setuju, besok datang ke alamat ini. Kalau nggak, anggep aja saya orang gila yang kebanyakan duit."
Satu jam kemudian, di parkiran basement.
Barang-barang elektronik sudah masuk ke bagasi Alphard. Pak Teguh menutup pintu bagasi dengan hati-hati.
"Belanjaan banyak, Bos?" tanya Pak Teguh sambil menyalakan mesin.
"Lumayan, Pak. Sekalian investasi SDM," jawab Rian sambil mengecek HP barunya.
"Oh ya, Bos. Soal keamanan Warung," Pak Teguh melapor sambil memutar setir keluar parkiran. "Saya sudah kontak 3 orang teman lama saya. Mereka pensiunan Marinir pangkat bawah. Orangnya jujur, fisik masih kuat, tapi sekarang cuma kerja jadi tukang ojek pengkolan. Kasian, Bos."
"Rekrut semua," perintah Rian tanpa ragu. "Gaji standar UMR plus uang makan dan bonus kerajinan. Bapak yang atur jadwal shift-nya. Saya nggak mau Warung kosong tanpa penjagaan pas jam operasional."
"Siap, Bos! Mereka pasti nangis sujud syukur."
"Satu lagi, Pak," Rian membuka aplikasi mobile banking-nya.
Di sana terlihat saldo utama: Rp 99.150.000.000 (Dana Sistem).
"Mulai minggu depan, semua duit hasil jualan warung jangan disetor ke rekening pribadi saya. Nanti Sekretaris baru saya, Maya, yang akan bikin rekening PT. Semua masuk ke sana."
"Siap. Jadi duit Bos aman ya dari pajak?"
"Bukan cuma aman, Pak. Biar jelas mana duit modal, mana duit keringat."
Rian menatap jalanan Jakarta.
Timnya makin solid.
Logistik: Rudi.
Produksi: Bu Ningsih.
Keamanan: Pak Teguh & Trio Marinir.
Admin & Legal: Maya (On Progress).
Sekarang, Rian siap menghadapi dunia bisnis yang sesungguhnya. Bukan lagi level warung kaki lima.
[Misi Sampingan Baru Terdeteksi]
[Judul: Legalitas Itu Penting]
[Tujuan: Dirikan Badan Hukum (PT) dan miliki kantor fisik dalam 7 hari.]
[Reward: Cetak Biru Teknologi Pangan (Mesin Pengemas Otomatis Level 1).]
Rian tersenyum. "Kantor fisik? Apartemen ini kekecilan. Kayaknya kita butuh gedung."