Subgenre: Wanita Kuat · Second Chance · Love Healing
Tagline pendek: Kisah tentang aktris yang hidup lagi — dan menemukan cinta manis dengan CEO muda, si sponsor utama dalam karirnya
Sinopsis:
Cassia adalah aktris A-class yang hidupnya terlihat sempurna — sampai semuanya runtuh di puncak kariernya.
Cinta yang disembunyikan, jadwal padat tanpa jeda, dan skandal yang merenggut segalanya.
Namun ketika takdir memberinya kesempatan untuk hidup lagi, Cassia hanya ingin satu hal: menjauhi orang-orang toxic di sekitarnya dan pensiun jadi artis.
Ia ingin menebus hidup yang dulu tak sempat ia nikmati — dengan caranya sendiri.
Tapi siapa sangka, hidup tenang yang ia impikan justru membuka pintu ke masa lalu yang belum sepenuhnya selesai… dan pada satu sosok CEO muda yang selalu mendukungnya selama ini dan diam-diam menunggu untuk menyembuhkannya.
💫 Ayo klik dan baca sekarang — ikuti Cassia mengubah takdirnya dan menemukan cinta yang benar-benar menenangk
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 🌻Shin Himawari 🌻, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 12 - Pertemuan di Ruang Tunggu
🌻: Lagi lagi ketemu prelude hehe.
Gara gara pelix, cassia jadi trust issues sama semua cowok :(
Sstt, cuma kamu pembacanya yang tahu tentang kelemahan aktris kuat kita.
Kira kira kapan ya Cassia bisa nyaman manggil Max, dengan aku kamu?
...🌻🌻🌻...
Cassia yang sedang istirahat di sofa ruang tunggu, terbangun ketika mendengar suara.
Klik. Pintu ruangan terbuka.
Cassia sempat mengira Maura yang kembali. Namun setelah ia dengarkan lebih saksama, langkah itu terdengar lebih berat—lebih seperti sepatu pria, bukan ketukan heels yang biasa dipakai wanita seperti Maura atau dirinya.
“Kak Maura?” Cassia memanggil hati-hati.
Pandangannya belum bisa menembus sekat dan gorden di dekat pintu.
Tidak mungkin penguntit atau penggemar fanatik, kan?
Cassia merogoh tasnya, menggenggam spray anti-penguntit yang selalu ia bawa, sekadar berjaga-jaga.
“Maaf mengecewakan, butterfly. Ini saya, Max, bukan managermu.”
Suara itu membuat napas Cassia berubah. Tubuhnya sempat menegang sebelum perlahan melunak.
Max berjalan mendekat, langkahnya mantap. Di antara rasa waspada yang belum sepenuhnya hilang, Cassia bisa merasakan sedikit lega—hanya saja rasa itu cepat berubah menjadi rasa jengkel.
Setelah berhasil bikin Cassia kepikiran, Max malah datang tanpa kabar seperti ini. Seolah dirinya bisa ditemui sesuka hati pria itu. Tidak ada pesan. Tidak ada panggilan. Tidak ada tanda.
Apa semua pria sama saja? Suka seenaknya sendiri. Keluh Cassia dalam hati.
“Sudah lama sekali. Saya selalu menunggu telepon darimu, Cassia,” kata Max pelan, senyumnya tipis.
Pikiran negativenya ternyata salah. Alasan pria itu tidak menghubunginya karena mengikuti kemauan Cassia sampai akhir.
Ah, bisa jadi alasan saja. Cassia tetap teguh mempertahan temboknya, berakting pura pura tidak peduli.
Cassia berdeham pelan. “Saya sibuk. Pak Max pasti tahu sendiri, jadwalku padat.” Hanya itu alasan yang terpikir, meski ia tahu betapa klise kedengarannya.
Tuh kan, Max juga tahu kalau itu alasan klise, soalnya pria itu hanya tertawa mendengarnya. Tertawa renyah yang ternyata selalu menyenangkan di dengar.
“Kenapa bisa masuk ke sini? Seharusnya orang yang tidak berkepentingan dilarang masuk ruangan ini.” Nada Cassia memang terdengar galak, tapi wajahnya tetap tenang.
Mungkin, Cassia mulai terbiasa dengan cara Max mencari perhatiannya.
“Karena saya juga orang yang berkepentingan,” jawab Max santai.
Cassia mengerutkan kening. “Apa? Kamu kan bukan staf. Mana ada kepentingan di sini.” Suaranya terdengar gemas, lebih seperti menahan senyum daripada benar-benar kesal.
“Melihatmu...itu kepentinganku di sini,” jawab Max tanpa rasa sungkan.
Cassia memutar bola matanya. “Sudah kubilang saya sibuk, kan? Nggak bisa ketemu tanpa janji. Apalagi tanpa kabar. Sebaiknya anda pergi sebelum ada staf datang dan urusan jadi ribet.”
Tatapan Cassia yang galak justru terlihat lucu di mata Max.
“Salah siapa saya jadi nekat datang tanpa kabar dulu? Karena saya nggak kuat menahan sabar dan rindu, dari seseorang yang katanya akan menelepon duluan,” ucap Max, dengan nada seperti pria yang sedang merajuk.
Cassia mengerti apa yang di maksud Max, berusaha menahan tawa. “Jadi maksudnya ini semua salah saya?”
“Salah saya...yang kecintaan, kayanya.”
Max akhirnya ikut tertawa, dan tawa itu membuat suasana jadi lebih hangat.
Cassia tidak bisa menahan diri lagi. “Astaga… jawaban nggak tahu malu apa itu.” Ucapan kontras dengan senyum di bibirnya tak bisa ia sembunyikan lagi.
...🌻🌻🌻...
Acara Meet and Greet akan segera dimulai.
Masih di ruang tunggu, karena letaknya tidak jauh dari panggung Cassia bisa mendengar riuh antusias para penggemarnya.
Cassia tersenyum hangat, selalu bersyukur ada banyak orang yang mendukungnya. Selama ini karena penggemarnya jugalah Cassia bisa bertahan.
Kalau sudah begini keputusannya untuk pensiun pun bisa menjadi goyah.
Namun lebih baik berhenti sebelum dilupakan dan dihujat setelah ada skandal seperti masa lalu. Kalau sudah seperti itu jangankan penggemar, orang orang yang dulu dekat dengannya juga pergi meninggalkan Cassia satu persatu.
Ini bukanlah kesedihan, ini keputusan yang bijak, Cassia meyakinkan dirinya. Cassia menerima hidupnya dan akan selalu berusaha menikmati apa pun masih dimilikinya sekarang.
Cassia duduk di kursi rias dengan punggung tegak, wajahnya terpantul di cermin besar di depannya. Lampu putih di sekeliling cermin menyorot kulitnya yang nyaris sempurna. Tapi di balik pantulan itu, ada sesuatu yang tidak bisa disembunyikan: sedikit kebingungan dan kecewa.
Teringat Max yang langsung pamit pergi setelah berbicara dengannya sebentar.
Cassia masih bisa mengingat dengan jelas tatapan matanya — tenang, tapi hangat. Lalu, sama cepatnya, pria itu pergi begitu saja. Meninggalkan banyak pertanyaan yang di dalam pikirannya.
Apa ini salah satu cara Max agar membuatku memikirkannya? Dia sangat tidak bisa di tebak. Gumam kecil Cassia. Lalu ia berdeham pelan, mencoba meraih fokusnya kembali karena acara akan segera dimulai.
Di luar, suara MC terdengar menggema.
“Sebentar lagi kita akan menyambut sponsor utama acara hari ini, yang datang langsung memberi dukungan untuk Cassia!”
Cassia menoleh sekilas ke arah pintu. Sponsor utama?
Biasanya mereka hanya mengirim perwakilan perusahaan, bukan datang langsung. Tapi kali ini, suasananya berbeda. Kru mulai sibuk mempersiapkan sesuatu di panggung.
“Siapa?” Cassia bertanya pada manajernya Maura, yang baru saja masuk.
“Belum jelas. Katanya orang penting dari perusahaan sponsor utama.” Melihat dari ekspresi wajahnya, Maura juga sama terkejutnya dengan Cassia.
Cassia hanya mengangguk, berusaha terlihat santai, padahal jantungnya mulai berdetak sedikit lebih cepat tanpa alasan yang jelas. Ada satu nama yang terlintas di pikirannya.
Beberapa menit kemudian, MC kembali bersuara dari atas panggung.
“Mari kita sambut, CEO dari Lumier Beauty Group—Bapak Maximillan Dalton!”
Bersambung
🌻🌻🌻
Hope you enjoy the story :)
ih nusuk juga