Dua putaran matahari ia lewati bersama laki laki yang sama dengan rasa yang berbeda
Cinta yang menggebu penuh dengan dambaan yang berakhir dengan kekecewaan kemudian mundur untuk memberikan ruang.
Cinta kedua yang dibelit oleh takdir karena kesalahpahaman namun berakhir untuk saling mengistimewakan menutup semua luka yang pernah ada.
Rembulan, berapa putaran bumi kau butuhkan untuk meyakinkan bahwa dia adalah laki-laki pilihan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ShanTi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Umi dan Abi in Action
Bulan menggendong Elma dengan perasaan was-was, badan Elma yang panas dan kerap merintih mengingatkan pada masa lalu. Tiga tahun setelah kematian Ibu ada wabah DB di sekolah, beberapa anak terkena DB dan salah satunya adalah Bulan.
Awalnya hanya Bulan sendiri yang sakit tapi yang namanya nyamuk gak bisa diajak cs an. Benny yang selalu tidur bersama dengannya terkena juga. Bulan awalnya hanya merasa tidak enak badan sehingga tidak masuk sekolah di hari itu, esoknya Benny mengalami demam bersamaan dengan dirinya. Terbayang betapa repot dan paniknya Bapak, dua anak sakit bersamaan, terlebih Benny karena lebih kecil menjadi lebih cengeng dan gampang menangis.
Masih terbayang dalam ingatan Bulan, dibonceng Bapak malam-malam ke Rumah Sakit dengan mengepit Benny di tengah, berusaha tetap bisa menjaga Benny agar tidak kedinginan, badan Benny panas tapi mengeluh dingin. Ternyata Bulan dan Benny terkena DB sehingga harus dirawat bersama-sama.
Kamar anak yang tersisa tidak ada yang kosong dua tempat tidur, mereka terpaksa harus berpisah pada malam pertama dan kedua karena ada pasien yang lain, karena Bulan lebih besar ia meminta Bapak untuk menemani Benny saja, terlebih Benny menangis terus. Pada malam pertama ia di rumah sakit, Bulan merasakan kesedihan yang amat sangat, badan terasa panas, sakit sehingga rasanya semua persendian tulang di tubuhnya akan copot. Ia hanya bisa menahan sakit dengan meneteskan air mata, tidak adaa orang yang bisa menghibur dan menemaninya saat sakit.
Anak kecil yang disebelahnya ditemani oleh ibunya, yang tidak henti-hentinya melarang ini itu pada anaknya sehingga membuatnya tidak bisa tidur. Suasana baru di rumah sakit menambah rasa sepi. Bapak sesekali menengoknya saat Benny tertidur, Bulan masih ingat kalau Bapak terlihat tua dan lelah, hampir dikatakan tidak tidur semalaman.
Melihat Elma yang ada di pangkuannya membuat ia bisa berempati, saat seharusnya ditemani oleh orang tua, keduanya malah tidak ada. Elma memeluk Bulan dengan kuat, panas badan Elma terasa menembus pakaian keduanya. Bulan menempelkan pipinya ke pipi Elma, metode skin to skin katanya paling cepat. Bulan jadi teringat pada Benny adiknya itu paling susah untuk dikompres sehingga kalau beberapa kali sakit panas Bulan harus membasahi tangannya dengan air dan menempelkan pada bagian leher, ketiak, dada dan dahi.
Ia kemudian membasahi tangannya dengan air mineral sambil menunggu Anjar yang memarkirkan motornya di basement. Diusapkan tangannya ke dahi dan leher Elma, panas tubuhnya langsung menyerap air di tangan Bulan.
“Langsung ke UGD aja yah” suara Anjar terdengar di sebelahnya,
“Iya tapi aku gak punya dokumen Elma, ntar disangka nyulik anak orang pulak” Bulan kebingungan, kalau ditanya sama petugas, hubungannya dengan pasien apa dia akan bingung menjawabnya. Masa dijawab staf orangtuanya, lah orangtuanya piye?
“Pak Kevin sudah dijalan, katanya sepuluh menit lagi sampai” Anjar juga terlihat bingung, tapi tiba-tiba dia tersenyum
“Umi kita masuk aja ke dalam” ucap Anjar tiba-tiba. Bulan melongo heran mendengar panggilan Anjar.
“Apaan Umi?” Bulan melongo tidak mengerti, Anjar tersenyum jenaka,
“Kan biar keliatan suami istri bawa anak kita sebut aja Umi dan Abi pasti mereka percaya” Anjar mengangguk-angguk meyakinkan.
“Kalau disuruh ngisi formulir nanti palingan setelah pendaftaran pas Pak Kevin sudah datang. Ayo kita masuk UGD aja dulu, kasian kelamaan di luar Elmanya” Anjar merangkul Bulan masuk ke UGD.
“Tapi muka kita kurang meyakinkan jadi Umi dan Abi, aku gak kerudungan kamu gak jenggotan” protes Bulan.
“Alaah tenang saja mereka gak akan protes, udah kedengeran dipanggil Umi sama Abi aja udah bikin adem…” Bulan menggeleng-gelengkan kepalanya, ide Anjar selalu saja aneh tapi masuk akal.
Begitu di depan UGD petugas nampak sudah siaga,
“Siapa yang sakit Pak?”
“Putri saya Mas… ini sudah demam 2 hari, tadi istri saya lihat ada bintik-bintik di pahanya… Ya Mi?” Bulan sontak ingin tersenyum mendengarnya, tapi ia menahan takut drama terbongkar, ia hanya bisa mengangguk-angguk saja.
“Silahkan Bu dibaringkan saja, saya beritahukan suster dan dokter jaga” akhirnya tindakan cepat bisa dilakukan.
“Umi itu jaketnya dilepas dulu” Anjar kembali beraksi, setiap Anjar menyebutnya Umi, Bulan rasanya ingin menggali lubang dan masuk ke dalam tanah saking gelinya. Musti dibalas ini sih pikir Bulan.
“Abi tolong belikan minum air putih, jangan lupa pakai sedotan supaya mudah minumnya. Umi juga mau satu” nanggung basah pikir Bulan yah sudah nyemplung aja sekalian.
Belum sempat Anjar pergi, datang dokter memeriksa dan menanyakan identitas dan kondisi Elma.
“Sudah lama panasnya Bu” tanya dokter sambil menatap Bulan.
“Hmm panasnya sih hari ini yang sangat dok, kemarin cuma merasa gak enak badan dan badannya sudah mulai panas” untunglah kemarin Bulan mendengarkan percakapan Kevin dan Marissa.
“Ini dok saya lihat ada bintik-bintik merah di paha, saya takut DB” Bulan memperlihatkan bintik merah di kaki Elma.
“Ya harus di periksa cek darah dulu yah, sekarang kita berikan infus dulu dan obat untuk menurunkan demamnya sambil menunggu hasil lab, mau makan?” tanya dokter lagi.
“Mau tapi hanya sedikit dok.. Mual katanya” sambung Bulan, Anjar berdiri di samping Bulan sambil mengusap-usap bahunya, ingin rasanya Bulan menoyor kepala Anjar karena gayanya berlebihan untuk memperlihatkan bahwa mereka pasangan.
“Istri saya tadi sampai gak ngantor dok... soalnya khawatir” ucap Anjar berkata dengan serius, dan memang kenyataannya mereka berdua jadi ngantor di rumah Kevin.
“Ya … bapak bisa mengurus administrasi dulu sambil nunggu di observasi dan hasil tes darah” perawat mengajak Anjar untuk mengurus administrasi. Bersamaan dengan itu Kevin datang ke ruang UGD.
“Elma sayang…. “ Kevin langsung menerobos dan memeluk putrinya.
“Lah ini siapa?” dokter seperti yang bingung.
“Daddy” jawab Elma sambil memejamkan matanya, sedari tadi dia hanya menyimak tanpa memberikan komentar apapun.
“Ini ayahnya Dok… saya Abinya dan dia Uminya” jawab Anjar, dokter dan Kevin melongo kebingungan mendengarnya. Bulan hanya diam dan menahan senyum
“Kami berdua Om dan Tantenya dok… kebetulan tadi ayahnya berhalangan masih di kantor” jelas Bulan, dokter dan perawat mengangguk-angguk paham. Pantas saja pikir mereka masih muda tapi anaknya sudah agak besar. Biasanya pasangan muda seusia Bulan dan Anjar membawa anak usia batita bukan balita.
Kevin yang masih terlihat bingung tidak ambil pusing dengan kelakuan kedua stafnya. Ia hanya merasa bersyukur kalau Elma sudah ditangani oleh dokter.
“Bang ngurus dulu administrasi, biar Elma diurus sama Umi saja” Bulan langsung melotot kalau sudah ada Pak Kevin ia berharap drama Umi dan Abi disudahi saja.
“Kalian itu ditinggal setengah hari lagaknya sudah jadi pasangan samara saja” protes Kevin
“Kapan lagi Bang… halusinasi dulu sebelum jadi kenyataan” Kevin hanya menggeleng-gelengkan kepala mendengar jawaban Anjar, membaringkan Elma dan berjanji akan segera kembali.
Bulan yang akhirnya menemani untuk diambil darah dan diinfus, harus menggendong Elma karena tidak mau disuntik. Anak itu menempel rapat di Bulan sambil menangis, sedih rasanya mendengar tangisan anak dengan badan yang panas terasa di tubuh Bulan.
Perlahan efek obat mulai memberikan dampak, suhu badannya sudah tidak terlalu panas, dan keringat sudah mulai keluar. Entah karena pengaruh obat atau ditambah cairan dari infus yang membantu penurunan suhu sehingga Elma menjadi lebih tenang.
Saat Kevin datang kembali ke ruang UGD, Perawat memberitahukan kalau Elma sudah bisa masuk ke ruang inap.
“Anjar kemana Pak?” tanya Bulan bingung.
“Tadi aku suruh mendampingi Marissa di acara Dinner bareng klien. Aku gak bisa ninggalin Elma, jadi biar Marissa yang handle ditemani sama Anjar” jelas Kevin. Bulan heran kenapa Anjar tidak pamit dulu, ah palingan anak itu kirim pesan saja, dan ia tidak sempat melihat ke handphone karena sibuk menemani Elma.
“Jangan khawatir, tadi dia bilang akan ke sini lagi jemput kamu” jelas Kevin. Bulan hanya tersenyum tipis, ia sebetulnya tidak khawatir soal pulang dengan siapa, tapi merasa tidak nyaman kalau hanya berdua dengan Kevin, takut nanti jadi bermasalah dengan Juno.
Ternyata kekhawatirannya menjadi kenyataan, saat dia melihat handphone ada banyak pesan dan telepon tak terangkat yang masuk. Anjar yang memberitahu kalau dia pergi ke acara Dinner dan puluhan pesan dari Afi serta Batu Berjalan Juno salah satunya.
“Gembul lu dimana? Kaka menjemput kita pulang”
“Bul!”
“P”
“P”
“P”
Anak itu selalu saja membuat spam di kotak pesan. Bulan menarik nafas, ada juga pesan dan panggilan tak terjawab juga dari Juno.
“Kamu sudah pulang?”
“Kita pulang bareng”
Kemudian ada dua kali miss call dari Juno. Bulan bingung harus menjawab apa, akhirnya ia membalas pesan pada Afi saja.
“Aku nemenin Elma anaknya Pak Kevin di RS dia kena DB… ibunya ke Surabaya” jawab Bulan pendek.
Langsung jawaban panjang ia dapatkan
“Ya ampun Gembul… gw sampe bangkotan nungguin elu di lobby, nyampe nyusul ke ruangan elu ternyata udah gelap semua”
“Lu tuh ngomong dong kalau lagi di RS, Kak Juno udah bete aja” Bulan langsung melotot kaget, bahaya kalau Afi ember memberitahu kakaknya, bisa jadi kompor lagi.
“Eh Fi Pliz jangan kasih tahu kakak kamu… ntar aku aja yang ngomong” Bulan segera mengirimkan pesan lanjutan.
“Telat… gw udah bilangin kalo lu lagi nemenin anak bos lu di RS soalnya emaknya pergi… emang kenapa? Bagus lagi jadi jelas” Afi dengan lempengnya memberikan alasan. Bulan hanya menarik nafas panjang, ini sih alamat perang tanpa akhir.
“Ya udah mau gimana lagi” jawabnya pasrah
“Kata Kaka, tunggu di RS nanti dia jemput kesana… share lock aja” Bulan tercengang, rupanya tidak ada aroma peperangan disini, tidak disangka sama sekali.
“Ok… makasih… aku share lock” Bulan menarik nafas lega.
“Huftttt….. Untung aja selamet gw” ucapnya pelan, sambil menutup hape dan melihat ke arah Elma yang tengah dibenahi posisi tidurnya oleh Kevin.
“Kenapa kamu kok sampai pucat begitu” tanya Kevin, mendekat pada Bulan. Elma sudah kembali tertidur dengan lelap, rupanya infus dan obat yang diberikan memberikan efek tenang.
“Gak apa-apa Pak, tadi saya ternyata dijemput ke kantor. Saya lupa gak ngasih tau, yah sebetulnya gak apa-apa juga sih soalnya gak janjian” jelas Bulan, Kevin tercenung dan menatap Bulan yang duduk di sofa di ruang inap. Ia akhirnya duduk di sofa seberang Bulan, fasilitasnya lengkap karena Kevin mengambil kelas VIP untuk putrinya.
“Tunangan kamu pasti tidak suka kalau kamu terlalu dekat dengan Elma” Kevin tersenyum sinis. Bulan langsung teringat ucapan Marissa, kalau yang berhak menceritakan hubungan antara Juno, Inneke dan Kevin hanyalah mereka bertiga bukan dia.
"Bapak kok tahu?" Bulan jadi semakin penasaran
“Pak maaf saya boleh bertanya” Bulan mencoba bertanya dengan hati-hati.
“Sebetulnya saya sudah pernah bertanya sama Mbak Icha tapi katanya mendingan ditanya langsung pada Kak Juno, atau Kak Inne atau kalau mungkin sama Bapak” ucap Bulan pelan, dilihatnya Elma tidur dengan lelap
Kevin tampak termenung,
“Soal apa?” Kevin menatap Bulan lekat.
"Hmmm hubungan antara Kak Juno, Kak Inneke dan Bapak" tanya Bulan pelan, Kevin mengalihkan pandangan dengan malas.
"Kamu bisa tanya sama tunangan kamu kan" jawabnya malas
“Sudah… tapi dia bilang, saya gak perlu tahu… cuma harus menurut saja permintaan dia… saya ini anak lulusan S1 Pak bukan anak TK yang mau saja menerima perintah tanpa jelas alasannya apa” keluh Bulan.
“Semakin kesini saya semakin bingung, kenapa dia marah saat tahu saya kerja dengan Bapak, kenapa saya dilarang dekat dengan Elma. Padahal kan kalau saya tanya sama Mbak Icha mereka bertiga itu teman sekelas saat SMA. Mestinya malah senang bukannya marah”
“Kecuali kalau memang ada alasan lain… ada masalah yang membuat Kak Juno gak suka”
“Atau mungkin …” Bulan agak tercekat untuk mengucapkannya agak tidak enak. Ia kembali menatap Elma khawatir anak itu bangun, tapi terlihat tidur dengan lelap.
“Pak… maaf yaa… apakah Kak Juno dan Kak Inneke itu dulu pernah pacaran trus putus gitu… jadi bete sampai sekarang” Bulan hampir seperti berbisik saat mengucapkannya. Kevin tersenyum getir mendengarnya, ia melihat Bulan dan tersenyum melihat ekspresinya yang terlihat seperti takut-takut.
“Kamu tuh anaknya polos banget sih… mestinya kamu tanya dong sama tunangan kamu, bukan sama saya”
“Dia malah marah, bikin saya takut Pak…” jawab Bulan pelan.
“Secinta itu kamu sama dia?” Kevin tersenyum sinis.
“Pertanyaan bukan itu Pak… Apakah Kak Juno dan Kak Inne itu dulu pernah ada hubungan?” kembali Bulan bertanya. Kevin hanya diam dan menarik nafas.
“Bapak itu tidak adil, saya selalu siap membantu Bapak, tapi kalau saya butuh bantuan, Bapak tidak memberikan informasi sama sekali… saya bingung Pak… tolong bantu saya” Bulan cemberut mukanya terlihat sedih. Kevin kembali menarik nafas, ia menyadari kalau banyak berhutang budi pada Bulan, dilihatnya Bulan dan ia menjawab pelan.
“Tapi aku minta kamu bisa bijak yah mendengarnya” ucap Kevin, Bulan menggangguk patuh. Kevin kembali menarik nafas panjang lagi, seakan ingin mengeluarkan beban di dadanya.
“Inne dan Juno dulu pacaran sejak SMA katanya” jawabnya pelan, mata Bulan langsung membulat. OMG sejak SMA itu berarti saat ia kuliah Kak Juno sudah jadi pacar Kak Inne tapi kok Afi sampai gak tahu sih. Kecurigaannya selama ini mulai tersibak.
“Putusnya gak baik-baik yah, kok Kak Juno sampai semarah itu, teman aku yang putus sama pacarnya cukup unfollow akun medsos atau block nomor hape” gerutu Bulan.
“Ini sampai aku dilarang dekat sama Elma dan gak boleh sekantor sama Bapak” keluh Bulan, Kevin memandang Bulan dengan prihatin, anak ini benar-benar polos pikirnya.
“Yah karena kehadiran Elma yang membuat mereka berdua putus” jawab Kevin singkat.
“Maksudnyanya?” Bulan menatap Kevin yang hanya diam dan memalingkan pandangan ke arah Elma. Sepersekian detik suasana menjadi hening….krik...krik...krik
“Owh… Ya Allah…” Bulan menutup mulutnya dan menatap Kevin yang tersenyum sedih dan lucu melihat ekspresi Bulan.
“Iya… karena itu… akhirnya Inne harus menikah dengan saya… Jelas!” Kevin meneguk air mineral yang ada di meja, tidak bertanya itu milik siapa, ia hanya merasa harus membasahi kerongkongannya yang terasa kering. Mengingat kesalahan yang terjadi di masa lalu dan menyeret serangkaian permasalahan saat ini.
“Jadi wajar kalau tunangan kamu tidak menyukai Elma ataupun saya … kalau soal dia masih suka sama Inne atau tidak saya tidak tahu, hanya yang saya tahu buat Inne first love never die” ucapan Kevin menghantam kembali kesadaran Bulan yang belum bangkit.
First love never die…. Lah dia mulai merasakan kalau first love nya gonna die…
******************************
PS: Ada yang nyuruh saya ngasih catatan kalau akhir episode.. padahal saya hoream ... tapi baiklah saya turuti sebagai bukti kalau saya open mind #sokbijakbanget
Siapa yang merasa kalau First Love nya never die? yang ngacung artinya mereka adalah aliran Dillan dan Milea, sedangkan aliran yang First Love itu Lupakan Saja mereka adalah aliran Galih dan Ratna.... wgwgwggwggw #geje
Jangan lupa kalian disuruh like, komen dan vote. Tolong jangan lupakan itu, kalau tidak nanti saya disuruh bikin komentar lagi di akhir episode... Hihihihihi #pesangakjelassukasukaaku
walaupun udah baca berulang ,tetap saja masih ngakak
astaganaga wkwkwkwkwkwkwkwk
Tetap terus berkarya ya Kak... ditunggu karya berikutnya..../Kiss/