Ongoing
Lady Anastasia Zylph, seorang gadis muda yang dulu polos dan mudah dipercaya, bangkit kembali dari kematian yang direncanakan oleh saudaranya sendiri. Dengan kekuatan magis kehidupan yang baru muncul, Anastasia memutuskan untuk meninggalkan keluarganya yang jahat dan memulai hidup sederhana.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon frj_nyt, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11.
Angin utara malam itu tidak sekadar dingin—ia seperti hembusan dari mulut kematian. Suara gesekan ranting beku yang menggoyang kaca jendela terdengar seperti bisikan roh-roh yang tersesat di dataran es. Di dalam kastel Silas yang megah namun suram, Anastasia merapatkan mantel bulu yang diberikan pelayan, melangkah pelan menyusuri lorong panjang yang dipenuhi pilar batu berukir lambang keluarga: seekor serigala hitam bermata merah darah.
Langkah-langkahnya menggema. Ia baru saja selesai makan malam bersama Duke Aloric Silas—jika itu bisa disebut makan malam, mengingat pria itu hanya duduk diam, tidak banyak bicara, dan hanya mengangguk setiap kali Anastasia melontarkan pertanyaan ringan.
Namun tingkah dingin Aloric bukan yang memenuhi pikirannya malam ini. Ada sesuatu yang ia dengar. Bisikan. Lirih. Hampir tak terdengar. Dan itu berasal dari sayap timur kastel—bagian yang menurut para pelayan terlarang bagi siapapun kecuali Duke.
Anastasia melangkah lagi. Kemudian bisikan itu terdengar lagi. “…kembalikan… kembalikan padaku…” Ia berhenti. Punggungnya menegang, namun bukan ketakutan—lebih kepada sensasi naluriah yang mengatakan bahwa sesuatu yang seharusnya tidak hidup… sedang berusaha hidup.
“Suara ini…” gumamnya. Suaranya mengandung getaran lembut kekuatan magis dalam dirinya. Ia mengikuti suara itu, menuruni tangga sempit yang remang, berdebu, dan jelas tidak pernah digunakan oleh para pelayan. Dingin dari bawah seperti memeluk tulangnya.
Saat ia tiba di sebuah pintu kayu besar yang retak di beberapa bagian, suara itu semakin jelas. Seolah seseorang menangis di baliknya. Anastasia menyentuh gagang pintu yang membeku lalu mendorongnya perlahan berderit. Sebelah ruangan itu gelap. Hanya cahaya biru pucat yang berdenyut dari tengah ruangan, seperti jantung yang berusaha berdetak.
Anastasia melangkah masuk dan ia melihatnya. Sebuah altar batu, dan di atasnya… sebuah pedang. Tapi bukan pedang biasa—pedang itu memancarkan aura gelap yang membuat bulu kuduk berdiri. Udara di sekitarnya bergetar dengan energi kuno yang tidak wajar.
Pedang keluarga Silas. Pedang yang konon memakan jiwa pemiliknya. Suara bisikan berubah menjadi jeritan lirih. “Kembalikan… hidupkan aku…” Anastasia menarik napas dalam. “Kau… menginginkan kehidupan?”
Pedang itu bergetar dan tiba-tiba, kekuatan magis dalam tubuh Anastasia bangkit sendiri—hangat, putih, seperti sinar matahari yang memaksa menembus badai salju. Cahaya itu melingkari jemarinya. “Sial,” bisik Anastasia. Ia menutup telapak tangannya, mencoba menghentikan reaksi itu. “Aku tidak boleh… ini bisa membangkitkan…”
Sebelum ia menyelesaikan terpikir, suara langkah berat terdengar dari belakang. Suara langkah yang ia kenal. Duke Aloric Silas berdiri di ambang pintu, tubuhnya menjulang seperti bayangan gelap yang menghalangi cahaya. “Lady Anastasia.” Suaranya rendah, datar, namun mengandung sesuatu yang belum pernah ia dengar sebelumnya yaitu ketegangan.
Anastasia perlahan berbalik, menyembunyikan cahaya yang masih samar berdenyut di telapak tangannya di balik mantel bulu. “Maafkan saya, Your Grace,” katanya lembut, memasang wajah polos yang selama ini ampuh. “Saya hanya tersesat.” Aloric menatapnya dalam-dalam, mata hitamnya seperti sumur tanpa dasar.
“Kau tidak mungkin tersesat,” jawabnya. “Tidak ada siapapun yang berjalan ke arah timur tanpa sengaja. Bahkan pelayan yang sudah bekerja dua puluh tahun pun tak berani mendekatinya.”
Ia melangkah mendekat. Setiap langkahnya membuat lantai batu bergema. “Kenapa kau ada di sini?” Anastasia menunduk sedikit, membiarkan suaranya terdengar rapuh—sebagaimana yang diharapkan semua orang dari dirinya. “Saya… mendengar suara. Seperti seseorang memanggil. Saya pikir mungkin ada yang terluka.”
Mata Aloric menyipit. “Tidak ada yang hidup di sini,” katanya dingin. “Dan tidak ada yang boleh mendengar apapun.” Anastasia tersenyum kecil, pura-pura melihat sekeliling.
“Lalu apa yang berbisik pada saya?” Aloric berhenti hanya beberapa langkah dari wajahnya—cukup dekat sehingga ia dapat mencium aroma logam dingin dan salju abadi dari tubuh pria itu. “Tanyakan pada dirimu sendiri,” katanya. “Kau… orang seperti apa sampai bisa mendengar suara itu?”
Ia hampir menyentuh dagunya, namun berhenti di tengah jalan—seolah takut sentuhannya bisa menghancurkan Anastasia seperti kaca rapuh. Lalu Aloric mengambil pedang di altar. Aura gelap itu langsung mereda, seolah takut kepadanya.
“Kau tidak akan masuk ke sini lagi,” katanya sambil membalikkan badan. “Ruangan ini menyimpan sesuatu yang bahkan sihir penyembuhanmu tidak boleh sentuh.” Anastasia membelalakkan mata sedikit saja — cukup agar terlihat alami. “Your Grace… apakah Anda tahu tentang sihir saya?”
Aloric berhenti. “Tidak ada yang terjadi di perbatasan utara tanpa saya mengetahuinya,” jawabnya tanpa menoleh. “Termasuk seorang gadis muda yang tiba-tiba berjalan di tengah medan perang tanpa membeku sampai mati.” Anastasia menahan napas. Kalimat itu… adalah peringatan. Sebelum ia sempat menjawab, tiba-tiba Aloric menambahkan, “Mulai besok—kau akan berada di bawah penjagaan pribadi saya.”
“…Apa?” Anastasia refleks terkejut.
“Perbatasan mulai bergerak,” katanya dengan nada misterius. “Dan kau… terlalu berharga untuk hilang.” Ia menatapnya akhirnya—mata hitam itu menyala pelan, seolah ada badai di dalamnya. “Jangan membuat saya menyesal telah membiarkanmu tinggal.” Lalu ia pergi, meninggalkan Anastasia sendirian di ruang gelap itu.
Saat Duke Aloric menghilang dari pandangan, Anastasia memejamkan mata. Ia menahan sensasi berdenyut di dada bukan rasa takut, bukan pula rasa gugup… tapi sebuah kewaspadaan dan sedikit… kegembiraan.
“Jadi dia mulai curiga,” ia berbisik sambil menatap altar kosong. “Bagus. Akan lebih mudah membuatnya menurunkan penjagaannya jika ia memperhatikanku.” Cahaya putih tipis muncul di telapak tangannya, berdenyut lembut. “Kau… ingin kehidupan,” katanya kepada sisa aura pedang itu. “Lalu apa yang diberikan Aloric sebagai gantinya, hm?” Ruangan tetap sunyi. Hanya angin dingin yang menjawab.
malam itu di kamar Aloric, Duke Silas berdiri di balkon, membiarkan angin kutukan utara mengetuk kulitnya. Pelayan tidak ada. Hanya dia dan dunia yang membeku. Ia mengingat mata Anastasia. Cahaya samar di tangannya. Cara gadis itu berbohong sambil tersenyum. Tidak ada yang pernah membohonginya tanpa ia sadari. Tapi gadis itu… melakukannya dengan mudah. “Itu berbahaya,” gumamnya. “Dan… menarik.”
Ia memegang gagang pedang di pinggangnya. Pedang yang seharusnya tidak lagi berbisik… namun ketika Anastasia menyentuh ruangan itu, bisikan lama terbangun lagi. “Siapa kau sebenarnya, Anastasia Zylph?” Untuk pertama kalinya dalam sepuluh tahun…Duke Aloric Silas merasa tidak bisa memprediksi sesuatu. Dan itu membuat darahnya mendidih, entah karena waspada… atau karena sesuatu yang ia tak ingin akui sekarang.