NovelToon NovelToon
Tuan Valente Dan Tawanan Hatinya

Tuan Valente Dan Tawanan Hatinya

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Nikah Kontrak / Obsesi / Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang / Pelakor jahat
Popularitas:1k
Nilai: 5
Nama Author: Miss Saskya

"Pasar tidak mengenal itu, hutang tetaplah hutang"

"Kalau anda manusia, beri kami sedikit waktu"

"Kau terlalu berani Signorina Ricci"

"Aku bukan mainan mu"

"Aku yang punya kendali atas dirimu"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miss Saskya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Praktek Usang

Mobil Rolls-Royce Phantom warna midnight blue meluncur mulus meninggalkan basement gedung perkantoran yang megah.

Suasana di dalam kabin sunyi, hanya diisi oleh alunan lembut sonata klasik dari sistem audio berkualitas tinggi.

Kairos duduk di sampir sopir, pandangannya tertuju pada jalanan yang mulai ramai oleh kendaraan orang-orang yang pulang kerja.

Punggungnya tegak, rahang masih sedikit tegang, mengingat insiden Aston Martin-nya.

Alex Valente yang duduk di belakang, setelah membuka beberapa dokumen di tablet-nya, meletakkan perangkatnya dan memandang punggung keponakannya itu.

"Dia punya alasan, Kai. Aurel tidak pernah melakukan sesuatu tanpa tujuan."

Kairos yang duduk di samping sopir menatap jalanan lewat jendela. "Tujuannya selalu membuatku kehilangan kesabaran Pih dan kali ini, dia berhasil."

"Justru itu," ujar Alex dengan tenang. "Dia menguji batasmu. Melihat seberapa jauh dia bisa mendorongmu sebelum kamu bereaksi. Itu caranya menunjukkan perhatian."

"Cara yang menyebalkan," gumam Kairos.

Alex tersenyum tipis. "Memang. Tapi dia adalah darah daging Papi. Jadi, tarik napas dalam-dalam. Kita akan menghadapi ini sebagai sebuah keluarga."

"Hmm."

Mobil pun memasuki gerbang mansion Alex Valente. Sebelum Kairos sempat membuka pintunya sendiri, seorang pelayan sudah menyambutnya.

Belum juga ia melangkah sempurna, seorang wanita dengan aura elegan dan sedikit dramatis—Valeria, Mommy tirinya langsung menyergapnya.

"Kairos, anakku!" seru Valeria, merapikan kerah jas Kairos dengan kekhawatiran berlebihan.

"Aurel bilang kamu marah sekali. Tenang sayang, itu cuma mobil, jangan sampai merusak hubungan kalian."

Di belakang Valeria, Emily, istri Alex yang selalu lebih kalem hanya berdiri dengan senyum kecil yang penuh arti.

Ia menyambut suaminya dengan pandangan yang mengatakan segalanya sudah di bawah kendali. Alex mendekat, mencium kening istrinya.

"Bagaimana situasinya?" bisik Alex.

Emily menjawab dengan bisikan pelan, "Sesuatu terjadi diluar pengetahuan kita, nanti kamu akan tahu sendiri sayang."

Alex mengangguk, memahami kode yang diberikan istrinya. Dengan pandangan, ia memberi isyarat pada Kairos dan Valeria untuk mengikuti.

Mereka berjalan menuju ruang keluarga. Suasana di ruangan itu begitu pekat saat mereka masuk.

Pencahayaan redup, hanya lampu gantung besar yang menjatuhkan sorot cahaya ke arah Kairos, seolah ia sedang diinterogasi di kursi terdakwa.

Di sofa besar, ada Leandro, dengan wajahnya yang serius. Di sebelahnya, Samuel tampak mencoba bersikap netral.

Bianca si bungsu duduk memeluk bantal dengan mata berbinar-binar menyaksikan drama keluarga ini.

Dan di tengah-tengah mereka, Aurel dengan senyum kecil yang penuh kemenangan.

Dan di sampingnya, Aurora duduk dengan tubuh agak kaku dan wajah pucat . Gadis itu tidak berani menatap Kairos yang baru masuk.

Leandro lah yang pertama berbicara, suaranya berat dan berwibawa, memotong ketegangan.

Saat bicara, jari-jarinya mengetuk meja kaca dengan cincin logam, menimbulkan denting kecil yang menusuk telinga Kairos.

Bunyi itu menghantam memorinya, mengingatkan pada tangan yang pernah menghantam ibunya.

"Kairos. Aurel bercerita banyak hal. Yang paling menarik perhatianku adalah... bahwa kamu 'menawan' seorang gadis di penthouse-mu."

Leandro menatap putra tertuanya tajam, ttapan itu terlalu keras, seolah ingin menguliti lapisan jiwanya.

Kairos ingin membalas tatapan itu, tapi tubuhnya menolak. Ada dorongan otomatis untuk tunduk.

Keringat dingin muncul di pelipisnya meski ruangan itu ber-AC. Rahangnya mengeras sampai gigi bergemeletuk halus.

Dalam hatinya ia berbisik, " Jangan biarkan dia melihat kau goyah. Jangan ulangi masa kecilmu."

"Kami semua sudah tahu alasannya, tentu saja. Tapi untuk kepentingan forum keluarga ini, dan agar Papi-mu Alex juga mengerti, coba kamu jelaskan. Apa motivasimu melakukan itu?"

Semua mata tertuju pada Kairos. Aurel menyilangkan kakinya, siap menyaksikan jawaban kakak sepupunya itu. Sementara Aurora semakin menunduk, wajahnya memerah.

Kairos berdiri tegak di tengah ruangan, menghadapi seluruh keluarganya. Topeng dinginnya terpasang sempurna.

"Keluarga Ricci punya utang tiga miliar kepada perusahaan," suaranya lantang dan jelas, tanpa nada berbelas kasihan.

"Mereka gagal melunasi tepat waktu, bahkan setelah beberapa kali peringatan. Gabriel Ricci, sebagai kepala keluarga menawarkan putrinya, Aurora sebagai jaminan atau nanti sebagai bayaran. Dan dia," Kairos menunjuk ke arah Aurora yang semakin menyusut.

"Setuju untuk itu."

Seketika, semua pandangan beralih ke Aurora. Gadis itu mengangkat wajahnya dengan cepat, matanya membelalak penuh dengan kekagetan dan penyangkalan yang nyata.

Bibirnya bergetar, seolah ingin membantah, ingin meneriakkan bahwa itu tidak benar. Tapi di bawah tatapan dingin Kairos dan tekanan dari seluruh keluarga Valente yang berkuasa, suaranya tertahan di kerongkongan.

Dia hanya bisa menggigit bibirnya dan menunduk lagi, air mata yang dipendam membuat penglihatannya kabur.

Alex, yang diam-diam memperhatikan setiap ekspresi dan bahasa tubuh, mengernyitkan dahinya.

"Tiga miliar?" tanyanya, suaranya tenang namun meminta konfirmasi.

"Iya, Papi. Tiga miliar," jawab Kairos tegas.

Leandro menyeringai, senyum smirk yang meremehkan muncul di wajahnya. "Jumlah yang bagi kita bahkan tidak sebanding dengan nilai satu proyek kecil. Hanya tiga miliar, Kairos. Kau menahan seorang gadis hanya untuk itu?"

"Utang tetaplah utang, Daddy," balas Kairos tanpa ragu.

"Prinsipnya harus ditegakkan. Jika kita membiarkan satu utang, utang-utang lain akan mengikuti. Ini bukan tentang jumlahnya, tapi tentang integritas bisnis dan wibawa keluarga kita."

Aurel Tiba-tiba menyela, suara gadis itu kehilangan nada main-mainnya. Dia mengamati Kairos dengan tajam, seperti sedang memecahkan teka-teki.

"Hutang atau Clara?."

Satu nama itu membuat suasanan menjadi hening sejenak. Kairos langsung menatap Aurel, napas Kairos terhenti sesaat.

Sorot lampu di atas terasa makin menyilaukan, suara detak jantungnya mendominasi telinga. Luka lama dengan Clara berkelindan dengan trauma menghadapi Daddynya, membuat pikirannya kacau.

Terlihat sebuah kedipan rasa sakit dan kemarahan yang dalam.

Aurel Melangkah mendekati Kairos, suaranya hampir seperti berbisik tapi terdengar oleh semua orang.

"Dia... Aurora... sedikit mirip dengan Clara, ya? Di sekitar matanya. Dan cara dia membungkuk itu seperti Clara saat kamu marah padanya. Apakah ini tentang dia, Kai? Apakah ini caramu 'memperbaiki' masa lalu yang gagal itu?"

Sekarang, semua orang memandang Kairos dengan pemahaman baru. Ini bukan lagi tentang bisnis, ini tentang luka lama yang bernanah.

Suara Kairos rendah, bergetar dengan emosi yang dipendam bertahun-tahun. "Jangan sebut namanya di sini."

"Kai..." panggil Valeria lembut.

"Apa benar yang dikatakan Aurel? Kau melihat bayangan Clara pada gadis ini?"

Kairos Tidak bisa lagi menyangkal. Dia memalingkan muka, menatap Aurora yang yang sejak tadi hanya diam.

Ekspresinya adalah campuran dari penyesalan, kemarahan, dan kebingungan.

"Dia... tidak seperti Clara. Clara adalah pengkhianat. Dia ini... dia hanya..." Kairos tidak bisa melanjutkan.

Aurel Menyelesaikan kalimatnya dengan nada yang tiba-tiba lembut menunjukkan empati.

"Dia hanya korban yang kebetulan mengingatkanmu pada lukamu. Dan kau menyakitinya karena lukamu masih berdarah."

Suasana hening.

Alex mengamati Aurora yang tampak hanyut dalam ketakutan, lalu memandangi Kairos yang teguh pada pendiriannya.

Matanya yang tajam menangkap lebih dari sekedar kemarahan dan kekehendakan. Ia melihat bayangan seorang pemuda yang pernah terluka dan kini menggunakan kekuasaannya sebagai tameng.

Sebagai orang yang bijaksana, dia melihat lebih dari sekedar angka dan prinsip.

"Menegakkan integritas bisnis itu benar, Kai," ujar Alex dengan suara yang menenangkan namun penuh wibawa, memotong ketegangan.

"Tapi caranya harus juga mencerminkan martabat kita. Memperlakukan manusia sebagai barang jaminan, meski atas dasar 'kesepakatan', adalah praktik usang yang meninggalkan noda pada nama keluarga yang kita junjung. Bukan begitu cara kita menyelesaikan masalah."

Dia berhenti sejenak, memberikan waktu bagi kata-katanya menyayat.

Pandangannya tidak lepas dari Kairos, lembut namun menusuk langsung ke jiwa.

"Kita semua pernah disakiti, Nak. Tapi jangan biarkan luka masa lalu mengubahmu menjadi sesuatu yang bahkan kau sendiri tidak akan kau kenali, apalagi menyakiti orang lain yang tidak bersalah dengan cara yang pernah menyakitimu."

Kalimat terakhir itu menggantung di udara, berat dengan makna. Hanya Alex dan mungkin Leandro yang sepenuhnya memahami betapa dalamnya makna kalimat itu bagi Kairos.

Itu adalah pengakuan halus atas penderitaannya, sekaligus teguran bahwa dia sedang mengulangi siklus yang sama.

tbc 🐼

1
lollipop_lolly
🥰
lollipop_lolly
gimana mansion keluarga Lendro Valente guyss?☺️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!