Namanya Diandra Ayu Lestari, seorang perempuan yang begitu mencintai dan mempercayai suaminya sepenuh hati. Baginya, cinta adalah pondasi rumah tangga, dan persahabatan adalah keluarga kedua. Ia memiliki seorang sahabat yang sudah seperti saudara sendiri, tempat berbagi rahasia, tawa, dan air mata. Namun, sebaik apa pun ia menjaga, kenyataannya tetap sama, orang lain bukanlah darah daging.
Hidupnya runtuh ketika ia dikhianati oleh dua orang yang paling ia percayai, suaminya, dan sahabat yang selama ini ia anggap saudara.
Di tengah keterpurukannya ia bertemu ayah tunggal yang mampu membuatnya bangkit perlahan-lahan.
Apakah Diandra siap membuka lembaran baru, atau masa lalunya akan terus menghantui langkahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susanti 31, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Blokir tanpa tersisa
Diandra menarik napas dalam-dalam sebelum turun dari mobil, mempersiapkan diri dengan kemungkinan-kemungkinan kecil yang terjadi di dalam rumah. Ia melangkah tanpa ragu memasuki rumah peninggalan orang tuanya.
Dan firasatnya benar terjadi, baru saja membuka pintu ia sudah disambut dengan celetukan tidak berfaedah mertuanya.
"Benarkan tebakan mama, kamu pasti pulang karena tidak punya uang," celetuk Helena.
"Benar Diandra tidak punya uang sampai harus pulang untuk mengambilnya," jawab Diandra dan melewati mertuanya begitu saja.
"Sekalian saya kemas semua barangmu. Lagi pula mama nggak mau punya menantu nggak tahu diri seperti kamu. Sok-sok merasa paling tersakiti padahal yang salah kamu sendiri."
"Andai kamu bisa beri Ramon keturunan dia nggak mungkin menikah dengan sahabatmu."
Diandra senyum sinis mendengar ucapan mertuanya, meski begitu ia tidak menyahut lagi dan memilih untuk ke kamar.
Seperti permintaan mertuanya, ia mengemas beberapa barang yang mungkin ia butuhkan di apartemen.
"Sayang?"
Pergerakan Diandra berhenti, dadanya kembali terasa sesak mendengar suara itu. Suara yang hampir setiap hari terdengar mengatakan cinta padanya sampai ia merasa beruntung dicintai oleh Ramon. Namun, ungkapan cinta itu tidak hanya untuknya.
"Kamu mau kemana sampai mengemas barang sebanyak ini?"
"Menurut kamu?" tanya Diandra tanpa menoleh dan semakin mempercepat gerakan tangannya.
"Sayang, mas minta maaf. Mas melakukan semua ini karena tidak ingin membebani pikiran dan merusak mentalmu."
Kening Diandra mengerut, mendongak untuk menatap Ramon.
"Sejujurnya mas menginginkan seorang anak tapi kamu nggak bisa memberikannya, itulah mengapa ...."
"Tapi kenapa harus sahabatku? Dari banyaknya wanita di dunia ini kenapa harus Olivia? Kamu tahu sakitnya seperti apa?"
"Mas minta maaf."
"Mungkin dulu aku akan memaafkanmu tapi kali ini nggak lagi."
Diandra berdiri setelah selesai dengan urusannya, menarik dua koper sekaligus susah payah.
"Mas akan berubah."
"Nggak perlu. Aku sudah nggak tahan sama pernikahan kita. Lagian aku nggak bisa memiliki anak, besar kemungkinan kamu akan selingkuh dengan alasan yang sama," jawab Diandra.
"Biarkan saja dia pergi Ramon. Istri kamu kan bukan dia saja tapi ada Olivia."
"Benar kata mama kamu," sahut Diandra.
***
Berhasil keluar dari rumah orang tuanya membawa beberapa barang, kini Diandra duduk termenung di dalam mobil. Sulit rasanya keluar dari rasa sakit itu setiap kali melihat Ramon. Bayangan ketika suami dan sahabatnya bermesraan di atas ranjang terus berputar di ingatan.
"Bahkan mungkin mereka pernah melakukan hal lebih dari yang aku lihat," lirih Diandra.
Saya ada di kantor, bu Diandra ingin bertemu di mana?
Sebuah pesan balasan masuk ke ponsel Diandra. Dia tadi menghubungi pengacara keluarganya dan baru di balas sekarang. Mungkin pria itu ada di pengadilan tadi.
Di kantor saja, Pak.
***
"Kok Bian cemberut sih? Nggak suka buna yang jemput?" tanya Grace di depan pagar sekolah.
"Bukan Buna, tapi Bian sedih bu gulu baik nda masuk sekolah."
"Guru baik?" Grace mengerutkan keningnya.
"Iya."
"Siapa tahu guru baiknya sibuk atau sakit makanya nggak masuk hari ini. Bian doa kan saja semoga guru baiknya nggak apa-apa dan datang besok."
"Iya Buna."
"Mau ketemu ayah?"
"Mau." Abian menganggukkan kepalanya cepat.
Grace pun melajukan mobilnya menuju kantor hukum kakaknya yang lumayan jauh dari sekolah. Dia menghentikan mobilnya di depan kantor dan menyerahkan urusan parkir pada yang bersangkutan.
Kening Grace mengerut, berusaha mengenali seorang wanita yang berdiri di depan meja resepsionis.
"Diandra?"
"Bu gulu baik."
Abian langsung melepaskan genggaman Grace dan berlari menghampiri Diandra yang belum menyadari keberadaan mereka. Anak kecil itu memeluk kaki panjang Diandra sehingga membuat guru itu terkejut.
"Ternyata dunia mereka sangat sempit," gumam Grace dengan senyuman. Siapa mengira ayah dan anak sama-sama terikat oleh Diandra yang notabenenya cinta monyet sewaktu kecil.
"Ini kalau nggak bersatu kebangetan sih," celetuk Grace mendekat.
"Maksud kamu?"
"Kak Jovin dan kamu."
"Grace berhenti membahas kak Jovin!"
Grace tertawa melihat pipi Diandra yang sedikit memerah dia yakin sahabatnya saat ini menahan malu.
"Baiklah, ini menjadi rahasia kita berdua," ujarnya dengan sisa tawanya. "Btw apa yang kamu lakukan di sini?"
"Bertemu pengacara keluarga untuk mengurus sesuatu, kalau kamu?"
"Bertemu kak Jovin."
"Pak Gerald kerja di sini juga?"
"Iya cinta monyet kamu kerja di sini juga, kabari ya kalau urusan kamu sudah selesai." Grace mengedipkan matanya genit. "Ayo bocil." Beralih pada Abian yang masih memeluk kaki jenjang Diandra.
"Ini bu gulu baik Bian, Buna. Bu gulunya nggak sakit Bian senang," ujar anak kecil yang sejak tadi menerima elusan lembut di kepalanya.
"Bian sayang banget ya sama bu Guru baik?"
"Iya."
"Ayah pernah bertemu bu guru baik?" tanya Grace lagi dan dijawab anggukan oleh Abian.
"Ayah seling liatin bu gulu."
"Tuh dengerin." Grace beralih pada Diandra. "Kak Jovin ...."
"Grace, jangan sekali-kali beritahu pak Gerald bahwa aku anak kecil itu."
Sungguh akan sangat memalukan jika Gerald tahu bahwa dia adalah anak kecil yang selalu menempel pada Gerald dulu.
"Siap bu guru baik." Grace lagi-lagi tertawa. Dia membawa keponakannya pergi begitu pun dengan Diandra yang mempunyai urusan.
Di dalam ruangan tidak terlalu luas tapi sangat nyaman tersebut, Diandra duduk di hadapan pengacara keluarganya untuk membahas hal sangat penting.
"Apa bu Diandra serius akan memblokir semua kartu kredit?"
"Semua yang saya sebutkan tadi tanpa terkecuali," ujar Diandra sangat yakin.
"Baik Bu, akan saya proses."
"Terimakasih Pak."
Diandra beranjak dari duduknya, dan terkejut mendapati Gerald berdiri di ambang pintu entah sejak kapan. Di gendongan pria itu ada Abian yang tersenyum padanya.
.
.
.
.
Ini serius Gerald nggak tahu bahwa Diandra itu Ayunya atau pura-pura nggak tahu☺️
ni manusia oon apa terlalu pintar ya🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣