✍🏻 Sekuel dari novel Saoirse 📚
"Bahkan kau tidak akan menemukan cinta yang sama untuk kedua kalinya, pada orang yang sama. Dunia tidak sebaik itu padamu, Tuan. Meskipun kau punya segalanya." ucap Mighty penuh penekanan.
"Aku dan dia adalah dua orang yang berbeda, tanpa perlu kau banding-bandingkan. Dan tidak ada orang yang benar-benar sama, sekalipun mereka kembar identik!" Mighty menghentakkan kakinya, meluapkan emosi yang sudah lama memenuhi dada.
Mighty terjebak dalam permainan nya sendiri, melibatkan seorang duda berusia 35 tahun, Maximilian Gorevoy.
Ikuti kisah mereka yaaa😉
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Starry Light, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 12
Max membawa Mighty ke penthouse miliknya yang berada ditengah kota Moskow, jangan berpikir jika Max mulai luluh dan menerima kehadiran Mighty. Tentu saja tidak semudah itu, Max sengaja membawa Mighty agar lebih mudah dan leluasa menyiksanya.
Seperti sekarang ini, Max membiarkan Mighty menggeret kopernya yang berat. Sedangkan ia berjalan santai dengan tangan kosong, tidak ada rasa kasihan sama sekali melihat Mighty kesulitan, hal itu malah membuat Max mengembangkan senyumnya jahatnya.
"Apakah kau tidak bisa jalan lebih cepat?" sungut Max, melihat Mighty jauh tertinggal dibelakangnya.
Mighty tidak langsung menjawab, ia melayangkan tatapan kesal pada pria yang kini berstatus sebagai suaminya. "Sebaiknya kau diam jika tidak bisa membantu!" balasnya, ia tahu jika Max sengaja membiarkannya kesusahan.
"Jangan manja, kau bukan tuan putri. Bukankah kau sudah biasa hidup susah!" cibirnya membuat Mighty semakin kesal.
Max sudah mencari tahu latar belakang Mighty, karena itu ia ingin membuat Mighty mengingatkan akan statusnya sebagai orang biasa. Tidak perduli walau sekarang ia menyandang gelar sebagai istri Maximilian Gorevoy.
Setelah bersusah payah, akhirnya Mighty sampai di hunian mewah dan eksklusif itu. Fasilitas lengkap dan serba canggih, desain interior yang memanjakan mata, membuatnya terpana untuk sesaat. Namun ia ingat jika semua itu adalah milik seorang Tuan muda Gorevoy, membuat rasa kagumnya menguap.
"Disini tidak ada pelayan, jadi kau yang harus membersihkan semuanya." suara Max membuat Mighty menoleh kearahnya. "Jangan bermimpi akan hidup seperti ratu setelah berhasil menikahi ku! Kau hanya gadis biasa yang tak punya apa-apa, bukan Cinderella!" ucap Max mengingatkan status asalnya.
Mighty yang memang sudah tak berharap apapun pada Max hanya diam, ia memahami amarah Max yang merasa dijebak olehnya. "Baiklah, aku mengerti." katanya menurut tanpa membantah sedikitpun. Akan tetapi malah membuat Max tidak senang.
"Kamarmu ada di lantai atas." ujarnya mengemudikan dagunya.
"Kamarku?" ulang Mighty bingung.
Mas tersenyum mengejek. "Kau pikir aku mau tidur satu kamar dengan mu?" katanya membuat Mighty paham.
"Tentu saja tidak, kau tidak akan mau berbagi kamar dengan wanita biasa sepertiku." sahut Mighty. "Aku harap kau juga tidak akan mau bercinta denganku." gumamnya, namun masih bisa terdengar telinga Max.
Max yang merasa tersindir mengeraskan rahangnya. "Kau tidak berhak menggurui ku! Yang perlu kau lakukan adalah patuh dengan perintahku!" tegas Max tidak ingin dibantah.
Ia berlalu kearah kamarnya. "Bahkan kau harus siap kapan pun untuk melayaniku!" ucap Max sebelum akhirnya masuk dalam kamar.
Mighty terperangah dengan kata-katanya, bagaimana bisa seseorang tidak mau berbagi kamar, tapi mau berbagi keringat? Dan sialnya orang itu adalah suaminya sendiri, membuat Mighty tidak bisa berkata-kata.
"Aku harus menyusun rencana untuk lepas dari keluarga Gorevoy." bisiknya dalam hati, dengan susah payah ia menarik kopernya menuju lantai atas, membuat napasnya sedikit ngos-ngosan.
....
Max membuka sebotol Vodka, lalu menyesap nya perlahan. Ingatannya melayang beberapa hari kebelakang, saat Thor memintanya untuk menikahi Mighty. Karena saat itu ia menolak keras permintaan mommy nya.
"Daddy tidak memintamu untuk melupakan Saoirse, kau berhak berduka atas kematian istrimu." ucap Thor saat itu.
"Tapi keluarga kita juga berhak memiliki penerus ...."
"Kenapa Daddy begitu yakin jika janin yang dikandungnya milik ku?" sungutnya marah. "Dad, aku menggunakan pengaman saat itu dan aku tidak dalam kondisi mabuk! Kenapa Daddy tidak percaya padaku?" suaranya mulai meninggi. Max tentu saja marah dan frustasi karena Alla dan Thor lebih memihak pada Mighty.
"Daddy percaya padamu, dan kali ini saja kau percaya pada Daddy." pintanya dengan lembut.
Max tersenyum kecut, menatap penuh kecewa pada Daddy nya. "Apa Daddy juga akan memaksaku menikahinya?" tanyanya.
"Ya, karena mommy tidak ingin kehilangan calon penerus keluarga kita." sahut Thor tenang.
Max meraup kasar wajahnya, sebelumnya ia tidak pernah didesak seperti ini. Masalah pernikahan, sepenuhnya ada dalam keputusan nya, tanpa ada intervensi dari orang tua. Tapi karena kehadiran Mighty yang mengaku mengandung anaknya, membuat Max didesak dan tidak diberi pilihan.
"Kehilangan?" ulang Max menaikan alisnya.
"Mungkin terdengar kejam, tapi mommy ingin hak asuh anak-anak itu jatuh di pihak kita. Terlepas kau mau melanjutkan pernikahan itu atau tidak." Max terdiam, ia heran dan bertanya-tanya kenapa Thor dan Alla begitu yakin jika janin Mighty adalah benihnya? Sedangkan saat berbuat, ia menggunakan pengaman.
"Max, Daddy tahu ini berat bagimu. Dan kenapa kami begitu mendesak mu, karena kami tahu kau tidak akan pernah siap untuk pernikahan. Bahkan kau tidak akan pernah berpikir untuk menikah." ujar Thor membuat Max semakin bungkam.
Thor beranjak dari duduknya dan berkata, "Kali ini saja, jangan kecewakan kami. Karena hanya kau harapan kami satu-satunya." pungkas Thor, lalu pergi meninggalkan Max di persimpangan dilema.
Max melemparkan botol Vodka yang sudah kosong itu. Ia segera keluar dari kamarnya dan menuju kamar Mighty. Tanpa mengetuk terlebih dahulu, ia langsung membuka pintu itu dan membuat Mighty terkejut.
"Max!" jerit Mighty, baju-baju yang hendak ia susun dalam lemari pun berjatuhan.
"Kenapa kau kemari?" tanyanya ketakutan, terakhir Max masuk dalam kamarnya, pria itu memaksakan hasratnya. Wajar jika kini Mighty ketakutan.
Max terus berjalan mendekati Mighty, hingga membuat wanita hamil itu terpojok, tidak bisa kemana-mana. "Katakan padaku, bagaimana kau bisa hamil?" tanyanya dengan sorot mata yang mengintimidasi.
Mighty menelan ludahnya dengan susah payah, ia kelabakan mendapat pertanyaan seperti itu. Entah apa yang akan Max lakukan padanya jika ia mengakui kecurangannya.
"Max, itu ...."
"Katakan!" bentaknya, Mighty memejamkan matanya rapat. Napas Max terdengar memburu, wajahnya merah dengan matanya nyalang.
"Aku, aku melakukan inseminasi buatan." kata Mighty mengakui kecurangan nya.
"Apa?"
Perlahan Mighty membuka matanya, terlihat tatapan mata Max tidak percaya. "Maafkan aku, aku memang bersalah karena aku ...."
Pyarrrrrrrr.....
Max menendang lampu yang ada diatas nakas samping tempat tidur.
"BERANI SEKALI KAU BERBUAT SEPERTI ITU PADAKU!" teriaknya marah, Mighty menutup kedua telinganya dengan tangan dan kembali memejamkan matanya.
"Kau? Apa yang kau inginkan dariku?" Max mencengkram rahang Mighty, hingga mulutnya terbuka.
"Harta, uang, kekayaan, kemewahan?" ujar Max. "KATAKAN APA MAU MU?" bentaknya, menghempaskan tubuh Mighty keranjang.
Mighty menitikkan air matanya, tubuhnya bergetar ketakutan. Namun ia sadar jika kemarahan Max akibat kesalahannya. Bukan hanya Max, tapi pria manapun pasti akan murka jika dicurangi seperti itu.
"Kekuasaan," jawabnya pelan, ia memberanikan diri menatap wajah Max. "Aku ingin kekuasaan yang setara seperti kekuasaan mu! Aku ingin menghancurkan seseorang, seperti yang selalu kau lakukan pada musuh-musuh mu!" ucapnya, kemarahan dan kebencian terlihat jelas di matanya.
Karena tujuan utamanya adalah balas dendam, mungkin ia telah mengurungkan niatnya. Namun karena desakan Max, ia mengingat kembali dendam yang sekian tahun ia simpan.
*
*
*
*
*
TBC