Safeea dan ibunya sudah lama hidup di desa. Setelah kematian ibunya, Safeea terpaksa merantau ke kota demi mencari kehidupan yang layak dan bekerja sebagai pelayan di hotel berbintang lima.
Ketika Safeea tengah menjalani pekerjaannya, ia dibawa masuk ke dalam kamar oleh William yang mabuk setelah diberi obat perangsang oleh rekan rekannya.
Karena malam itu, Safeea harus menanggung akibatnya ketika ia mengetahui dirinya hamil anak laki laki itu.
Dan ketika William mengetahui kebenaran itu, tanpa ragu ia menyatakan akan bertanggung jawab atas kehamilan Safeea.
Namun benarkah semua bisa diperbaiki hanya dengan "bertanggung jawab"?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sylvia Rosyta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
“Saya datang ke ruangan ini bukan untuk mendengar semua penilaian buruk Anda tentang Safeea, Saya ke sini untuk satu hal—saya ingin tahu, di mana dia sekarang? Itu saja.” kata William lebih lanjut.
Pak Hardi membeku. Kata-kata William menghantam egonya, tapi juga membuka matanya. Ada nada ketulusan yang sulit dibantah dalam suara sang CEO muda itu.
Ruangan terasa hening sebelum akhirnya Pak Hardi menunduk sedikit untuk mengakui kesalahannya dalam hati.
"Safeea sedang bertugas membersihkan kamar-kamar yang ada di lantai empat, Pak. Bagian VIP. Dia bersama dua rekannya, Karin dan Lita.” ucap pak Hardi singkat dan membuat William mengangguk singkat.
“Baik. Terima kasih.”
Tanpa berkata lebih lanjut, William pun berbalik meninggalkan ruangan pak Hardi dengan langkah tegas dan cepat, sementara Pak Hardi hanya bisa berdiri di tempatnya sembari menatap pintu yang kini telah tertutup rapat.
Lantai empat terasa sunyi meski lorongnya panjang dan bersih. Cahaya lampu temaram menyinari karpet merah marun yang membentang rapi di sepanjang lorong hotel. William melangkah cepat namun hati-hati, pandangannya menyapu setiap pintu kamar yang sedikit terbuka—tanda bahwa kamar itu sedang dibersihkan oleh staf housekeeping.
Beberapa kamar William lewati, dan hanya ada suara pel yang digesekkan ke lantai atau derik troli pembersih yang terdorong pelan. Tapi tidak ada Safeea di sana. Ia bertemu Karin dan Lita yang tampak terkejut melihat kehadirannya, namun William hanya bertanya singkat.
"Apa kalian tahu di mana Safeea?”
Lita menunjuk ke kamar yang berada di ujung lorong.
“Safeea ada di kamar 418, Pak.”
Tanpa menjawab, William langsung menuju ke kamar itu.
Pintu kamar 418 setengah terbuka, dan suara vacuum cleaner kecil terdengar samar dari dalam. William menarik napas panjang, lalu masuk dengan perlahan, tanpa mengetuk. Ia menutup pintu secara perlahan hingga terdengar bunyi klik yang mengejutkan Safeea.
Gadis itu yang saat ini tengah mengelap meja kecil langsung tersentak dan menoleh. Matanya membulat saat melihat kehadiran William yang berdiri di ambang pintu dengan sorot mata serius.
“P—Pak William? Ma—maaf, saya sedang—”
“Safeea,” potong William pelan, tapi tegas. Ia mendekat, langkahnya mantap namun tidak tergesa-gesa. “Kita perlu bicara.”
Safeea mundur selangkah sembari memeluk kedua lengannya sendiri. Tatapan matanya mulai diselimuti rasa ketakutan.
“Saya… saya minta maaf kalau saya salah, Pak. Saya sudah ditegur sama Pak Hardi. Saya janji akan lebih hati-hati. Tolong jangan pecat saya, pak.” ucap safeea dengan penuh ketakutan.
William menghentikan langkahnya. Ada luka yang menusuk dalam dadanya saat ia melihat ekspresi ketakutan itu di wajah Safeea. Ia tidak pernah berniat untuk menakutinya.
“Bukan itu maksudku datang ke sini. Aku tahu soal kehamilanmu, safeea. Dokter sendiri yang mengatakan hal itu padaku.” ucap William dengan lembut.
Safeea merasa waktu seperti berhenti sejenak. Napas Safeea tercekat di tenggorokannya. Matanya melebar penuh syok sementara wajahnya terlihat pucat seperti baru ditampar oleh kenyataan.
“A—apa…?” gumamnya pelan.
William mengangguk pelan, lalu mendekat satu langkah lagi.
“Aku tahu dan aku tahu aku lah penyebabnya.” ucap William.
Safeea menggigit bibirnya perlahan, ia mencoba untuk menahan air mata yang mulai jatuh membasahi pipinya. Safeea memalingkan wajahnya dari William sementara tubuhnya sedikit gemetar.
panggil sayang aja gitu/Sneer/
cinta William milik kamu sekarang