Welcome to the sequel of You're Mine Brianna
Perjalanan seorang Hana Elodie Brown menghindari Ayahnya yang otoriter terhadap dirinya. Berbagai cara ia lakukan agar hidupnya bisa terbebas dari aturan yang menurutnya tak sesuai dengannya. Sampai pada suatu ketika, Hana dipertemukan oleh takdir dengan seorang pria yang tak pernah ia inginkan semasa hidupnya, Daniel Leonardo Smirnov. Seorang mafia yang dunianya penuh dengan kegelapan melebihi tempat tergelap di dunia. Mampukah Hana menjadi penerang bagi Daniel dan akankah Daniel mampu memberikan kehidupan yang diinginkan oleh Hana? Simak terus kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arashka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
12. Kau Milikku
Daniel lari tergopoh-gopoh menuruni anak tangga dengan Hana yang berada di dalam gendongannya. Tubuhnya sudah terkulai lemas dan pucat. Ia membuka sebuah pintu yang terhubung dengan garasi tempat dimana semua koleksi mobil serta motor mewahnya berada. Daniel memilih salah satu mobilnya yang anti peluru serta anti ledakan. Daniel meletakkan Hana di dalam mobil, kemudian dengan kecepatan penuh mobil itu melesat meninggalkan area mansion. Dalam perjalanannya, Daniel menghubungi Semyon melalui ponselnya yang sudah terkoneksi dengan mobil mewahnya tersebut.
"Semyon!! Cepat datang ke mansion dan bereskan kekacauan yang baru saja terjadi. Aku dalam perjalanan membawa Hana ke kediaman Edmon."
Daniel kembali fokus dengan mobilnya yang sudah mulai keluar dari gerbang paling depan. Rahang Daniel mengeras saat melihat sekitar lima penjaga gerbang tersebut sudah terkapar dengan bersimbah darah.
"Bajingan! Siapa lagi yang berani mengusik kediamanku?" Desis Daniel dengan suara beratnya.
Mobil itu kini meninggalkan area mansion dan membelah jalanan kota Moskow. Sesekali Daniel menoleh ke sampingnya, memandangi wanita itu yang kian memucat. Tangan Daniel terulur untuk menyentuh tangan Hana. Dingin, sangat dingin.
"Sialan!! Kau tak boleh mati, Hana. Aku tak akan mengizinkanmu mati begitu saja!" geram Daniel sembari meremas tangan Hana.
Daniel baru teringat untuk menghubungi Nikolai. Ia menekan kembali sebuah layar sentuh yang berada di depannya.
"Nikol!" Panggil Daniel.
"Euuhh... Ada apa Daniel? Aku baru saja terlelap dan aku sangat mengantuk saat ini. Besok pagi-pagi sekali aku akan segera ke mansionmu, hmm?" ujar Nikolai membujuk dengan suara paraunya.
"Kau yakin akan melakukannya? Jika kau berani, maka aku akan mengosongkan semua saldo di rekeningmu dan aku akan melemparmu ke kandang Cheesy dan Cheetos untuk menjadi santapan mereka. Aku bersumpah akan membuat semua orang melupakanmu seolah kau tak pernah ada di bumi ini!" Ancam Daniel.
"Oh ayolah.. Aku sangat mengantuk. Aku bisa menghindarimu jika kau ingin melenyapkanku, aku juga tak peduli dengan semua uangku." sahut Nikolai acuh.
"Brengsek! Aku serius Nikolai! Jangan membuatku emosi! Cepat hubungi Gaston juga dan temukan orang yang sedang mengincar nyawaku saat ini lalu datanglah kalian ke mansion untuk membantu Semyon membereskan tumpukan mayat di sana!"
"APA?!" Teriak Nikolai yang kini sudah terjaga dengan sepenuhnya. Rasa kantuknya seketika menguap begitu saja.
"Siapa yang berani melakukannya?" sambung Nikolai lagi.
"Sepertinya seseorang berusaha untuk mengkudeta Bratva?"
Daniel yang sedang membawa mobil pun tersentak mendengar perkataan Nikolai. Ia kemudian mengusap wajahnya dengan gusar. Ia menghembuskan nafasnya dengan kasar berkali-kali. Jika memang benar, mungkin saja Garret adalah dalang dari semua yang terjadi. Tapi entah mengapa rasanya hatinya masih menolak dengan kemungkinan tersebut. Ia masih membutuhkan bukti yang konkret untuk mempertimbangkan langkah selanjutnya yang akan ia ambil.
"Daniel kau masih di sana?"
Suara panggilan Nikolai membuatnya tersadar kembali, matanya menatap ke arah layar tapi ia tak menjawab apapun. Hingga akhirnya panggilan itu terputus begitu saja.
***
"Astaga! Apa yang terjadi?" Dokter Edmon tampak sangat terkejut ketika ia mendengar bel rumahnya berbunyi lalu membukanya dan melihat Daniel di depan pintunya dengan wanita yang berada di dalam gendongannya.
"Edmon jangan biarkan dia mati..." titah Daniel dengan raut wajah panik dan menerobos masuk begitu saja.
"Bawa dia ke dalam, Daniel."
Daniel pun membawa Hana dan meletakkannya di atas ranjang. Kamar itu sudah di desain seperti sebuah kamar di rumah sakit. Itu sengaja dibuat beberapa tahun yang lalu ketika Daniel terluka cukup parah dan memerlukan perawatan yang intensif, tapi Nikolai serta Gaston tidak mengizinkannya membawa ke rumah sakit. Maka Edmon menyulap kamar tersebut dengan segala peratan canggih di sana, tentunya semua biaya di tanggung oleh Daniel. Dan sampai saat ini ruangan itu tidak pernah di rubah kembali. Tanpa banyak bicara, Edmon membawa semua peralatan kerjanya. Ia memeriksa semuanya dengan sangat teliti.
"Apa dia masih bisa berjalan, Edmon?" Tanya Daniel cemas.
"Sementara waktu ia harus berisitirahat, Daniel. Dan kau harus membantunya berjalan terlebih dahulu. Beruntung pelurunya tidak mengenai atau bersarang di tulang." Jawab Edmon.
Terdengar hembusan nafas lega dari Daniel. "Berapa lama penyembuhannya?"
"Jika kau merawatnya dengan baik mungkin minggu depan dia sudah bisa beraktivitas seperti sediakala."
"Kau dokternya, maka kau harus merawatnya dengan baik dan itu tugasmu." sahut Daniel.
"Well, obat terbaik adalah seseorang yang memberikan perhatian lebih terhadap orang terkasihnya." ujar Edmon tersenyum tipis
***
"WHAT THE HELL!!!" Umpat Gaston sembari berkacak pinggang ketika ia melihat beberapa mayat yang sudah berjejer di lantai.
Nikolai berjalan menaiki tangga dengan tergesa diikuti oleh Gaston. Ketika ia sampai di atas, ia melihat pintu kamar Hana yang terbuka. Mereka masuk ke dalam dan melihat Semyon sedang menarik salah satu mayat di kamar tersebut.
"Brengsek! Siapa mereka sebenarnya?" Nikolai bertanya sambil membantu Semyon menarik mayat tersebut.
"Entahlah, Nikol. Ini terjadi ketika semua sedang terlelap. Beruntung sepertinya Tuan menyadarinya lebih cepat." jawab Semyon.
***
Daniel memilih untuk duduk di sebuah sofa kecil yang diletakkan di samping ranjang Hana. Wanita itu masih terbaring di sebuah ranjang berukuran king size dengan tangan terinfus. Pria itu berusaha agar tetap terjaga meski sebenarnya rasa kantuk telah menyerangnya. Ia bahkan sudah berkali-kali menguap. Tapi sepertinya ia menyerah, Daniel memilih untuk naik ke atas ranjang tersebut dan berbaring di samping tubuh hana.
Daniel memiringkan tubuhnya dan memandangi wanita itu dengan penuh rasa bersalah, ia tahu jika Hana berada di sisinya maka hal-hal seperti ini sudah pasti akan terjadi. Tapi entah kenapa ia mulai merasakan tak rela jika Hana pergi darinya. Tangan Daniel terangkat, kemudian membelai pipi wanita itu, menyusuri setiap inci wajahnya menggunakan jarinya, menyentuh hidung mancung itu kemudian mengusap pelan bibir ranum yang sedikit terbuka. Daniel tersenyum kecil saat ia mengingat Hana berlari ke arahnya kemudian tertembak.
"Dasar bodoh. Kau berusaha melindungiku?" gumamnya pelan.
Tanpa sadar, Daniel mendaratkan bibirnya di bibir Hana. Ia menyesap bibir bagian bawah, karena bibir itu sedikit terbuka membuat Daniel sedikit leluasa untuk melumat dan bahkan lidahnya menelusup masuk ke dalam.
"Kau berhasil membuatku menginginkanmu karena tindakan bodohmu yang impulsif itu." Gumam Daniel setelah melepaskan lumatannya.
"Kau milikku sekarang, Hana.." Bisik Daniel tepat di telinga Hana kemudian ia kembali mengecup bibirnya.
Daniel mengangkat tangannya lalu memeluk tubuh wanita itu. Hingga akhirnya kantuk tak lagi bisa ia tahan dan akhirnya Daniel terlelap sambil memeluk wanita yang baru saja ia klaim sebagai miliknya.
Sejak ia menjadi pemimpin klan Bratva, ini adalah kedua kalinya ia tertidur dengan nyaman. Tanpa sebuah ketakutan, kekhawatiran dan mimpi buruk. Saat bersama Irish pun ia pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya. Tidak bisa dipungkiri, dulu Daniel memang sangat mencintai Irish. Tapi cinta saja tak akan pernah cukup jika dalam sebuah hubungan tak ada rasa hormat, komunikasi yang baik, kepercayaan dan usaha untuk terus menjaga hubungan dari keduanya agar tetap hangat. Kali ini, Daniel akan mencoba lagi untuk yang kedua kalinya. Ia berharap Hana adalah orang yang tepat untuknya.
Cahaya matahari kini mulai menerobos masuk melalui celah gorden yang sedikit terbuka dan hal itu membuat Hana terjaga. Ia merasakan perutnya sedikit berat, ketika Hana menoleh ke arah bawah ia melihat sebuah tangan kekar yang dipenuhi tato sedang bertengger di atas perutnya. Hana menoleh ke arah samping dan menemukan Daniel sedang terlelap dengan sangat nyenyak. Matanya tertutup rapat seolah sama sekali tak terganggu dengan cahaya yang sedikit mengenai wajahnya.
"Aaakhh.." Pekik Hana saat ia mencoba untuk bangkit namun ternyata kakinya terasa sangat sakit, dan pekikan itu membuat Daniel terbangun.
"Good morning, Hana." ujar Daniel dengan senyum tipisnya saat ia membuka mata dan menemukan Hana yang sudah lebih dulu terbangun.
"Lepaskan tangan kekarmu itu, Daniel." ujar Hana dengan suara paraunya.
Daniel terkekeh lalu menuruti perintah Hana. "Kau butuh sesuatu?"
"Minum." jawab Hana.
Daniel segera beranjak dari tidurnya kemudia ia menuangkan air ke dalam gelas yang sudah di sediakan di atas meja. Daniel berjalan mendekat ke arah Hana kemudian ia membantu Hana untuk menahan punggung Hana agar ia setengah duduk dan bisa meminum air tersebut dengan mudah. Setelah selesai, Hana mencoba untuk menurunkan kakinya karena ia ingin ke kamar mandi meski kakinya terasa nyeri.
"Kau mau kemana?" tanya Daniel.
"Ke kamar mandi."
"Edmon bilang aku harus membantumu berjalan. Tapi karena ini masih hari pertama setelah kau tertembak, pasti rasanya sangat menyakitkan. Jadi aku memutuskan untuk menggendongmu." sahut Daniel dan langsung menggendong Hana lalu membawanya menuju kamar mandi yang berada di dalam kamar.
Daniel menurunkan Hana di atas closet duduk kemudian ia tetap berdiri di ambang pintu.
"Apa? Kau juga ingin membantuku melepaskan celana ini?" tanya Hana sarkas.
"Jika memang perlu.." sahut Daniel.
"Dasar bajingan mesum! Keluarlah Daniel, aku bisa melakukannya." pekik Hana.
"Baiklah, panggil aku jika sudah selesai." sahut Daniel dan langsung menutup pintunya.
Cukup lama Daniel menunggu di depan pintu, mungkin sekitar lima belas menit hingga akhirnya pintu itu terbuka.
"Apa yang kau lakukan?!" ujar Daniel sembari mengerutkan keningnya.
"Jangan memanjakanku, Daniel. Aku masih bisa berjalan pelan-pelan." jawab Hana.
"Big no! Tidak akan ku biarkan kau, Hana." sahut Daniel dan langsung menggendong tubuh Hana lagi ala bridal style lalu menurunkannya di atas ranjang dengan kaki yang menggantung ke bawah.
Daniel berjongkok, menaruh kedua tangannya di atas paha Hana. "Jangan lakukan itu lagi, Hana. Aku bisa melindungi diiriku sendiri." ucap Daniel sembari menatap lekat kedua mata Hana.
"A-aku hanya mengikuti naluriku saja." jawab Hana.
"Kau membuatku berhutang nyawa dua kali padamu."
"Maka bayarlah.." sahut Hana.
"Aku pasti akan membayarnya, Hana." jawab Daniel.
TBC