Belva Kalea harus menelan kekecewaan saat mengetahui calon suaminya berselingkuh dengan saudara tirinya tepat di hari pernikahannya. Bukan hanya itu saja, Glory diketahui tengah mengandung benih Gema Kanaga, calon suaminya.
Di sisi lain, seorang pengusaha berhati dingin bernama Rigel Alaska, harus menelan pil pahit saat mengetahui istrinya kembali mengkhianatinya. Disakiti berulang kali, membuat Rigel bertekad untuk membalas rasa sakit hatinya.
Seperti kebetulan yang sempurna, pertemuan tak sengaja nya dengan Belva membuat Rigel menjadikan Belva sebagai alat balas dendam nya. Karena ternyata Belva adalah keponakan kesayangan Roland, selingkuhan istrinya sekaligus musuhnya.
Akankah Rigel berhasil menjalankan misi balas dendam nya?
Ataukah justru cinta hadir di tengah-tengah rencananya?
Mampukah Belva keluar dari jebakan cinta yang sengaja Rigel ciptakan?
Ataukah justru akan semakin terluka saat mengetahui fakta yang selama ini Rigel sembunyikan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kikan dwi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 12
Greppp
Rigel memeluk Belva dari belakang. Pria itu menopang dagunya di pundak Belva.
"Om, jangan seperti ini." Belva bergerak gelisah karena merasa tidak nyaman dengan perlakuan atasannya itu.
"Biarkan seperti ini sebentar, Baby. Aku menyukai wangimu," ucap pria itu sambil mengendus tengkuk Belva.
Wangi vanila yang menguar dari tubuh Belva membuat Rigel merasa tenang dan candu. Aromanya membuat pria itu tidak ingin melepaskan dekapannya dari wanitanya.
Belva hanya bisa pasrah membiarkan Rigel memeluknya seperti ini, melawan pun akan percuma mengingat pria sekaligus atasannya itu tidak akan membiarkan nya lolos begitu saja. Rigel sesekali menggigit tengkuk Belva membuat wanita cantiknya itu meringis dan memukul lengan kokoh sang atasan.
"Om sakit!"
Belva mengusap tengkuknya yang terasa perih akibat gigitan dan sesapan Rigel. Sementara pria itu justru tersenyum puas karena berhasil meninggalkan jejak biru keunguan di sana.
"Berhenti memanggilku dengan panggilan itu. Kamu milikku. Lihatlah aku sudah memberikan tanda kepemilikan di sini," ucapnya bangga. Rigel mengusap tengkuk Belva dan mengecupnya.
Belva memutar bola matanya malas. Rigel beberapa kali memintanya mengganti panggilan, namun Belva sama sekali enggan menuruti keinginan prianya itu. Menurutnya panggilan itu sudah sangat pas untuk Rigel.
Sejak Rigel resmi menyandang status duda nya, hubungan diantara keduanya terlihat semakin dekat. Rigel dan Belva sepakat berpacaran namun hanya di luar kantor saja. Jika di dalam kantor, keduanya tetap profesional sebagai atasan dan bawahan.
"Aku tidak mau. Panggilan itu sudah cocok untukmu, Om." Belva bersiap untuk melarikan diri, ia sudah bisa menebak apa yang akan terjadi selanjutnya.
Namun, baru saja satu langkah, Rigel sudah berhasil mencekal tangannya dan menarik wanitanya itu ke dalam dekapannya.
"Aku tidak akan membiarkan Kamu lolos, sebelum Kamu memanggilku sayang."
Belva melebarkan bola matanya, ucapan Rigel itu terdengar menggelitik di telinganya. "𝘚𝘢𝘺𝘢𝘯𝘨? 𝘠𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳 𝘴𝘢𝘫𝘢."
Melihat Belva yang menahan tawanya, membuat Rigel tidak terima. Wanita cantiknya itu seperti tengah mengejeknya.
"𝘖𝘩... 𝘒𝘢𝘮𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘦𝘫𝘦𝘬𝘬𝘶, 𝘺𝘢? 𝘈𝘸𝘢𝘴 𝘒𝘢𝘮𝘶, 𝘢𝘬𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘳𝘪𝘮𝘶 𝘱𝘦𝘭𝘢𝘫𝘢𝘳𝘢𝘯."
"Om--- hmmmpphhhttt"
Rigel membungkam mulut Belva dengan bibirnya. Memagut bibir ceri itu dengan rakus. Menciptakan bunyi cap cip cup yang menggema di dalam ruangan.
Rigel baru melepaskan Belva saat wanita cantiknya itu mulai kehabisan napas.
"Om lupa ini di mana?" Kesal Belva. Wanita cantik itu mencebikkan bibirnya membuat Rigel semakin gemas.
"Kalau bibirmu seperti itu terus, jangan salahkan aku jika kembali melahap nya." Keinginan berkedok ancaman itu berhasil membuat Belva mengunci mulutnya rapat-rapat.
"Om sudah janji tidak akan seperti ini di dalam kantor."
"Aku tidak pernah janji, itu keputusan yang Kamu buat sepihak," ucapnya tanpa beban. "Memangnya Kamu punya buktinya?"
Belva menghentakkan kakinya. Kekesalan wanita cantik itu semakin bertambah saat Rigel justru tergelak melihat tingkahnya.
"Dasar menyebalkan!"
Belva keluar dari ruangan Bosnya itu dengan penuh kekesalan. Bersamaan dengan Vander yang hendak masuk ke dalam ruangan Rigel.
"Kenapa Nona?" Tanya Vander saat berpapasan di depan pintu.
"Tuanmu itu sangat menyebalkan. Bisa nggak, tukar tambah sama Kak Vander?"
Vander menggelengkan kepalanya. Beberapa bulan mengenal Belva dan bekerja sama dengan wanita cantik itu membuat Vander terbiasa dengan candaan sekertaris Rigel itu.
"Anda bisa saja Nona."
"Aku serius, Kak. Kak Vander sepertinya lebih manusiawi daripada Pak Rigel," ucapnya sambil terkekeh.
"Jangan kalian pikir aku tidak mendengar obrolan kalian!"
Teriakkan Rigel dari dalam ruangannya membuat Belva dan Vander saling pandang. Keduanya lalu terkekeh tanpa suara.
"Aku mau keluar dulu Kak, tolong bilangin Pak Rigel, ya. Aku lupa bilang tadi." Belva melesat lebih dulu sebelum Vander menanggapi ucapannya.
"Sepertinya Tuan sangat mencintai Nona Belva. Syukurlah, dengan begitu Tuan bisa melupakan dendam yang selama ini Tuan rencanakan," gumam Vander lega.
"Kata siapa aku melupakan rencana ku?"
"Astaga, Anda membuatku terkejut Tuan" Vander terkejut saat tiba-tiba saja Rigel berada di belakangnya dan sepertinya mendengar gumaman nya. "Maksud Tuan? Jangan bilang selama ini Tuan---"
"Tepat sekali. Persis seperti apa yang Kamu pikirkan," ucapnya dengan seringai di wajahnya.
"𝘛𝘢𝘱𝘪 𝘈𝘯𝘥𝘢 𝘵𝘦𝘳𝘭𝘪𝘩𝘢𝘵 𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳-𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘪𝘯𝘵𝘢𝘪𝘯𝘺𝘢, 𝘛𝘶𝘢𝘯."
...----------------...
"Mulai sekarang kita tidak memiliki hubungan apa pun lagi."
"Maksud Kamu apa, Roland?"
Livia begitu terkejut saat tiba-tiba saja Roland memutuskan hubungannya. Niat hati ingin membuat Roland segera menikahinya, justru sebaliknya. Tidak ada angin, tidak ada hujan, pria itu justru dengan tegas mengakhiri hubungannya.
"Kita putus, Livia. Apa kurang jelas?"
Tidak ada tatapan hangat yang selama ini selalu Roland tunjukkan. Tatapannya begitu dingin seperti tidak pernah terjadi apa pun sebelumnya.
"Tapi kenapa? Bukankah Kamu sudah janji mau menikahiku setelah aku berpisah dengan Rigel?"
Roland terbahak puas, bahkan pria itu sampai memegang perutnya saat merasakan ucapan Livia begitu menggelitik nya.
"Itu salahmu sendiri, kenapa mempercayai ucapanku?"
Deg
Bak petir di siang bolong. Livia merasa dunianya runtuh seketika. Ia tidak percaya, jika Roland yang selama ini selalu ada di sampingnya hanya pura-pura mencintainya.
Dan bodohnya ia begitu mempercayai ucapan manis pria itu. Sampai-sampai Livia mencampakkan dan meninggalkan Rigel, pria yang begitu mencintainya.
Livia meneteskan air matanya bersama dengan amarah yang saat ini menguasainya. "Tidak mungkin, Kamu bercanda kan, Roland? Katakan kalau Kamu bercanda!" Teriaknya pilu. Livia masih berharap jika Roland hanya sekedar mengerjai nya.
Namun tatapan tegas pria itu menandakan jika dia tidak main-main dengan ucapannya.
Livia memang bukan wanita yang setia, berulang kali wanita itu tertangkap basah bersama pria yang berbeda. Namun bersama Roland, Livia benar-benar menyerahkan seluruh hidupnya. Livia mencintai pria itu dengan sepenuh hatinya.
"Aku tidak bercanda." Roland tersenyum tipis. Ucapannya benar-benar meyakinkan. Tidak ada sedikitpun kebohongan yang terpancar di matanya seperti yang Livia harapkan.
"Kenapa?" Dengan suaranya yang bergetar, Livia mencoba menguatkan hatinya untuk mengetahui alasan kenapa pria itu sampai tega mempermainkan perasaannya.
"Karena Kamu bukan Livia!"
Deg
"𝘈𝘱𝘢 𝘮𝘢𝘬𝘴𝘶𝘥 𝘙𝘰𝘭𝘢𝘯𝘥? 𝘈𝘱𝘢 𝘥𝘪𝘢 𝘵𝘢𝘩𝘶 𝘳𝘢𝘩𝘢𝘴𝘪𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘬𝘶 𝘴𝘦𝘮𝘣𝘶𝘯𝘺𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘮𝘢 𝘪𝘯𝘪?"
𝘛𝘰 𝘣𝘦 𝘤𝘰𝘯𝘵𝘪𝘯𝘶𝘦𝘥
waduh keluarga gila anak tiri hamil sm bpk tiri dasar edan
Kalo emang cinta Belva, yo sono datengin bpknya lamar secara gentle bukan malah minta DP duluan gitu...
Syukurin, kalo perlu si Anaconda disunat bae smpe ngepook aja, biar tau rasa Rigel
Jangan mudah terbujuk rayuan Rigel,Abel.Biar dia berjuang dululah